🦄7. Perkenalan🦄

457 62 4
                                    

Gendhis jingkrak-jingkrak riang tak terkira. Hidupnya sebagai "The Real Jomlo Legend" lepas sudah seiring tawaran Lud menjadi pacarnya.

Gendhis bolak-balik di kasurnya. Hanya satu kata yang ada di hati Gendhis : bahagia.

Gendhis berusaha memejamkan mata. Tapi kelopak matanya tetap saja bergerak-gerak, menandakan dia tidak juga bisa terlelap untuk tidur. Suara detikan jarum panjang jam dinding yang setia menempel di tembok di atas pintu menggaung di ruangan.

"Ih, aku kok nggak bisa tidur sih?" kesal Gendhis dengan insomnianya yang tidak tepat waktu. Dia ingin tampil segar di kencan pertamanya. Gendhis mengangkat tangan seolah menarik badan untuk mengubah posisi badannya duduk di kasur.

Dari ekor mata, Gendhis melirik jam masih menunjukkan pukul 01.04. "Oh God!!! Kenapa masih malam?" Gendhis kembali tertunduk, kecewa.

Gadis itu kembali mengambrukkan badannya ke kasur yang empuk. Gendhis menutup matanya erat, berusaha menghitung domba yang melompat-lompat.

Satu ... Seekor domba melompat melalui palang kayu memasuki kandang di imajinasi Gendhis.

Dua ... Seekor lagi domba menyusul melompat.

Tiga ... empat ... lima …

Enam ... Heh, domba apa itu, sama putihnya tapi tinggi melompat-lompat? Gendhis membuka mata, manik matanya bergulir dari ujung kanan ke ujung kiri.

"Kenapa domba bisa berubah jadi pocong? Aaaarrrrgggghhh, mentang-mentang sama-sama putih, si poci ikut nimbrung. Mana mau aku ngitung pocong lompat?" Gendhis mulai frustasi.

Dia memilih membuka mata. Setiap memejam mata, bayangan berbetuk guling melompat-lompat itu dengan sadis menguasai pikirannya. Gendhis mengesah. Sejak dikatakan penampakan, Gendhis sering bermimpi buruk. Entah dikejar suster ngesot sewaktu di klinik, tiba-tiba pasien yang ditangani berubah jadi drakula dengan taring yang panjang, dan kini domba lucu itu berubah jadi pocong.

Gendhis akhirnya memilih untuk membuka matanya. Menatap lurus langit-langit berwarna putih yang ada di atasnya. Di tengahnya melekat lampu yang masih menyala terang. Bunyi detikan jam menandakan bahwa waktu bergerak, tetapi terasa lambat bagi Gendhis.

"Hah, kenapa pagi lama sekali?" gerutu Gendhis. "Hah, kenapa aku ga bisa tidur?"

Gendhis bergantian menatap jam yang menggantung di dinding. Bola matanya mengikuti pergerakan jarum jam hingga lama-lama kesadarannya menurun dan dirinya terlelap ke alam mimpi.

***
Gendhis membuka mata. Dia sempat mengerjap-ngerjapkan mata yang lengket karena dipenuhi kotoran mata. Otaknya mencerna mengingat pesan Lud semalam.

Lud ... kencan?

Seketika organ pengisi tengkoraknya merangkai ingatan tentang jadiannya dengan Lud semalam lalu. Buru-buru dia menegakkan tubuh, dan loncat dari tempat tidurnya. Disipitkan mata untuk melihat waktu yang tertera di jam dinding.

"God!! Hari ini kencan!"

Gendhis bergegas membuka jendela, menghirup dalam-dalam udara pagi yang bersih. Jendela kamar Lud sudah terbuka, tapi ia tak melihat sosok lelaki rupawan itu di kamarnya.

Suara ketukan terdengar. Ia kemudian membuka pintu dan terkuaklah Clary dengan wajah sendu sambil membawa sepiring bakpao yang masih mengepulkan uap.

"Cla!" 

Mata Clary berbinar mendapati Gendhis. Ia kemudian masuk di kamar yang masih berantakan.

"Ndhis, aku mau nanya nih," kata Clary sambil menaruh piring bakpao di meja. 

Gendhis "Sang Jomlo Legend"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang