[38] Tenang

1.3K 101 14
                                    

Jika kalian bertanya-tanya apa yang terjadi setelah pelukan itu, jawabannya tidak ada. Karena tidak lama, Alaska langsung pergi setelah mengucapkan 'selamat ulang tahun'.

Namun, hubungan mereka sepertinya membaik walaupun masih tidak jelas putus atau terus. Biar saja berjalan apa adanya, yang penting cinta nya tetap bersemi.

Mungkin jika Leon tahu ini ia akan muntah di tempat.

Akibat hujan-hujanan semalam, Alaska pun harus istirahat seharian karena demam. Kabar baiknya, ia telah mendapatkan orang yang telah bersedia mentransplantasi kan tulang sum-sum nya. Namun ia harus menunggu beberapa hari dulu, dan menjalani berbagai pengecekan untuk mencocokan dengan tubuhnya.

Sedangkan Senja, terlihat sedang melamun memandangi balkon kamarnya.

"Ja!" Saga tiba-tiba saja muncul dari balik pintu kamar Senja. Pria itu bertingkah seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Benar-benar kakak yang baik.

"Apa?"

Pria itu masuk kedalam dan langsung memberikan sebuah kotak berwarna biru laut, "Dari Alaska."

Namun sayang, perasaan Senja terlanjur campur aduk. Ingin sehari saja ia melupakan pria itu, tapi Alaska malah bertingkah seakan menarik ulur perasaannya. Lagi pula, mereka sudah putus.

"Lo simpen aja," ucapnya jutek. Padahal setengah mati ia penasaran dengan isinya.

"Penting loh ini isinya."

"Gue gak peduli,"

"Lo gak mau liat dulu?"

"Eng-"

"Di dalemnya ada kunci mobil, tuh mobilnya diluar," Saga menunjuk arah jendela kamar Senja dengan dagunya.

Reflek Senja menengok ke arah yang ditunjuk, "Mana? Gak ada?"

"Bego, yakali Alaska mau ngasih mobil ke bocil kek lo!"

Seketika, Senja menjadi semakin kesal, "Apa sih, bang! Keluar dari kamar gue!" ucapnya sambil memaksa Saga untuk keluar.

Tepat setelah pintu tertutup, Saga berteriak, "Kalo lo penasaran apa isinya, dateng aja ke kamar gue!"

Namun lagi-lagi, ego Senja tetap menang diatas segalanya.
__________

Entah sudah berapa kali Alaska menginjakkan kaki ke ruangan ini --tempat dimana ia kemoterapi. Kali ini, yang mengantar adalah Leon dan Gilang, karena mamanya sedang ada urusan lain.

Hari ini Leon tampak berbeda, ia murung. Wajah ceria dan senyum sumringahnya entah hilang kemana.

"Santai aja kali," goda Alaska sambil menyenggol lengan Leon.

"Anjir, Lo yang mau kemo gue yang deg-deg an," desisnya.

Gilang berdesis saat melihat dokter Ryan masuk, "stttt! Bahasa Yon!" sontak Leon memukul mulutnya sendiri.

Alaska sudah tidur di atas kursi khusus, para perawat mulai menyuntikkan infus yang menyalurkan obat agar sel kanker tidak cepat menyebar. Nyeri mulai terasa, untuk menutupinya pria itu malah tertawa kecil.

"Si bego malah ketawa," celetuk Leon.

"Kalo gue nangis nanti lo yang repot."

Kalimat itu benar-benar membuat mereka terdiam.

Setelah kemoterapi selesai, Alaska tidak langsung pulang. Ia harus menginap di rumah sakit karena keadaannya melemah. Dalam tiga jam, sudah empat kali Alaska muntah.

Senja berdiri mematung menatap kaca tembus pandang di tempat Alaska berbaring. Gadis itu sudah datang sejak satu jam yang lalu, namun ia mengatakan pada Leon dan Gilang agar tidak mengatakannya pada Alaska.

Senja Di Teluk Alaska | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang