🦄4. Jebakan Belut🦄

702 71 4
                                    

Mengetahui Belud, cowok ganteng layaknya oppa Korea itu ada di kos sebelah, berjarak tak sampai 10 meter dari kamarnya, membuat Gendhis selalu terngiang-ngiang lelaki itu.

Gendhis dengan sikap berlebihannya kadang memandangi tembok dengan tatapan kosong seolah manik matanya mempunyai kemampuan seperti sinar X-ray yang bisa membuat tembok itu menjadi transparan, dan dia bisa melihat apa yang dilakukan lelaki rumah sebelah.

Namun, semakin Gendhis menatap tembok itu gadis itu tahu bahwa itu hanya khayalan konyolnya belaka. Tembok itu tetap kokoh berdiri membatasi kamarnya dengan lingkungan luar. Pepatah "Jauh di mata, dekat di hati" tidak berlaku bagi Gendhis. Yang ada Gendhis justru merasa "Dekat di mata, jauh di hati". Lud benar-benar seperti belut licin yang susah ditangkap oleh Gendhis. Jangankan ditangkap, didekati saja susah.

Gendhis menghela napas panjang. Ia hanya menundukkan kepala dan duduk di tepi ranjang di hari pertamanya pindah di kos Edelweis itu. Suasana malam sudah semakin larut. Bulan dan bintang menggantung di langit cerah, secerah hati Gendhis yang berbunga.

Gendhis menajamkan telinga, meraup semua bunyi-bunyian di sekitarnya. Hanya suara jangkrik yang menemani malam mereka, dan terdengar sayup gemuruh suara tawa berat khas para lelaki berkumpul di kos sebelah.

Gendhis menghampiri jendela. Ia membuka perlahan daun jendela untuk melihat apa yang terjadi di luar, tepatnya di kos sebelah. Begitu jendela terbuka, angin berembus kencang memasuki kamar, mengibarkan gorden yang tadinya tenang menjuntai di ambang jendela.

Gendhis mengintip sekilas, dan dia melihat jendela kamar Belud terbuka. Tampak Lud dan beberapa lelaki duduk bercengkerama sambil sesekali tertawa.

Mata Gendhis berbinar saat mendapati tawa Lud. Wajah lelaki itu tampak lain bila mengumbar tawa dan senyum.

"Bisa juga dia ketawa." Mata Gendhis masih tertuju pada sosok yang membuatnya terpesona. "Manis." Gadis itu terkikik dan tersenyum hingga pipinya menggelembung.

Namun, sejurus kemudian mereka bersitatap, membuat tawa Lud terhenti seketika. Bola mata Gendhis membulat, dan segera ia menutup cepat celah jendela yang terbuka sedikit saat mengintai.

Jantung Gendhis berdebar. Ia yakin lelaki itu mengetahui bahwa Gendhis mengamatinya.

"Aku tutup ya jendelanya. Aku kaya lihat penampakan!" Suara yang terdengar itu adalah suara Lud. Gendhis sudah hafal suaranya karena dua kali pertemuan mereka.

Beberapa detik kemudian terdengar bantingan jendela tertutup kasar, disertai suara kikikan yang samar.

Apa??? Penampakan?? Cewek manis gini dibilang penampakan??

Gendhis menyibak rambut tanggungnya, menepis rasa kesal karena mendengar sesuatu yang tak mengenakkan di pendengaran.

Tenang Gendhis, jangan geer!! Sapa tahu dia emang indigo, bisa lihat penampakan ...

Gendhis terdiam sejenak, berpikir.

Kalau dia indigo, berarti bener dong disini ada penampakan. Wuuuaaaa ....

Gendhis bergegas meloncat ke kasurnya dan menutup tubuhnya dengan selimut. Dia komat-kamit merapal doa, berharap yang dipikirkannya tidak ada.

Dan malam ini, Gendhis memilih tidur dengan ditemani nyala lampu.

***

Hari ini Gendhis harus berangkat ke kampus karena ada rapat panitia untuk persiapan ospek fakultas. Seminggu lagi tahun ajaran baru akan dimulai. Para mahasiswa baru akan diorientasi dalam kegiatan ospek. Namun, pagi ini Gendhis sedikit bingung karena dia tidak punya kendaraan. Daisy si bebek merahnya mengalami kerusakan di ban saat jatuh ditabrak Lud dan jarak kos ke kampus cukup jauh.

Gendhis "Sang Jomlo Legend"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang