27. Usaha Belud

840 156 56
                                    

Mami Bella hanya bisa mengembuskan napas panjang. Ia paham kegundahan Gendhis. Gadis yang tampak ceroboh itu terlihat memikirkan matang-matang sebelum memutuskan untuk menerima Lud kembali. Terlebih Mami Bella menyadari, tak semua gadis bisa bertahan dengan sifat pendiam dan dingin Lud yang seperti patung lilin. Melihat penolakan Gendhis, wanita itu yakin putranya telah menyakiti hati sang kekasih.

“Mi, Ndhis pulang ya?” kata Gendhis menyudahi percakapannya. Hati kecilnya tak rela kehilangan sosok wanita cantik yang menyayanginya dengan tulus selain mamanya. Namun, pernikahan bukan karena pertimbangan menyenangkan orang lain. Gadis itu harus memikirkan matang-matang karena tidak ingin menyesal di kemudian hari.

Saat Gendhis hendak bangkit, Mami Bella menahannya. “Tunggu. Biar diantar Sinyo ya.”

“Nggak usah, Mi. Ndhis naik motor kok,” tolak Gendhis.

Mami Bella mengacungkan telunjuk lalu menggerakkan ke kanan dan ke kiri. Wanita itu melarang Gendhis beranjak. Ia segera berdiri lalu berjalan menuju kamar rawat inap Akong untuk memanggil putranya.

Gendhis tidak bisa membantah. Ia hanya diam, sementara matanya menatap punggung Mami Bella. Seharusnya ia bisa menolak mentah-mentah dan bergegas pergi dari tempat itu. Nyatanya, pantatnya masih melekat di permukaan aluminium kursi tunggu.

Gendhis menunduk. Ia bingung menghadapi Lud. Antara senang tapi juga bingung dengan sikap lelaki berwajah oriental itu. Gadis itu hanya menjentikkan kuku seolah ingin mengeluarkan kegundahannya semudah ia membersihkan kotoran yang menyelip.

“Ndhis, ayo aku antar.”

Suara Lud menggetarkan hati Gendhis. Gadis itu selalu kalah dengan pesona Lud. Tapi, Gendhis harus menguatkan hatinya.

“Sebenarnya nggak perlu, Mas. Aku kan bawa motor. Mas Lud nanti pulangnya gimana?” tanya Gendhis berusaha menolak. Ia tidak ingin terjebak dengan Lud yang bisa mengombang-ambingkan hatinya.

Lud tidak mengacuhkan penolakan Gendhis. “Mana kuncinya?”

Mata sipit Lud memandang lurus Gendhis. Gadis itu tidak bisa berkutik. Bagai dihipnotis, ia pun mengeluarkan kunci motor dan memberikan pada Lud. “Seandainya, kamu nggak mau ngelanjutin pertunangan kita, setidaknya ini momen terakhir aku bisa boncengin kamu.”

Hati Gendhis ngilu. Perkataan Lud itu membuat batinnya seperti terbelit sembilu. Gadis itu hanya menggigit sudut bibir bawahnya. Tanpa bicara, ia berdiri lalu mengikuti Lud yang sudah berjalan lebih dahulu.

Melihat sosok tegap dan jangkung Lud dari belakang, hati Gendhis berdesir. Sekuat tenaga ia menahan diri untuk tidak berlari memeluk raga kekar itu. Jari kakinya mengerut, untuk memperlambat langkah. Ia tidak ingin kebersamaannya itu sirna. Tapi, ia takut hatinya terluka.

Gendhis menggeleng. Sejak kapan ia menjadi pengecut dan cengeng? Ia biasa ceria. Tetapi, bersama Lud, ia sering menumpahkan air mata. 

Tak sampai sepuluh menit, mereka sudah ada di parkiran motor. Tanpa Gendhis tunjukkan di mana letak Ducky Duck, dari jauh Lud bisa mengenali dari helm berstiker Minnie Mouse itu. Tak dipungkiri Ducky Duck juga yang menyatukan mereka. Karena ia tak sengaja menabrak Gendhis, hingga motornya dikatakan rusak, lelaki itu terpaksa mengantar jemput Gendhis. Lud tersenyum tipis, mengenang kebersamaan yang dulu membuatnya bersungut-sungut karena selalu disuguhi ulah absurd Gendhis.

Lud mengambil helmnya lebih dahulu di motornya. Sambil mengenakan pelindung kepalanya, dia menghampiri Gendhis yang sudah membalut kepala dengan helm sehingga wajah ovalnya terbingkai manis. Walau jantung Lud berdetak dengan keras, ekspresinya tetap sama. Ia hanya perlu mengatur napas agar debarannya tak lagi bergejolak. 

Gendhis "Sang Jomlo Legend"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang