Nekat. Itulah langkah yang kini diambil Nebia. Bermodalkan satu buah tas berisi beberapa helai baju, ia meninggalkan rumah tempatnya bernaung selama ini.
Dingin menusuk kulit ketika ia tiba di jalan. Malam semakin pekat hingga ia harus berjalan penuh waspada. Sesekali menoleh ke belakang untuk memastikan bahwa Joyce tidak mengejar. Tapi sepertinya itu tidak mungkin mengingat suaminya itu tertidur setelah penyatuan mereka.
Nebia juga menyuruh satpam yang berjaga di rumahnya untuk menutup mulut dan beruntungnya satpam tersebut berada di pihaknya. Sekali lagi, ia tidak perlu khawatir kalau Joyce menyadari kepergiannya malam ini.
Jujur saja, ia tidak tahu harus pergi ke mana. Tidak ada tempat yang bisa menjadi tujuannya. Ia tidak mungkin kembali ke rumah orang tuanya karena hubungan mereka bukan lagi seperti keluarga.
Nebia juga tidak mungkin memilih hotel untuk tempat persinggahan karena tempat itu akan memudahkan Joyce untuk menemukannya. Ia bukan tidak mau menghadapi suaminya itu, ia hanya perlu waktu untuk menyusun rencana agar perceraiannya berhasil. Apalagi saat ini emosi Joyce sedang tidak stabil dan ia tidak tahu apa yang akan dilakukan Joyce padanya.
Setelah mendapatkan kunci kamar. Nebia kembali mengangkat tas berisi pakaian miliknya lalu berjalan melewati lorong penginapan yang disewa. Penginapan ini tidak terlalu besar. Hanya ada sekitar 30 kamar yang letaknya terpisah. Dipisahkan oleh kebun bunga yang berada di tengah. Di setiap sisi terdapat 10 kamar dan ia mendapatkan di bagian sebelah kiri. Kiranya seperti itulah yang dijelaskan oleh resepsionis tadi.
Nebia terus mengayunkan langkah. Matanya terus mencari nomer yang sama dengan yang tertera pada kunci. Tidak ada petugas yang mengantar karena penginapan ini tidak menyediakan. Yaahh... Ini bukan penginapan mewah yang akan di datangi orang penting. Mungkin sebagian dari mereka memilih tempat ini untuk menjauh dari keramaian atau bersembunyi seperti yang dilakukan dirinya saat ini.
Kakinya berhenti tepat di depan pintu bertuliskan nomer 128. Nomer kamar yang akan menjadi miliknya selama tiga hari ke depan.
Bunyi klik terdengar saat ia memutar kunci, mendorong lalu masuk. Gelap menerpa penglihatan dan ia segera mencari sakelar lampu kemudian menutup pintu di belakangnya dan berjalan menuju ranjang yang ada di tengah.
Helaan napas terhembus pelan saat ia mulai duduk di bibir ranjang. Netranya melirik jam yang menggantung di dinding. Hampir jam 2 malam. Pantas saja resepsionis pria yang menyambutnya di depan tadi melihat dengan tatapan aneh.
Tanpa membuang waktu. Nebia segera beranjak ke kamar mandi. Kembali membersihkan tubuhnya dari sisa-sisa jamahan Joyce. Jujur, ia merasa jijik melihat Joyce yang seperti itu. Menyentuhnya tanpa perasaan. Memperlakukan dirinya seperti wanita jalang. Sama sekali tidak ada sikap menghargai sebagai seorang istri yang dinikahinya beberapa tahun yang lalu. Di mata pria itu, ia tidak lebih dari seorang wanita hina yang ujungnya di paksa untuk memuaskan gairahnya. Di bawah kucuran air yang membasahi tubuhnya, ia mulai berpikir.
Mengapa takdir tidak pernah berpihak padanya?
Mengapa hidupnya tidak pernah bisa tenang?
Memangnya hal jahat apa yang telah ia lakukan hingga mendapatkan hukuman seperti ini?
Butuh waktu satu jam otaknya memikirkan jawaban dari pertanyaan tersebut. Namun selalu berakhir dengan tidak mendapatkan apa-apa. Pertanyaan itu terus menggantung di kepalanya hingga ia memejamkan mata. Berusaha menikmati malam yang tersisa sedikit.
Baru saja ia berhasil terlelap, tiba-tiba saja ketukan pada pintu membangunkannya. Pelan, ia membuka mata. Mengumpulkan kesadaran dan mulai berpikir. Siapa yang mengetuk pintunya di pagi hari? Bukankan penginapan ini tidak menyediakan housekeeping?
KAMU SEDANG MEMBACA
Take Me Away
RomanceTernyata pernikahan tidak seperti yang dibayangkan. Penuh dengan cinta yang bertabur kebahagiaan serta romantisme disegala sisi. Tapi tidak dengan pernikahan Nebia Bailey. Pernikahan yang digadang-gadang membawa kebahagiaan justru sebaliknya. Ia tid...