25. Cucu Mantu

893 164 59
                                    

Sesuai janji Gendhis, keesokan harinya ia menjemput Clary di Bandara Kulon Progo. Cukup jauh jarak antara Paingan yang berada di wilayah Sleman dengan Kabupaten Kulon Progo. Beruntung hari itu akhir pekan sehingga Gendhis tidak ada kuliah.

Tak menunggu lama, gadis cantik yang berwajah kebule-bulean itu nampak dari jauh menarik travel bag berukuran kecil.

"Ndhiisss!" seru Clary begitu melihat Gendhis. Pelukan Clary yang erat membuat Gendhis sesak napas.

"Clary! Aku kangen banget! Sama kukermu, sama rendangmu ...." Gendhis memberikan cengiran melihat ekspresi Clary. "Sama yang masak juga."

Mata Clary meredup. "Aku nggak sempat bikin kue kering, Ndhis. Maaf ya?"

Gendhis terkekeh. "Bercanda kali, Cla. Ayo, kita berangkat."

"Yuk! Naik apa kita, Ndhis?" Clary terlihat menengok ke kanan dan ke kiri.

"Ducky Duck dong!" kata Gendhis dengan bangga.

"Ndhis, kamu naik motor ke sini? Kan jauh banget! Satu jam lebih! Tahu gitu aku naik taksi aja tadi. Biar nggak bikin susah kamu." Clary merasa tidak enak dengan sahabatnya yang sebenarnya lebih muda dua tahun itu. Tapi entah kenapa Gendhis terlanjur memanggil Clary tanpa embel-embel "Mbak" atau "Kak".

"Mihil, Cla. Anggap bayar nastar setoples yang aku habisin."

Clary menggaruk tengkuk yang tidak gatal. Untung ia tidak membawa koper, cuma travel bag kecil. "Ya udah. hati-hati nyetirnya, jangan ngebut."

Perjalanan panjang, tak terasa menjemukan karena kelakar Gendhis dan kadang kelolaan Clary yang kadang menjadi bahan candaan. Satu jam kemudian mereka sudah memasuki halaman rumah sakit besar yang berada di ring road utara.

Begitu mereka datang di kamar Tante Suwi sudah ada Bu Nuh, Bu RT yang juga pemilik kos-kosan, Bu Jito serta seorang gadis yang dikenalkan bernama Duwi. Duwi ini memang diminta Bu Nuh untuk membantu Clary menjaga Tante Suwi.

Mengalihkan rasa tak nyaman dengan kedatangan Clary, Tante Suwi yang wajahnya merah padam, menyapa Gendhis.

"Kamu Gendhis yang calon dokter gigi itu, kan?" tanya Mama Suwi.

"Iya, Nte." Gendhis menduga Tante Suwi benar-benar sakit parah hingga tak mengenalinya.

"Tambah cantik aja kamu." Sukma Dewi sengaja memuji Gendhis demi menyindir Clary. "Nggak kayak sebelahmu, makin bikin sepet."

"Wah, Tante sakit parah bener. Sampai halusinasi gitu. Ck, ck, ck." Gendhis menggeleng-gelengkan kepala dengan ekspresi prihatin.

Kontan sukma Dewi mengerutkan kening. Ternyata sama aja Clary dengan temannya. "Kapan kamu nikah, Ndhis? Clary batal!" ucapnya dengan bibir setengah mencibir.

Gendhis memberikan cengiran. Ia mengusap rambut hitam lurusnya. "Ba ... tal, Nte."

Senyum sinis Sukma Dewi tersungging. "Kali aja calon kamu nggak tahan sama kelakuan kamu yang kalau ngomong clap-clup."

Raut Gendhis langsung kusut. Nenek Sihir ini tidak tahu apa tapi malah clap clup menyulut rasa kesal di hati Gendhis. "Untungnya Mama saya nggak habisin uang dp nikahnya, sampai ditagih debt collector." Walau wajah Gendhis memerah, ia masih bisa tersenyum.

Sukma Dewi kontan mendelik. "Kamu ke sini cuma mau nyindir saya? Tante kira kamu anak baik, ternyata sama aja durhakanya kayak teman kamu itu. Lebih baik pulang aja deh, belajar sopan santun dulu sama mama kamu!" Cecaran Sukma Dewi mengalir bagai Air Terjun Gerojokan Sewu.

"Saya juga ke sini mau nganterin Cla kok, Nte." Mata Gendhis menyipit memberikan tatapan sengit.

Clary cepat-cepat mengelus pundak mamanya. "Ma, udah deh. Jangan gitu, ntar naik lagi tensinya."

Gendhis "Sang Jomlo Legend"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang