"Ibu..."
"Apa lagi?"
"Aku masih memikirkannya."
"Itu yang terbaik untukmu."
"Tapi kenapa harus anak itu? Dia bahkan tidak---"
"Berhenti bicara. Lebih baik kamu memikirkan segala urusanmu dengan calon permaisurimu."
"Dia mudah diajak bicara. Aku tidak bisa tidur memikirkan anak itu..."
"Ini terdengar kejam, tapi apa itu masalahku? Tanyakan pada ibumu, apa yang dia ucapkan 20 tahun yang lalu. Aku hanya menempatkanmu dimana kamu seharusnya ditempatkan."
"Lalu, ini semua salahku?"
"Tidak juga, ini salah ibumu."
"Ibu bilang, ibuku hanya ibu..."
"Asahi, jangan bodoh. Cepat pergi dari sini dan selesaikan segala urusanmu!"
Sunghoon pikir bangun pagi adalah salah satu cara yang baik untuk mensyukuri segala cerita indah yang terjadi di hidupnya.
Mulai dari bertemu Asahi sampai bertemu Jake, semuanya indah.
Tapi tidak kali ini.
Sunghoon berharap dia tidak perlu bangun sepagi itu hanya untuk berkeliling dengan lancang sampai ke bagian inti istana.
Sunghoon hanya berkeinginan untuk membangunkan Jake, supaya anak itu dapat membahas masalah buku yang dia baca kepada Yedam.
Sunghoon hanya berharap kebaikan selalu datang padanya, setelah mengakui semua kesalahannya dan memaafkan dirinya sendiri.
Tapi tidak.
Bebannya ditambah lagi.
Sunghoon menyingkap gorden juga selimut yang membalut tubuh Jake dengan kasar, "Jake, ayo, kita pergi dari sini."
Anak malang itu dipaksanya untuk duduk bahkan sebelum matanya terbuka sempurna, "Kepalaku pusing."
"Cepat, kemasi barang-barangmu dan pergi dari sini."
Jake mengerjapkan matanya berkali-kali, dia pikir pendengarannya salah, "Hah? Apa aku diusir? Secepat ini?"
"Tidak. Aku akan membawamu pergi."
"Tiba-tiba?"
Sunghoon mengangguk, "Ayo."
"Hei, sabar, kenapa buru-buru? Bisa ceritakan padaku apa yang terjadi?"