Mata Lud membulat saat mendengar ucapan istrinya. Jemari yang melingkar di lengan Gendhis mengendur. Gadis itu melerai cengkeraman Lud dan bergegas masuk ke kamar mandi.
Lud termangu. Apa yang dikatakan Gendhis itu seolah kode keras agar ia harus segera melakukan kewajibannya sebagai seorang suami. Lelaki itu kemudian duduk di bibir ranjang. Sepertinya hari ini adalah saat untuk membuka apa yang dialaminya.
Sementara itu, di dalam kamar mandi, Gendhis merutuki lidahnya yang menggetarkan kejujuran bahwa ia ingin dijamah oleh Lud.
"Gendhis, kamu ini nggak tahu malu banget! Udah bucin, agresif pula! Arrgghhh!!!" Gendhis mengacak rambutnya kasar. Ia menutup wajah karena malu mengatakan bahwa ia memang ingin menjadi istri sepenuhnya untuk Lud.
Gendhis menghela napas. Ia menggigit bibir, melupakan sejenak rasa malunya. "Udahlah, Gendhis. Sejak kapan kamu punya malu?"
Gendhis pun akhirnya membuka pakaiannya untuk melanjutkan membasuh badan yang lengket karena tidur berdempetan dengan Clary semalam.
Selama lima belas menit ia membersihkan raganya. Mulai dari keramas, mencuci muka, menyikat gigi hingga menggosok badan dengan sabun yang konon katanya bisa membuat kulit sebening kristal. Setelah ia menyelesaikan ritual mandi, Gendhis menyeka badan. Namun, saat ia meletakkan kembali handuknya di kapstok, paku gantungan baju itu terlepas sehingga baju bersihnya jatuh dan basah.
"Shit!" umpat Gendhis menyadari kecerobohannya.
Gendhis menatap baju yang tidak bisa diselamatkan, karena mendarat pada genangan air. Ia pun lalu membebat tubuhnya dengan handuk yang tak ikut jatuh lalu mengambil baju kotor dan basahnya. Hanya dengan balutan handuk sebatas dada hingga separuh paha, Gendhis keluar menenteng baju dan meletakkannya ke dalam mesin cuci matic front load.
Gendhis akhirnya masuk ke kamar. Langkahnya terhenti saat melihat Lud duduk dengan wajah yang tertekan. Alisnya mengerut ke tengah dengan 3 garis yang tercetak di pangkal hidung mancungnya.
Gendhis mengernyit. Ia keheranan melihat ekspresi datar itu terlihat mendung. "Mas?"
Lud mendongak. Matanya memindai Gendhis yang hanya berbalut handuk dengan rambut yang basah meneteskan air di bahu yang terkuak.
"Ndhis?"
Lud bangkit. Dua langkah lebar mampu menjangkau Gendhis. Ia menarik gadis itu dalam rengkuhannya.
Mata Gendhis membeliak, saat Lud memeluknya erat. Sensasi hangat merayap kala kulit Gendhis bersentuhan dengan indra peraba sang suami. Kecupan pun didaratkan pada pucuk kepalanya yang masih basah.
"Ndhis, aku tulus sama kamu! Aku itu benar-benar sayang sama kamu. Bukan aku nggak mau sentuh kamu. Tapi aku ... aku ... aku ...." Lud tergagap.
Gendhis mengurai dekapan Lud. Ia mendongak. "Mas kenapa?"
"A-a-aku ...." Lud menggeram. Ia kesal karena lidahnya kaku. Ia menunduk tak berani menatap mata kelam Gendhis.
"Mas kenapa?" tanya Gendhis menuntut jawaban.
"'Adik'-ku nggak bisa bangun," jawab Lud dengan suara serak. Ia memalingkan pandang ke kanan, menghindari pandangan Gendhis.
"Adik? Bukannya Mas anak bungsu?" Gendhis masih belum ngeh.
"Bu-bu-bukan itu ...."
"Bukan itu?" Alis Gendhis semakin mengernyit.
"Maksudnya ... ini ...." Jari telunjuk Lud menunjuk ke bawah. Wajah lelaki itu memerah. Rasanya saat itu Lud ingin lenyap ditelan bumi.
Gendhis mengurut arah telunjuk Lud. Ia mengerjap. Ujung telunjuk suaminya mengarah pada pangkal paha yang diselubungi celana pendek katun. Otak cerdas gadis itu menggabungkan informasi sepenggal-sepenggal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gendhis "Sang Jomlo Legend"
ChickLit"Ah, kamu ini suka yang gratisan mulu. Sekali-sekali pesen napa? Nglarisin punya temen pahalanya banyak. Kali habis itu dapat lepas status jomlo legend-mu." - Clary. "Clary, kayanya aku harus makan nasi rendangmu biar jodoh sama belud!!" Gendhis Ar...