Sudah pukul tiga pagi, dan Senja masih terjaga sepenuhnya. Seharian ini, ia telah mengalihkan pehatian pada hal-hal yang mungkin bisa menghiburnya. Satu jam lalu, ia telah menghabiskan seri terakhir dari film Harry Potter. Dan sekarang, ia sangat bingung harus melakukan apa.
Senja sangat ingin tidur. Namun saat menutup mata, bukannya layar gelap malah bayangan wajah Alaska yang nampak. Gadis itu memutuskan untuk menonton ketampanan Lee Min Ho saja, agar energi positif nya tersalur pada Senja.
Bukannya fokus pada layar laptop, Senja malah memikirkan hal lain. Ketampanan Lee Min Ho tak bisa menarik perhatiannya.
Apa yang harus ia katakan jika bertemu Alaska nanti?
__________Tiga hari sudah berlalu. Beberapa kali Senja menghindar ketika berpapasan dengan Gilang, Leon, dan Galaksi. Namun di hari ketiga, Alaska sudah masuk sekolah seperti biasa. Tak ada yang berbeda dari pria itu. Masih tampan walau sedikit pucat.
Saat jam makan siang, Senja berencana untuk tidak keluar kelas sama sekali agar tidak bertemu dengan Alaska.
"Ja? Kantin gak?" ajak Luna. Arjuna terlihat sudah menunggu di depan kelas.
Senja menggeleng, "Gue males jadi nyamuk."
Luna malah tersenyum kuda, "Aseekk! bisa mojok gue sama Juna." lalu berlari pergi menggandeng pacarnya.
Kertas di balik bukunya sudah penuh dengan coreta abstrak --yang sangat menggambarkan isi kepalanya. Senja tak lapar, ia memilih tidur. Mungkin, karena beberapa hari ini malamnya terganggu, gadis itu langsung terlelap di atas meja.
Tepat setelah Senja terlelap, Alaska berjalan masuk. Ia duduk di depan gadis itu dan ikut menyandarkan kepalanya di atas meja. Matanya tepat menatap Senja yang memejam, di belai nya rambut gadis itu yang jatuh menutupi pipi. Terpancar jelas kerinduan dalam matanya.
Tak pernah Alaska sebucin ini karena seorang wanita.
Angin menyeruak masuk kedalam kelas melalui jendela, sinar matahari redup menjadikan suasana makin syahdu untuk Alaska ikut tertidur. Perlahan matanya memejam, tak butuh waktu lama ia telah berada di alam mimpi.. dengan Senja.
__________Sayup-sayup suara terdengar menggema di dalam telinga Senja, perlahan matanya terbuka. Kesadarannya belum utuh ketika mendapati kelasnya tengah beramai-ramai menatapnya. Gadis ini masih belum sadar rupanya.
Lima detik kemudian ia terbelalak ketika mendapati Alaska tengah tertidur di hadapannya.
"Alask-"
"Berisik!" Alaska bergumam dengan mata yang masih tertutup. Seketika Senja terdiam, gumamannya lebih seperti membentak.
Perlahan, pria itu bangun dan menatap gadis di depannya. "Bukan kamu, sayang. Yang berisik mereka."
"Najis! Mau muntah gue dengernya," desis Luna yang langsung berjalan keluar kelas.
Mata Alaska mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kelas, "Apa lo liat-liat?" sentaknya.
Seketika, kelas menjadi sibuk sendiri-sendiri walaupun Senja tahu, gerombolan gadis penggosip di bangku paling belakang sedang membicarakannya.
Bukannya senang, Senja malah kesal. Ia menarik tangan Alaska keluar tepat sebelum guru sejarah memasuki kelas.
"Mau kemana, sih?" tanya Alaska yang pasrah dirinya dibawa pergi.
Senja diam.
"Ja.."
Masih tetap tak menjawab.
"Sayang.."
Baru lah Senja berhenti berjalan, ia melepaskan genggamannya. "Bisa diem gak?"
Sinar mata Alaska meredup mendengar dinginnya suara Senja hari itu. "Lo marah sama gue?"
"..."
"Mending lo marah-marahin gue, daripada diem begini. Kalo enggak, tampar aja nih gak papa," ucapnya sambil menampar kecil pipi kanannya.
PLAK!
Tak di duga, sebuah tamparan keras dilayangkan oleh Senja. Pipi Alaska merah seketika namun ia tak melawan.
"Gue gak marah sama lo, gue cuma sedikit kecewa. Gue merasa jadi pacar yang gak baik, gak tau keadaan pacarnya sendiri. Kenapa lo gak bilang kalo lo sakit? Takut gue putusin karena gue gak mau punya pacar penyakitan? Lo pikir pemikiran gue sedangkal itu?" Alaska diam, ia menunduk. Senja melanjutkan, "Kalo gitu ayo, kita putus aja sekalian!"
Setelah kalimat terakhir, Alaska terdiam. Ia seperti sibuk dengan pemikirannya. Tanpa Senja tahu, sebuah percakapan bergejolak dalam kepala Alaska. Hati maupun otak Alaska berbeda pendapat. Pria itu kini bingung, harus mengikuti yang mana.
Otaknya berkata, "Mending lo putus aja. Lo udah penyakitan, nyakitin Senja mulu, Senja berhak dapet yang lebih baik."
Namun dengan cepat hatinya menolak, "Perasaan gak bisa di paksa. Kalo lo putus dengan Senja, bukannya itu malah lebih menyakitkan, ya?"
"Putus aja... Lo harus realistis"
"Enggak, lo harus ikutin kata hati"
"Putus aja bego"
"Jangan!"
"..."
Sebelum keduanya berdebat lebih jauh, Alaska sudah memutuskan, "Ayo kita putus."
Dan akhirnya.. hari itu Senja meninggalkan Alaska, tanpa sepatah katapun. Bukan seperti ini yang Senja mau. Ia mau Alaska menahannya walau Senja tahu sebenarnya ia juga salah. Ia seharusnya memberikan dukungan terbaik untuk Alaska. Tapi malah jadi seperti ini. Saat ini, otak dan perasaannya sungguh tidak sejalan. Jadi sebenarnya, mereka ini.. putus atau terus?
__________
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Di Teluk Alaska | ✔
Teen Fiction[END] "Bahkan hingga akhir, Senja tetap terbenam di Teluk Alaska." (sedang dalam proses revisi, banyak bab yang masih berantakan)