Sudah lebih dari hitungan minggu setelah semuanya terjadi.
Dimulai dari hilangnya Jay, yang sampai sekarang belum ditemukan, berlanjut pada kematian Sang Selir, sampai Asahi yang mengungkapkan segala isi hatinya pada Yedam.
Sekarang kegiatan sehari-hari Yedam hanya membantu Eunsang mengajari murid-muridnya. Rasanya dia turun pangkat. Satu-satunya anak yang perlu ia ajarkan sudah hilang semangat belajarnya.
Siapalah Yedam menurut dirinya. Dia mungkin seorang guru untuk para bangsawan, tetapi untuk mengganti jalan saluran air menjadi yang lebih kencang saja dia tidak mampu. Terlebih sekarang dia musti menampung segala rahasia yang dimiliki calon penguasa negerinya.
Meski tidak gamblang mengatakan apa yang akan terjadi pada Yedam, apabila dia membocorkan apa yang diceritakan Asahi tempo hari, namun jelas; nyawanya bisa terancam.
Mungkin yang Asahi bilang tidak begitu berarti. Namun sebagai orang dengan strata lebih rendah, sudah seharusnya Yedam menjaga semua rahasia Asahi.
Sore itu Yedam baru saja berpisah di tengah jalan dengan Eunsang, Yedam berniat pergi ke perpustakaan kota, namun batal. Sunghoon mengajaknya pergi.
Yedam kira dia hanya akan pergi di taman atau balai kota atau mungkin toko roti yang baru buka cabang di kota mereka. Ternyata Sunghoon mengajak Yedam untuk pergi jauh. Sangat jauh.
Untung Yedam selalu pergi dengan jaket panjang, bahkan saat musim panas, karena kulitnya rentan kemerahan.
Meski begitu, Yedam tetap merasa pantatnya rata akibat berkuda dengan menempuh jalan berliku yang cukup jauh.
"Apa gerangan kamu mengajakku kesini?" Tanya Yedam seusai meregangkan tubuhnya, gila, pegal sekali dia.
"Ingin bicara." Jawab Sunghoon singkat, duduk di tanah sambil memeluk lututnya.
Yedam meletakkan kedua tangannya di pinggang, "Memangnya tidak ada tempat yang lebih dekat? Dibawah pohon pun jadi, topik yang mau kamu bicarakan denganku tidak jauh dari Jay dan Ja--"
Sunghoon memotong pembicaraan Yedam, "Doyoung. Ini tentang Doyoung."
"Huh?"
"Tentang Doyoung. Tentang tempat ini. Dan kenapa aku melarangmu kesini."
Yedam duduk disebelah Sunghoon, "Mulai ceritanya." Pinta Yedam.
"Waktu itu, kudengar Doyoung sedang tidak akur dengan Taeyoung. Taeyoung hendak pergi bersama temannya namun dilarang Doyoung, karena ayah mereka belum sembuh. Taeyoung menolak, bersikeras mau pergi. Akhirnya Doyoung mengalah.
Keeseokan harinya, Doyoung mengajakku untuk mengunjungi tempat yang kemarin Taeyoung kunjungi bersama temannya. Doyoung sangat senang. Jadilah kami selalu kesini tiap minggu.
Tidak ada yang spesial. Hanya Doyoung kecilmu dulu sudah penasaran dengan segala hal.
Hari itu, aku hanya bermain dengan Doyoung seperti biasa. Kamu sedang sibuk. Aku sedang libur. Doyoung sedang sedih.
Doyoung sedih karena kamu selalu sibuk. Dia merasa bersalah karena pada akhirnya harus mengajak aku, padahal jelas jadwal kerja perwira lebih padat dibanding guru. Tapi aku berteman dengan Asahi.
Hari itu, ternyata Taeyoung juga mengunjungi tempat ini. Aku tidak tau apa kalimat yang Taeyoung katakan pada Doyoung. Namun wajahnya berubah murung. Sangat murung.
Hari itu juga, bertepatan dengan para pemancing es menyambangi tempat ini. Katanya di bawah ini ada jenis ikan langka. Para pemancing itu meninggalkan lubang yang cukup besar untuk seorang remaja masuk ke dalamnya.
Aku baru melepas sepatuku saat Doyoung kembali ke sungai. Berkata aku tidak perlu menjaganya, dia bisa sendiri. Bodohnya, aku percaya.
Dia menceburkan dirinya kesana. Begitu saja. Aku sudah melakukan segala yang aku bisa untuk menariknya kembali. Tapi dia tidak mau. Dia tidak mau kembali.
Dan sisa ceritanya sama seperti yang kamu ketahui. Tubuhnya sudah beku saat aku berhasil menariknya kembali ke permukaan." Jelas Sunghoon, matanya menerawang, terlihat juga tetesan air mata mengalir di pipinya yang pucat.
Udara berhembus kencang. Air mata Yedam juga jatuh. Hidung mancung Sunghoon yang pucat memerah, tidak menyangka dia akan menceritakan segalanya pada Yedam.
Betul kata Jake, sudah sepatutnya semua kesalahpahaman diusaikan secepatnya.
Lebih cepat, lebih baik.
"Kenapa baru sekarang?" Tanya Yedam, masih sedikit terisak.
"Kamu tidak pernah memberiku waktu. Aku juga tidak mau membuka luka lama, aku sudah berjuang jauh sampai sini. Aku tidak mau ada yang merusak segalanya."
Yedam tertawa sarkas, "Ternyata kita sama saja. Tidak peduli setinggi apa kita menaikkan strata. Baik kamu dan aku, kita masih sama-sama anak miskin yang haus akan validasi dan ambisi memenangkan dunia..."
"Lucu, bukan? Aku kira kitalah yang paling dewasa diantara semuanya..." Ucap Sunghoon, ikut tertawa sarkas, hidungnya masih merah.
"Jadi sebenarnya... ini salah Taeyoung?"
"Entahlah, jangan langsung menyimpulkan segalanya."
Yedam mengangguk, "Hapus air matamu dan mari pulang. Tempat ini dingin dan menyebalkan."
Sepanjang perjalanan, tak hentinya Yedam merutuki Taeyoung. Membayangkan senyum tengil anak menyebalkan itu. Sialan. Selama ini segala kesialan di hidup Doyoung-nya selalu berputar pada anak dengan surai warna-warni itu.
Yedam mulai berpikir, apa yang harus ia lakukan untuk menghancurkan Taeyoung, sama seperti Taeyoung menghancurkan Doyoung-nya.
a/n
Selamat menjalankan ibadah puasa bagi teman-teman yang menjalankannya!!! \(^-^)/
Semuanya bakal update seperti biasa!! (≧∇≦)
