Gendhis gelisah karena menunggu Lud, lelaki yang berhasil membuatnya melupakan sakit hati atas penghinaan yang dilakukan oleh Bima. Gadis itu sengaja menunggu di depan gedung fakultas.
Gendhis berjalan hilir mudik seperti setrikaan di tepi jalan, tepat di depan tulisan Fakultas Kedokteran Gigi. Gendhis berulang kali melihat melihat ke arah jam digital yang melingkar di pergelangan tangannya.
15.15
"Masih seperempat jam Gendhis, palingan Belud satu itu lagi sibuk atau kena macet," gumam Gendhis berulang.
Gendhis yang lelah mondar mandir tak jelas, akhirnya memilih duduk berjongkok di pembatas taman depan fakultas.
Sudah dua jam Gendhis menunggu dan ia masih yakin Lud akan menjemputnya. Gadis itu menggambar di tanah dengan tulang daun untuk mengusir kejenuhan.
Gendhis menggambar orang dengan model lingkaran dan garis untuk membentuk tubuh. Persis seperti gambar anak Taman Kanak Kanak.
Gadis itu sangat fokus membuat karya, sampai tak sadar seseorang mendekatinya. Matanya menangkap sneakers putih menutup kepala orang yang digambarnya.
"Jelek sekali gambarmu, Ndhis!" Suara itu mengangetkan Gendhis.
Pelan-pelan Gendhis mendongak memindai sosok yang ada di depannya dari ujung sepatu ke atas.
"Mas Lud." Mata Gendhis membulat dan berbinar melebihi lampu jalan yang mulai menyala karena hari mulai gelap.
Sontak Gendhis meloncat berdiri dan merangkul Lud yang terkejut dengan ulah Gendhis.
"Nggak gini juga kali, Ndhis! Tolong ya, tangannya." Lud mendorong Gendhis dengan telunjuknya yang terlalu berlebihan senangnya karena dijemput.
"Habis seneng banget Mas Lud jemput aku," ujar Gendhis.
"Kamu beneran sakit?" selidik Lud dengan mata memicing.
Mati aku!! Aku lupa kalau sakit kaki, malah loncat-loncat kaya kelinci.
"Aduhhhh, tuh kan jadi inget nyeriku lagi! Tadi sempet ilang karena seneng banget Mas Lud jemput aku. Bukannya 'hati yang gembira adalah obat yang manjur'?" Lud mendengkus mendengar Gendhis berdalih.
"Ayo!" Lud melangkah menuju motornya diikuti Gendhis di belakang. Gadis itu tersenyum-senyum tak jelas karena Lud termakan jebakannya.
Dan kini, Gendhis sudah duduk manis di belakang boncengan motor Lud. Otak Gendhis berputar mencari cara agar bisa berlama-lama dengan lelaki itu.
"Mas!" panggil Gendhis yang tidak diindahkan Lud.
"Mas!" kini teriakan Gendhis lebih kencang. "Mas Lud!!"
"Apaan sih? Aku nggak budeg tauk!" sergah Lud kesal.
Gendhis mencebik. "Habis aku panggil nggak dijawab.""Apaan?" Terpaksa Lud menanggapi Gendhis.
"Makan yuk?" Dari spion Lud bisa melihat cengiran lebar Gendhis.
"Nggak usah, masih kenyang," tolak Lud.
"Aku laper banget. Harusnya tadi aku diajakin makan pas jam 3. Tapi aku bilang aku udah dijemput," kata Gendhis mengarang indah ceritanya.
Lud mengembuskan napas keras dari balik maskernya. Matanya menangkap wajah memelas Gendhis dari kaca spion. "Ya udah. Mau makan di mana?" tanya Lud dengan ketus.
Yes!
"Enaknya dimana ya, Mas? Ehm, gimana kalau di pujasera Mrican?" tanya Gendhis.
Lud mendengkus keras."Nggak ada yang lain?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Gendhis "Sang Jomlo Legend"
ChickLit"Ah, kamu ini suka yang gratisan mulu. Sekali-sekali pesen napa? Nglarisin punya temen pahalanya banyak. Kali habis itu dapat lepas status jomlo legend-mu." - Clary. "Clary, kayanya aku harus makan nasi rendangmu biar jodoh sama belud!!" Gendhis Ar...