Meski besar di lingkungan yang sama dengan Asahi, Sunghoon tidak bisa menutupi fakta bahwa masa kecilnya dia habiskan bersama Yedam.
Kisah pahit itu musti dia ceritakan lagi kepada Jake yang terus-terusan menagih lanjutan cerita.
"Kak Sunghoon!" Panggil Jake
"I-iya?" Sunghoon menoleh dengan perasaan horor.
"Ceritanya, lanjutkan!"
"Memangnya kamu tidak punya proyek?"
"Proyek terus, aku kan siswa bukan kontraktor."
"Cerita apa?"
"Soal menjual koran." Ucap Jake sambil menarik tangan Sunghoon ke gazebo di dekat ruang memasak.
"Ah wangi sekali disini, kamu tidak lapar?" Tanya Sunghoon
Jake menggeleng, "Jangan mengalihkan topik. Ayo cerita!"
Sunghoon mengalah, "Sampai dimana kita kemarin?"
"Kakak tampan makanya kakak berjualan koran di kastil." Ucap Jake, duduk bersila sudah siap mendengar cerita hidup Sunghoon yang menurutnya seru.
"Ah, sebenarnya bukan berjualan, hanya mengantar. Karena aku tampan jadi sepulang sekolah aku pasti mengantarkan koran ke lingkungan kastil, mungkin bukan Raja langsung yang membaca, tapi koran sangat penting untuk para rakyat.
Lalu suatu hari aku menjatuhkan beberapa koran ke kubangan lumpur. Aku binggung bagaimana hendak menggantinya, lalu Asahi datang, dia bilang tidak apa-apa, asalkan aku mau menemaninya bermain esok hari.
Jadi keesokkan harinya, aku bertemu dengan Asahi di bawah pohon itu." Cerita Sunghoon panjang lebar, mengakhiri ceritanya sambil menunjukkan pohon yang terlihat kecil dari tempat dia duduk.
"Seru ya?" Tanya Jake
"Apanya?"
"Mengantar koran?"
"Kamu mau coba?"
"Boleh? Kalau boleh ya tentu aku mau!"
Sunghoon berdiri, mengacak rambut Jake, "Tidak mungkin boleh, kamu tidak boleh sakit."
"Apa hubungannya mengantarkan koran dengan sakit?"
Sunghoon menarik tangan Jake untuk berdiri, berjalan sebentar ke sebuah gubuk kayu yang tampak kokoh meski termakan usia, "Karena koran yang musti diantar ada sebanyak itu." Ucap Sunghoon menunjuk seorang anak yang sedang membawa tumpukan koran yang bahkan lebih besar dari badannya.
Jake hendak menghampiri anak itu, namun tangan Sunghoon menahannya, "Kenapa?"
"Itu tugasnya, kamu tidak perlu kesana."
"Aku mau bantu."
"Jangan, biarkan saja."
"Kakak tidak lihat itu banyak?"
"Tentu, aku mendapat nilai tertinggi untuk tes melihat."
"Jake, mau bantu dia?" Tanya suara merdu dari belakang
Jake menoleh, Yedam rupanya, "Mau, Kak." Ucap Jake
Yedam melepaskan tautan tangan Jake dari tangan Sunghoon, "Maka bantu anak itu, lekas pergi." Ucap Yedam mempersilahkan Jake.
Jake menatap Yedam dan Sunghoon bolak-balik sebelum berlari menghampiri anak itu, merasa ada yang aneh diantara dua orang yang lebih tua darinya itu.
Sunghoon hendak menyusul Jake, namun ditahan Yedam, ah ini seperti déjà vu, "Nanti dia sakit!" Bentak Sunghoon.
"Tidak ada korelasinya. Apa kamu tau kalau dia lahir hanya dengan satu ginjal? Dia baik-baik saja sampai sekarang. Membantu anak itu mengantar koran tidak akan membuatnya mati." Balas Yedam.
"Guru macam apa kamu?"
"Guru yang mengajarinya ilmu yang benar dan baik. Hatiku akan lebih sakit apabila dia menghilangkan nyawa seseorang karena rasa apatisnya."
Sunghoon diam seribu bahasa, menatap bahu Yedam yang pergi begitu saja setelah mengatakan hal yang sudah lama ia lupakan.
