TMA ~ Part 17

702 95 25
                                    

Hidup terkadang memang serumit itu. Mengubah hari indah menjadi hari buruk. Mengubah hari buruk menjadi indah. Tentu saja itu semua tidak luput dari yang namanya takdir. Sebut saja seperti itu. Karena ia tidak mungkin bertemu dengan pria bajingan ini berkali-kali tanpa adanya kekuasaan alam.

Tubuhnya kaku. Tidak mampu digerakkan hanya untuk sebuah kata. Semuanya terlalu tiba-tiba. Kedatangan Aleandro dan ciuman yang baru saja didapatkannya. Nebia hanya bisa menggerakkan bola matanya. Napasnya memburu cepat. Bukan untuk sebuah gairah, melainkan letupan amarah yang mulai merangkak naik ke kepala.

Bunyi denting lift melepas ciuman yang sedang terjadi. Aleandro memisahkan diri. Menarik kepalanya ke belakang tanpa memberi banyak jarak pada tubuh keduanya. Pria itu hanya diam. Menatap dengan arti yang tidak bisa ditebak.

Nebia yang segera menyadari keadaan yang terjadi mulai mendorong Aleandro. Merasa malu ketika matanya melihat banyak orang yang sedang berdiri di depan lift yang terbuka. Namun tidak satupun dari mereka yang berani masuk. Mungkin pria ini benar, jika dia memang seberkuasa itu.

"Bisakah kau membiarkan aku pergi?"

Tangan Aleandro terulur ke samping. Kembali menekan tombol dan lift mulai menutup tanpa ada satupun orang yang ikut bergabung. Kotak besi itu bergerak ke atas. Mungkin kembali ke tempat semula. Tempat dimana ia meninggalkan Liam.

Ternyata dugaannya salah. Mereka berhenti dua lantai dibawah tempat pertemuannya dengan Liam. Sebuah lorong panjang dengan banyak pintu yang berjejer. Ketika tangan Aleandro mulai melingkar di pergelangan tangannya, kegelisahan dan ketakutan datang bersamaan.

Mereka tidak mempunyai hubungan sedekat ini. Mereka hanya orang asing yang seharusnya tidak perlu bertemu. Tapi ketika tangan yang melingkar dan perlakuan yang diberikan padanya, sayup-sayup sesuatu aneh mulai menelusup masuk.

Pintu berwarna cokelat dibuka setelah sebuah kartu akses ditempel. Aleandro mendorong pintu dan kembali menarik Nebia dan sebagai bentuk penolakan, Nebia menahan tubuhnya untuk tetap berdiri di ambang pintu.

"Kenapa?"

Sebuah kata terucap setelah beberapa menit yang panjang. Sebuah pertanyaan yang sangat tidak pantas ditanyakan mengingat hubungan diantara mereka. Aleandro tidak berhak bertanya. Aleandro tidak berhak membawanya kesini. Aleandro tidak berhak menciumnya. Dan Aleandro tidak boleh memperlakukannya seperti ini.

"Aku rasa ini bukan situasi yang tepat untuk bertanya kenapa?" Nebia menghempaskan tangannya dan kaitan itu terlepas. Ia mundur satu langkah. "Kita adalah orang asing. Kita tidak benar-benar saling kenal sebelum kejadian sialan itu. Aku tidak mengenalmu begitupun sebaliknya. Jadi tolong, jangan pernah ikut campur dalam urusan pribadiku. Jangan bersikap seperti pahlawan karena kau menjadi yang pertama. Hubungan kita selesai saat itu juga dan aku sama sekali tidak mengharapkan sebuah kelanjutan seperti adegan sebuah film." Nebia menarik napas. "Sekali lagi tolong, jangan pernah muncul dihadapanku untuk alasan apapun. Tolong, abaikan keberadaanku meski kau tahu."

Tanpa menunggu kalimat sanggahan atau pertanyaan yang mungkin akan terlontar dari bibir Aleandro, Nebia berputar menyamping dan meninggalkan Aleandro yang masih diam ditempatnya. Tidak mencegah kepergiannya. Mungkin sedang berusaha mencerna kalimat panjangnya.

Lord... Ini sangat tidak masuk akal dan ia tidak akan pernah mengerti. Mengapa pria itu harus selalu muncul di depannya? Mengapa pria itu bersikap seolah-olah mereka memiliki hubungan yang lebih daripada hubungan satu malam?

Kakinya melangkah ringan. Menyusuri trotoar ketika angin sore menerbangkan helai rambutnya. Nebia tidak tahu takdir macam apa yang sedang bermain-main dengannya. Hubungannya dengan Joyce masih berantakan dan kini ditambah kehadiran pria itu. Ia lelah. Sungguh, ia sangat lelah.

