Setelah kondisi Lud membaik, rupanya tidur bersebelahan dengan Gendhis adalah tantangan tersendiri. Wajah istrinya yang terlelap itu justru membuat naluri primitifnya tergugah. Bahkan malam sebelumnya ia bermimpi menyatukan raga dengan Gendhis hingga tak sadar keluarlah cairan yang ditahan.
Pagi ini, seperti dua hari sebelumnya Lud akan bertanya pada Gendhis begitu mereka bangun.
"Ndhis, udah selesai belum?" tanya Lud begitu melihat istrinya selesai doa pagi.
Gendhis menggeram. "Mas Lud, nanya mulu ih. Baru juga tiga hari?"
Lud mendesah kecewa. Dua hari kemarin Gendhis mengalami nyeri haid seperti biasa. Mendekat pun Lud tak bisa karena Gendhis akan selalu menepis. Jangankan berpetualang ke lekuk tubuh langsing itu, dipeluk saja Gendhis akan beringsut menjauh.
"Ya, siapa tahu tiba-tiba mampet," kata Lud sambil menegakkan tubuh.
Gendhis terkekeh. Ternyata sisi lain Lud yang memendam hasrat sangat menggemaskan. Gadis itu menangkup pipi tirus itu lantas mengecup kilat bibir merah sang suami.
"Sabar, ya, suamiku." Dengan tersenyum manis, Gendhis menepuk pipi Lud.
Mata sipit itu menjadi satu garis. Dengkusan kasar terdengar karena Gendhis seolah tidak merasa bersalah.
"Lihat saja nanti, Ndhis. Rasakan jurus mautku 'Dibelit belut'."
***
Sejak menggeliatnya belut kecil, jantung Gendhis berdebar saat berdekatan dengan Lud. Gadis itu tidak bisa menatap langsung mata sipit yang tajam karena pandangan Lud sekarang seolah ingin menerkamnya.Beruntung Lud disibukkan dengan persiapan sidang skripsi. Setidaknya lelaki itu teralihkan perhatiannya sehingga tidak bertanya setiap saat apakah ia sudah berhenti menstruasi.
Hari ini adalah hari ke dua belas sejak hari pertama datang bulannya. Pagi ini, Gendhis bangun lebih pagi untuk menyiapkan sarapan bergizi, menyetrika baju yang akan digunakan sidang dan menyemir sepatu kulit milik suaminya.
Mereka menyiapkan sarapan bersama sebelum Lud berangkat. Berulang kali Gendhis mengingatkan apakah ada yang ketinggalan. Walau ia tidak menjalani sidang, tapi gadis itu ikut tegang.
"Ndhis, aku itu nggak seceroboh kamu. Semua udah aku siapin semalam. Tadi udah aku cek lagi," kata Lud sambil memakai sepatu.
Gendhis mencebik. "Iya. Nanti kabari hasilnya ya, Mas. Aku jadi ikut deg-degan."
Lud tersenyum manis. Ia bangkit lalu mengecup bibir istri manisnya. "Iya. Pasti aku bawa kabar lulus tanpa revisi. Nanti malam tinggal nagih hadiahnya."
"Hadiah?" tanya Gendhis dengan kerutan alis.
Lud menunduk. Ia berbisik di sebelah daun telinga Gendhis. "Menggemburkan lahanmu untuk menyemai bibit."
Embusan udara itu membuat gelenyar di tulang belakang Gendhis. Wajah Gendhis memerah. Ia memukul pelan pundak Lud.
"Ih, Mas Lud ternyata sama aja."
Lud terkekeh. Wajah malu-malu tapi mau itu terlihat menggemaskan. Rasanya Lud bersemangat ingin segera menuntaskan aktivitasnya hari ini agar bisa bergumul di ranjang bersama sang istri.
Malam ini Gendhis sengaja menyeduhkan ramuan untuk Lud dan dirinya. Kata Mami Bella ramuan itu hanya suplemen untuk meningkatkan kesuburan. Bahkan Mami Bella sudah membelikan susu pra kehamilan untuk diminum Gendhis.
Tak dimungkiri, gadis itu begitu tegang membayangkan dirinya akan bergelut dengan Belud dan belutnya. Lingerie Albert yang menganggur kini terpasang lagi membalut tubuh eksotisnya. Sengaja Gendhis mandi menjelang tidur untuk urusan memberi hadiah kelulusan ujian skripsi Lud yang mendapat nilai A tanpa revisi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gendhis "Sang Jomlo Legend"
ChickLit"Ah, kamu ini suka yang gratisan mulu. Sekali-sekali pesen napa? Nglarisin punya temen pahalanya banyak. Kali habis itu dapat lepas status jomlo legend-mu." - Clary. "Clary, kayanya aku harus makan nasi rendangmu biar jodoh sama belud!!" Gendhis Ar...