Satu persatu orang penting keluar dari aula yang menampung ratusan tamu pernikahan pasangan paling dinanti.
Tak terkecuali Yedam.
Setelah meminta untuk diundang dari jalur orang dalam oleh Jake yang percaya kalau Yedam tidak punya rasa apapun terhadap Asahi, datanglah guru kerajaan yang tampaknya akan turun pangkat itu ke pernikahan orang yang dia kasihi.
Yedam sepertinya menyukai rasa sakit, karena meski setiap kata yang terucap di altar meretakkan hatinya, dia tetap disana. Berdiri dan menyaksikan orang, yang juga menyayanginya, menikahi orang yang hanya dianggap serasi bersanding olehnya.
Yedam ingin berteriak bahwa tidak ada rasa cinta diantara mereka berdua. Semua janji yang mereka ucapkan di altar sebatas lisan. Tapi Yedam tau semuanya percuma.
Dia dan Asahi juga tidak mungkin direstui semesta.
Yedam berjalan gontai ke rumahnya yang penuh dengan kayu lapuk.
Membalut dirinya dalam selimut tebal yang pernah dipakai yang terkasih. Melilitkan syal milik yang dikasih, yang dia curi tepat di depan orangnya, ke leher dan mulutnya.
Lalu menangis sekeras-kerasnya.
Ucapan Chaeryeong berputar-putar dikepalanya. Tentang ketidakselarasannya dengan Asahi. Tentang bukan salah siapa-siapa kalau dia lahir sebagai orang yang tidak beruntung.
Tentang segala yang tidak ada pada Yedam.
Yang adalah semuanya dari Chaeryeong.
Terhitung sudah tiga hari Eunsang tidak melihat batang hidung Yedam, bukannya rindu, cuman Eunsang cemas, karena tidak biasanya Yedam bisa berdiam diri. Jelas Yedam sudah tidak punya pekerjaan lagi di istana, kecuali Asahi dan Chaeryeong punya anak dan dia akan menjadi gurunya.
Seingat Eunsang, dia adalah satu-satunya teman dekat Yedam, dan selama ini Yedam selalu menceritakan segala hal dalam hidupnya pada Eunsang, jadi Eunsang yakin bahwa Yedam tidak mungkin punya pekerjaan baru tanpa memberitahunya terlebih dulu.
Jadilah Eunsang datang ke rumah Yedam, menggedor rumah reyot temannya yang sebenarnya bisa langsung dimasuki begitu saja.
"Masuk saja, tidak dikunci." Teriak Yedam dari dalam.
"Aku tau tidak dikunci tapi aku kan ing-- Astaga! Ada apa denganmu?!" Panik Eunsang melihat Yedam yang terbaring di kasur dengan wajah pucat.
"Shhh, jangan berisik! Telingaku sakit. Aku tidak apa-apa." Ucap Yedam.
"Kenapa tidak panggil aku?!"
"Hei bodoh, bagaimana bisa aku memanggilmu, memangnya teriakanku sampai ke rumahmu?"
"Y-ya... kamu kan bisa meminta tolong orang yang lewat memanggilku... begini-begini aku juga cukup terkenal! Bilang saja 'Guru Sekolah Dasar Lee Eunsang'!"
"Aku tidak mau merepotkanmu."
Eunsang bertolak pinggang, "Sudah berapa hari tidak makan?"
"Baru sehari."