Setelah menghabiskan sisa sinar matahari dengan menyusuri jalan. Nebia tiba dirumahnya ketika langit mulai menggelap. Ia membuka dan menutup pintu utama. Rumahnya sangat sepi mengingat tidak banyak pekerja yang bekerja disini.

Nebia meniti anak tangga satu persatu. Namun ketika tiba dipertengahan, suara yang berasal dari ujung tangga teratas berhasil mengagetkannya.

"Apa seperti ini kelakuan seorang wanita yang sudah bersuami?"

Nebia tidak menjawab. Menatap enggan pria yang berstatus suaminya tersebut.

"Kau ingin dihargai tapi kau tidak bisa menghargai suamimu. Kau berjalan dengan pria lain dibelakang suamimu. Kau bebas berkeliaran diluar sana tanpa ijin dari suamimu. Apa yang seperti itu pantas disebut seorang istri?"

Beberapa detik berlalu dan Nebia tidak menjawabnya. Untuk apa? Bila pada akhirnya hanya ia yang akan kalah. Joyce mulai turun, mungkin merasa kesal dengan kebungkamannya. Pria itu berhenti dua anak tangga di atasnya.

"Jawab Nebia. Apa maumu?"

Tidak ada. Aku hanya ingin bahagia.

Seharusnya kata itu yang keluar dari bibirnya. Tapi lidahnya terlalu keluh untuk sekedar menjawab. Alih-alih mengatakan kalimat itu, Nebia justru memikirkan kalimat yang lain.

"Aku ingin berpisah."

Satu kalimat pendek yang terucap ternyata berhasil menyulut emosi Joyce. Tangan pria itu terulur dan mencengkeram lengannya. Sangat erat.

"Kau ingin kita berpisah agar kau bisa hidup dengan selingkuhanmu, bukan?" Ucapnya rendah dan tajam. "Katakan padaku siapa pria yang kau pilih? Pria masa lalumu atau pria kaya itu?"

"Aku tidak mengerti."

"Ohh ya? Kau benar-benar tidak mengerti?" Joyce semakin mengeratkan cekalannya. "Apa yang sudah mereka berikan padamu, Nebia? Uang yang banyak? Kesenangan tanpa batas? Atau kenikmatan yang tidak bisa kau tolak?"

"Brengsek kau, Joyce."

Nebia berusaha melepaskan tangan Joyce. Ringisan keluar dari bibirnya ketika cekalan Joyce semakin erat.

"Katakan padaku, Nebia. Pilihan mana yang meraka tawarkan padamu?"

Entah keberanian darimana, Nebia berani melawan Joyce malam ini. Mungkin kata-kata yang terucap dari bibirnya ini adalah bentuk dari tumpukan rasa lelah yang dideritanya selama ini.

"Aku tidak tahu dimana letak salahku, Joyce." Air mata mulai turun membasahi pipi. "Aku datang ke rumah ini sebagai seorang istri. Aku datang kesini dengan harapan akan ada banyak kebahagiaan yang bisa aku dapatkan. Tapi ternyata aku salah. Bukan bahagia yang aku dapat, tapi rasa sakit yang tidak tahu akan berakhir sampai kapan."

Nebia terisak dan cekalan tangan Joyce mulai melemah. "Aku tidak menyalahkan hubungan kalian. Karena disini, aku yang datang sebagai pengganggu. Aku yang hadir diantara cinta kalian. Tapi.... Tidak bisakah kalian menghargai perasaanku sebagai istri dengan tidak berhubungan dirumah ini juga?"

Kali ini cekalan tangan Joyce benar-benar terlepas. Nebia menunduk. Air mata semakin deras membanjiri wajahnya.

"Aku lelah, suamiku. Aku lelah."

Sekali lagi, tanpa menunggu ucapan Joyce. Nebia bergeser ke samping. Menghapus air mata dengan punggung tangannya lalu mulai meniti tangga. Melanjutkan langkahnya yang semakin berat. Kedua bahunya bergetar. Menahan isak tangis yang semakin keras.

Ia tidak salah bukan dengan penjelasan ini?

Tidak. Ini adalah haknya dan ia siap dengan segala yang akan terjadi setelahnya.


Tbc
*****

Astaga.... Ternyata aku sudah 2 bulan gak up cerita ini....😅😅

Maapkeuunn....🙏 Bukan disengaja kok tapi gak sengaja....😁😁

Hayoo... Absen dulu, siapa yang masih nunggu cerita ini..?? 🙋🙋

Love u ❤️❤️

- Roemdania -





Take Me AwayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang