SUASANA kelas yang ribut bukan lah hal baru bagi sebagian besar murid. Ada guru saja ribut, apalagi jika tidak ada. Setelah pelajaran pertama di mulai, bu Retno- guru Fisika itu tidak memulainya dengan materi yang membuat pusing tujuh keliling, melainkan bercerita perihal keluarganya.
Ini lah yang Senja, Dara, dan Luna suka. Walaupun Senja pintar, dirinya bukanlah murid teladan si kutu buku. Gadis itu pun terkadang suka melanggar peraturan dan sering terlambat.
Di tengah-tengah ceritanya, bu Retno mendapat televon.
"Ibu mau ngangkat televon dulu. Kalian jangan ribut!" nasihatnya.
Semua serempak meng-iya-kan namun tidak di jalani. Sepeninggal bu Retno, kelas mendadak ribut.
Luna menghela nafas lega, "Guru itu ngelucu tapi gak lucu. Bingung gue, mau gak ketawa tapi gak enak."
Curhatan Luna di balas anggukan setuju oleh Dara, "Mending gini sih daripada belajar. Pusing gue gak ada yang masuk ke otak."
"Emang otak lo aja sih yang kapasitasnya cuma seuprit."
Dapat di tebak, yang selanjutnya terjadi adalah perdebatan lagi antara Dara dan Luna. Senja lebih tertarik untuk tidur daripada ambil pusing. Gadis itu merebahkan kepalanya di atas meja, dengan tas sebagai bantalnya. Matanya sudah memejam.
Apalagi, suasana yang tiba-tiba hening membuatnya langsung tertidur pulas.
"Dasar kebo!" cibir Luna ketika melihatnya.
Kelas yang hening tiba-tiba bukan lah tanpa alasan. Bu Retno sudah masuk kembali, bersama seseorang yang menyusul di belakangnya.
"Astaga itu siapa ganteng amat?"
"Emang hari ini sekolah kita ada kunjungan artis ya?" tanya Dara polos.
Bu Retno tersenyum, mempersilahkan orang itu untuk maju memperkenalkan diri sebagai murid baru.
"Nama saya Bara Satya Yudhistira. Pindahan dari SMA Erlangga."
Senja yang tertidur sama sekali tak terusik ketika teman-temannya ribut mengenai betapa tampannya Bara. Bahkan ketika anak baru itu sudah duduk tepat di bangku depannya, Senja tak terbangun.
Sejak tadi, pandangan Bara tertuju pada seorang gadis yang tertidur, tanpa mengetahui kehadirannya. Wajahnya cantik sekali, bahkan dalam tidur pun masih terlihat manis.
Apalagi, ketika gadis itu menggeliat dan terbangun. Pandangan mereka bertemu, sesaat sebelum Senja memutuskan untuk tidur lagi.
Bara tersenyum melihatnya.
__________Coklat yang Alaska ambil dari Senja masih tersisa banyak. Pria itu tidak terlalu menyukai coklat karena bisa membuatnya alergi.
Membayangkan ekspresi kesal Senja tadi, membuat Alaska tersenyum tanpa sadar.
"Senyam senyum sendiri, lo gila?" tanya Gilang yang tiba-tiba saja menepuk pundaknya.
Senyum Alaska ia lunturkan lagi, "Siapa juga yang senyum."
Pandangan Galaksi tertuju pada coklat yang di bawa olehnya, pria itu tahu betul Alaska alergi dengan coklat. Berbeda dengan Gilang, yang malah merebut paksa coklat itu.
"Wih coklat! Tau aja lo gue laper!" ucapnya sambil membuka bungkus coklat.
"Balikin coklat gue!" bentak Alaska.
"Bagi dong!" baru saja Gilang ingin memasukkan sepotong coklat, sudah lebih dulu Alaska hentikan.
"Lo makan coklat itu, babak belur lo di tangan gue." ancamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Di Teluk Alaska | ✔
Roman pour Adolescents[END] "Bahkan hingga akhir, Senja tetap terbenam di Teluk Alaska." (sedang dalam proses revisi, banyak bab yang masih berantakan)