Hallo! Jumpa lagi bareng Gendhis dan Belud. Makasih yang udah menanti cerita ini. Xixixi, maapkeun kemarin malam aku ambruk jadi lupa update. Semoga terhibur yak. Jangan lupa jejak cintanya😍
💕💕💕
Langkah Gendhis berderap menyusuri lorong apartemen yang sepi. Saat ia hendak menekan tombol lift, telunjuknya bergetar. Ia menggeleng, dan menarik jari, urung membuka.
Gadis itu berdiri terpaku di depan pintu yang permukaannya bisa memantulkan penampakan dirinya. Sungguh kontras kulit Gendhis dengan perempuan tadi. Seperti gula pasir premium dan gula merah.
Gendhis menunduk lemah. Ia berharap Lud mengejarnya, seperti di drama Korea romantis. Namun, seperempat jam Gendhis ada di situ sambil menahan air mata, Lud tak juga muncul.
Dengan terpaksa, akhirnya Gendhis menekan tombol pintu lift hingga derik kasar terdengar saat terbuka. Melangkah gontai, Gendhis memasuki bilik kecil yang hendak membawanya turun ke lantai dasar. Asanya kini menguap hidup berbahagia bersama Lud.
***
Lud termangu saat mendapati Gendhis sudah ada di apartemen. Melihat penampakannya dan Diana, ia yakin gadis itu salah paham.
"Siapa yang barusan itu, Lud?" tanya Diana, teman satu fakultas. Diana datang untuk mengerjakan tugas kelompok praktek sidang untuk minggu depan.
Karena ada peristiwa akibat kecerobohannya—menumpahkan air minum di baju Diana—membuat Lud meminjamkan kaus sementara Diana bisa menyetrika untuk mengeringkan.
Lud mendesah. Rasanya virus Gendhis sungguh infeksius karena akhir-akhir ini ia terserang kecerobohan yang akut.
"Tunanganku! Sorry, ya, Di. Malah nggak enak kamu dipikir macem-macem sama Gendhis." Lud menggaruk rambut basahnya. Ia sengaja mandi sambil menunggu Diana selesai menyetrika di kamar.
"Trus, celanamu?" Lud menunjuk dengan dagunya.
"Mau ambil CD di tas. Habis sampai dalamannya basah." Diana menarik ujung kaus kedodoran Lud dengan wajah memerah.
"Ya udah, sono. Kalau tahu Deva, aku bisa dihajar." Lud membuang muka. "Oya, gantinya di kamar mandi aja. Aku mau ganti baju juga."
Lud kemudian masuk ke kamar. Ia memijat pelipis dengan jari tengah dan jempol. Melihat ekspresi Gendhis, lelaki itu tahu tunangannya membayangkan yang tidak-tidak.
Tak mungkin juga Lud mengejar Gendhis dalam keadaan berbalut handuk. Ia bukan tipe lelaki romantis, atau tokoh dalam cerita komik yang disukai Gendhis. Lud hanyalah lelaki biasa yang bercita-cita hidup selibat tetapi niatnya dihalangi oleh keluarga karena ia harus meneruskan garis keturunan Keandra.
Lud menggapai gawai. Beberapa pesan yang hanya ia baca terpampang di layar. Lelaki itu akhirnya menekan tombol panggilan, tapi yang ada hanya suara perempuan yang menjawab telepon Gendhis dalam keadaan tidak aktif.
***
Sesampainya di rumah, Gendhis mengambrukkan pantat begitu saja di atas ranjang. Air mata baru meluncur deras di pipi setelah beberapa saat ia tahan. Gadis itu merutuk, bagaimana bisa Lud tidak mencegahnya pergi atau berusaha menyusul.
Gendhis merogoh gawai. Saat menekan tombol sampai smartphone ia menyadari dayanya sudah habis. Ia menepuk dahi. Selalu saja ia ceroboh!
Buru-buru Gendhis bangkit dan mencolokkan charger pada lubang smartphone. Menunggu beberapa saat hingga baterai terisi daya, gadis itu lantas menyalakan gawai, berharap mendapati pesan dari Lud.
Tapi, asa tinggi itu tidak terwujud. Tak ada satu pun pesan dari Lud yang masuk ke aplikasi pesan.
Gendhis menyadari sesuatu. Mungkin dia terlalu memaksakan perasaan. Benar kata Lud, otak gadis itu terlalu teracuni oleh khayalan manis dari komik yang di baca.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gendhis "Sang Jomlo Legend"
ChickLit"Ah, kamu ini suka yang gratisan mulu. Sekali-sekali pesen napa? Nglarisin punya temen pahalanya banyak. Kali habis itu dapat lepas status jomlo legend-mu." - Clary. "Clary, kayanya aku harus makan nasi rendangmu biar jodoh sama belud!!" Gendhis Ar...