[13] Teka-Teki

3K 211 32
                                    

Senja kecil melihat anak perempuan yang ia ketahui bernama Raina itu di rundung oleh tiga orang anak perempuan lain. Nina, Lily, dan ketua geng Chelsea, Senja membaca nama para perundung itu agar nanti ia bisa mengadukannya pada guru. Pada awalnya, Chelsea sengaja mendorong Raina hingga makanannya jatuh, lalu mereka bertiga tertawa bersama.

Raina yang malang langsung membereskan sisa makannya. Di kantin itu banyak sekali orang namun mereka hanya melihat, bahkan orang dewasa pun menganggap itu hanya kecelakaan dan guyonan anak kecil. Senja tidak bisa diam saja, apalagi ketika melihat Nina yang sengaja mendorong tubuh Raina hingga jatuh.

"Kasiannya, gak bisa ngadu sama ayah."

Lily menimpali ucapan Nina, "Iya, kan kamu gak punya ayah."

"Iyalah, Raina kan anak haram,"

Ucapan Chelsea benar-benar diluar batas. Raina ingin sekali melawan tapi ia tidak mampu. Ia ingin menangis rasanya.

Langkah Senja mendekat untuk menolong Raina, dengam berani ia berkata bahwa jangan dekati Raina lagi.

Nina, Lily, dan Chelsea menertawakan keberanian Senja.

"Emangnya kamu siapa berani lawan kami?" tanya Chelsea.

Kini gantian Senja yang tertawa, "Emang kamu gak tau siapa aku?"

Mereka bertiga saling berpandangan, Raina sudah bersembunyi dibalik tubuh Senja.

"Aku anak kepala sekolah, lupa?" uacapan Senja berhasil membungkam mulut ketiga pembully itu. Mereka langsung pergi tanpa disuruh.

Untung saja saat itu ayahnya masih menjabat sebagai kepala sekolah dasar, belum menjadi dosen seperti sekarang.

Raina berterimakasih kepada Senja. Gadis itu bahkan rela meninggalkan makannya demi menyelamatkan Raina. Yang membuat Raina sangat bersyukur, ia akhirnya mempunyai teman.

Senja membawa Raina pergi menjauh dari kantin, mereka memilih taman belakang sekolah sebagai tempat untuk bersantai.

"Kamu mau?" Senja menawari sepotong roti.

Raina mengangguk, ia sangat lapar karena tadi makanannya jatuh sia-sia di bawah lantai.

Itu lah kali pertama, pertemanan Raina dan Senja terjalin.

Tiba-tiba saja Senja terbangun dari mimpinya. Nafasnya tercekat, dadanya naik turun, keringat mengucur deras di pelipis, dan suhu badannya sangat panas. Kepalanya seakan sedang di hantam gada, sakit sekali bahkan sampai Senja harus menjambak rambutnya untuk menetralisir rasa sakit.

Situasi itu berjalan selama beberapa menit sebelum kesadaran Senja kumpul sempurna. Gadis itu menangis lagi, namun tidak sehisteris kemarin.

Ini sudah pukul enam pagi, dan harusnya Senja siap-siap berangkat sekolah. Ia harus sekolah, ia tidak ingin membuat semuanya khawatir. Ia harus tampak baik-baik saja.

Disisi lain, Saga sedang menjelaskan kejadian kemarin pada Sam-ayahnya, sedangkan Elsa-ibu tirinya sedang membuat sarapan.

Sam begitu marah, ia melihat kotak yang di bawa Saga. Ada bunga lily putih yang melambangkan kematian. Apakah putrinya akan mengalami kejadian serupa seperti tiga tahun lalu saat ada seorang pria yang mencoba melakukan percobaan pembunuhan kepadanya?

"Lapor polisi aja pa!" usul Saga.

Ia pun tidak tenang jika adiknya harus mengalami ini lagi.

"Jangan gegabah Saga! Gimana kalo lapor polisi malah bikin Senja dalam bahaya?"

Senja Di Teluk Alaska | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang