26. Merayu Gendhis

880 157 47
                                    

Gendhis menatap Lud dengan kerutan alis. Semua orang yang ada di situ terperangah. Bahkan mereka sampai mengangakan mulut lebar karena tak percaya dengan perkataan Lud. Si cowok pendiam yang seperti patung lilin itu buka suara mengenai perasaannya. Hal itu layaknya peristiwa ajaib yang dialami oleh keluarga Keandra. Mata Mami Bella bahkan memerah. Permukaannya berkaca-kaca karena terharu dengan apa yang dilakukan anaknya.

Namun, tidak bagi Gendhis. Ia justru mengernyitkan alis tajam. Kepalanya meneleng karena tidak percaya dengan apa yang Lud lontarkan. Gendhis bahkan menggosok lubang pendengarannya seolah ingin mengeluarkan kotoran yang menyumbat. Bisa saja ia hanya salah dengar.

"Mas Lud nglindur (mengingau)?" tanya Gendhis saat menyadari ia tidak salah dengar.

Lud mendengkus, disambut dengan gelak tawa Akong, Ester dan Mami Bella. Ia berdeham salah tingkah. Wajahnya sudah seperti kepiting matang yang diangkat dari air mendidih. Pandangannya tak tentu arah, menghindari tatapan orang-orang.

"Kamu ini. Orang ngomong serius ditanggapin gitu," keluh Lud, berusaha menyingkirkan rasa malu.

Gendhis menaikkan sudut bibir atas kirinya. Ekspresinya mencemooh, tapi justru membuat Lud gemas. Sejak bibir mereka pernah bertaut, Gendhis selalu membayangi malam-malamnya.

"Mungkin ya, Mas. Kalau Gendhis yang dulu, aku bakal nari jumpalitan kaya orang gila. Tapi nggak sekarang." Sambil mencebik, ia menggelengkan kepala. "Aku nggak percaya!"

Suara Gendhis terdengar tegas. Ia menarik tangan yang digenggam Lud kemudian mengelapnya seolah telapak tangan lelaki muda di depannya itu infeksius dan beracun sehingga bisa menularkan penyakit. Setelahnya, ia bersedekap, seraya melontarkan pandangan sengit ke arah Lud.

Lud mendesah panjang. Ia mengangkat tangannya ke belakang. Beberapa saat kemudian tangannya tampak memegang ujung kalung dan saat menarik kalung itu keluar dari dalam kausnya, tampaklah dua cincin yang menggantung.

"Ini, Ndhis. Alasan kenapa aku saat itu nggak ngejar kamu! Bukan kamu nggak berharga, tapi aku harus mencari cincin ini untuk membuktikan cintaku. Perasaan yang berusaha kamu buang itu aku cari sekuat tenaga. Malam hingga menjelang malam besoknya lagi aku nggak berhenti nyari. Aku rela mengais-ngais sampah, demi menemukan cincin kita. Sebuah lambang cinta yang utuh dan tak terbagi."

Gendhis mengembuskan napas kasar. Ia menggigit bibir. Benar-benar gadis itu bimbang dengan sikap Lud. Kenapa juga dia harus bercerita sekarang? Saat Akong ambruk dan seolah menodong mereka? Gendhis mencengkeram lengan atas kirinya berusaha menahan gejolak tak menentu di dalam hati.

Bola matanya bergulir mengarah ke Lud yang menatapnya sendu. Gendhis bahkan menggigit lidahnya agar tidak berucap apapun. Namun getaran otot pencecap itu, tetap saja membuatnya melempar tanya.

"Kenapa Mas Lud diam saat aku dihina? Kenapa nggak menemui aku sesudah menemukan cincin itu? Kenapa Mas Lud ...." Gendhis mengepalkan tangannya. Ia menggeleng. Matanya terasa sangat pedas. Gendhis yakin bila berada di situ lama-lama, pertahanannya akan runtuh. Ia tidak ingin menjadi seperti keledai yang jatuh pada lubang yang sama.

"Akong, Mbak, Ma, Ndhis pamit dulu, ya?" Gendhis berbalik. Ia melangkah selebar mungkin seperti pencuri yang tertangkap basah dan hendak melarikan diri.

Cincin itu sudah ditemukan? Tidak mungkin! Bisa saja ia membeli baru? Tapi buat apa? Otak Gendhis terasa semrawut.

Namun,begitu dua langkah ia melalui ambang pintu, tiba-tiba saja tubuhnya tertarik dan terputar ke belakang. Tangan kekar itu menyergap lengan Gendhis. Tubuh mungilnya seperti tertarik magnet hingga mendarat di dada bidang Lud Keandra.

Begitu menghirup aroma manis yang menguar dari tubuh Lud, hati Gendhis meleleh. Seperti cokelat yang mencair. Saat ia berusaha meronta, rengkuhan Lud semakin erat. Hingga akhirnya Gendhis diam dipeluk oleh Lud.

Gendhis "Sang Jomlo Legend"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang