Walau Gendhis telah mendapatkan Lud, tetap saja ia merasa insecure. Bagaimana tidak ia merasa cemas kalau saudara-saudara sepupunya merasa ada yang salah dengan lamaran itu. Kumbang, kakak lelaki Gendhis pun merasakan hal yang sama.
"Kamu nggak hamil dulu 'kan, Ndhis?" tanya Kumbang, saat Gendhis meletakkan mangkuk di dapur.
"Ih, Mas Kumbang kok gitu sih?" Gendhis melirik tajam Kumbang yang masih asyik melahap dessertnya.
"Lagian lamaran dadakan gini. Mana nggak ada kabar-kabar kamu punya pacar." Tiba-tiba mata Kumbang menyipit. "Atau jangan-jangan ... kamu menjebak Lud?"
Gendhis mencubit keras lengan sang kakak. Lelaki itu selalu berpikiran aneh dan mempunyai ide absurd. Namun, keanehan itu tertutupi dengan tampilan fisik Kumbang yang cukup membuat para gadis berdecak kagum.
Gendhis akui, penampilannya dengan sang kakak seperti langit dan bumi. Kumbang mempunyai perawakan tinggi dan atletis, berkulit kuning bersih, dengan hidung yang menjulang. Sangat berlawanan dengan Gendhis yang cenderung pendek dan berkulit gelap.
"Mas, kamu Masku bukan sih?" Gendhis memicing mengamati kakaknya yang meringis karena kesakitan dengan cubitan sang adik.
"Nggak kali, ya? Kayanya kamu anak pungut?"
Gendhis memberungut dengan melempar tatapan sengit. Selalu saja Kumbang mengungkit bahwa ia adalah anak yang dipungut di comberan.
Melihat adiknya yang bermuka masam, Kumbang lantas menarik kedua pipi Gendhis. "Iya, aku ini Masmu. Makanya itu aku cemas. Lud ... dia persis oppa Korea, dapatin kamu yang ...." Kumbang menggeleng-geleng. Sesekali ia berdecak seolah prihatin memperhatikan penampakan sang adik dari atas ke bawah.
"Aku kenapa? Kata Mas Belud aku manis?" Gendhis memperhatikan penampilannya. Tak ada yang aneh. Walau kebaya yang dikenakan murah tapi terlihat pas membalut tubuh.
Tawa Kumbang menyembur. "Hati-hati aja. Mulut manis bisa aja tukang selingkuh. Sekarang banyak loh tikung menikung. Tuh lihat Cla nempel terus sama cowok itu. Bukannya dia udah punya tunangan juga?"
Gendhis yang awalnya tidak memperhatikan Clary akhirnya mengikuti arah gerak dagu Kumbang. Kumbang memang sempat mengenal Yudi yang menjadi adik kelasnya di jurusan.
Gadis itu menelan ludah menyadari perkataan sang kakak. Clary sama Damai? Tapi, mereka 'kan hanya sebatas kenal? Gendhis memicing, memperhatikan tingkah Clary yang memang tampak dekat dengan Damai.
Gendhis menggeleng, menepis pikiran buruk. Dia tidak mempercayai bahwa Clary berselingkuh dengan Damai. Hanya saja, melihat tatapan mendamba temannya pada dokter muda itu membuat Gendhis didera rasa penasaran. Apa karena Iyud juga berselingkuh? Pikir Gendhis.
Gendhis mengernyit. Kenapa orang-orang tak setia. Ia membenci perselingkuhan. Sakitnya di hati. Nyeri tapi tak berdarah.
Setelah acara tunangan, Clary memilih pulang lebih dahulu. Tante Suwi yang tampak tak menyetujui kepergian anak tirinya membuat gadis itu pulang cepat-cepat. Lagipula esok hari ia hatus bersiap untuk acara wisuda. Tentu saja ia pulang dengan mobil Damai karena teman kos dokter itu seolah ingin memberi mereka kesempatan berdua.
Entah kenapa di mata Gendhis, sepertinya Clary senang sekali bisa jalan berdua dengan Damai. Ucapan Kumbang berhasil menyusupkan pikiran negatif di otaknya. Gendhis berdecak. Perempuan mana yang tidak suka dengan lelaki seatletis Damai. Postur yang ideal itu didukung oleh wajah berahang tegas tapi memancarkan pandangan lembut yang mampu menghipnotis semua gadis. Hanya saja senyum sang dokter yang sering diobral itu membuat Gendhis sama sekali tak tertarik dengan pria tampan itu. Namun, berbeda bagi Clary. Senyuman Damai dibalas dengan lengkung bibir ke atas yang membuat pipi merona itu menggelembung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gendhis "Sang Jomlo Legend"
ChickLit"Ah, kamu ini suka yang gratisan mulu. Sekali-sekali pesen napa? Nglarisin punya temen pahalanya banyak. Kali habis itu dapat lepas status jomlo legend-mu." - Clary. "Clary, kayanya aku harus makan nasi rendangmu biar jodoh sama belud!!" Gendhis Ar...