Part ini gak panjang... Tapi setidaknya bisa ngobati ke kangenan kalian,,,😘😘
Selamat membaca....
✨✨✨✨
Siapa yang harus disalahkan jika hidup yang di jalani tidak sesuai dengan yang diharapkan. Takdir atau kebodohannya sendiri?
Barangkali kita harus mencoba untuk tidak selalu menyalahkan takdir pada setiap kejadian yang terjadi dalam hidup ini. Anggap saja itu siklus untuk menuju pada kehidupan yang lebih baik. Anggap saja, itu cobaan yang nantinya akan menuju pada sebuah kebahagiaan di kemudian hari. Anggap saja, kita sedang di uji Tuhan untuk melihat seberapa kuat kita menghadapi setiap masalah. Karena pada hakekatnya, kita sudah memupuk kepercayaan bahwa dibalik sebuah kejadian pasti ada keajaiban.
Dulu.... Mungkin Nebia akan berpikir seperti itu. Berusaha menguatkan diri untuk terus menjalani hidup karena semua ini adalah ujian dalam rumah tangganya. Tapi lama-kelamaan, Nebia merasa tidaklah demikian. Ada banyak air mata yang sudah keluar selama bertahun-tahun dan ia yakin jika Tuhan tidak mungkin menguji hamba-Nya selama itu.
Ia ingin terus berjuang. Meneruskan semua yang sudah terjadi atau barangkali telah menjadi takdir hidupnya. Tapi entah mengapa, ia mulai merasa jenuh, lelah dan ingin menyerah. Batinnya tidak lagi kuat untuk berpura-pura kuat. Ia ingin semua beban ini pergi dari pundaknya agar ia bisa bernapas lega.
Tapi sekali lagi, ingatan akan perkataan ayahnya berputar di kepala.
"Jangan pernah bercerai, nak. Mungkin suamimu bukan pria sempurna. Tapi ayah yakin jika dia adalah pria yang bertanggung jawab dan penyayang. Mungkin tidak sekarang tapi nanti. Bukankah proses untuk mendapatkan bahagia butuh waktu yang lama?"
Selalu ucapan ini yang terbayang saat keinginan menyerah menghampiri. Tapi pertanyaannya, sampai kapan? Berapa lama lagi waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kata bahagia itu? Karena tingkat kesabaran dalam dirinya perlahan mulai terkikis.
"Nebia...."
Panggilan nyata yang memasuki inderanya membuat Nebia mengerjap. Ia mengumpulkan fokusnya dan menemukan sahabat lamanya ini sedang menatap ke arahnya.
"Ada apa?" Serunya lagi.
Nebia menarik napas panjang dan tersenyum. Ia menggeleng demi menunjukkan bahwa ia baik-baik saja. "Apa kau sudah menemukan makanan yang ingin kau pesan?"
"Apakah ini ada hubungannya dengan dia lagi?"
Nebia yang sedang menunduk - membaca daftar menu terpaksa menghentikan gerakan matanya. Untuk sesaat ia tetap bungkam. Otaknya sibuk merangkai kata agar Liam percaya. Setelah dirasa mampu menemukan jawaban, ia pun mengangkat kepalanya dan tersenyum. Ia hela napas pelan demi mengusir rasa tidak nyaman ketika harus berbohong pada Liam. Kebohongan yang sering ia lakukan akhir-akhir ini. Sebenarnya ia tidak nyaman, tapi ia juga tidak mungkin berkata jujur atau Liam akan melakukan sesuatu. Liam itu bagaikan kakak baginya. Pria yang selalu melindungi dan berada di depannya ketika hidup sedang tidak berbaik hati. Pria tampan serta mapan yang selalu siap memberi pundaknya bahkan berusaha menarik hidupnya agar bisa berada di sampingnya.
Nebia akui, perjuangan Liam perlu di beri apresiasi. Berbagai macam bentuk penolakan telah ia lakukan tapi pria ini tidak pernah mundur. Hingga Nebia merasa lelah dan membiarkan Liam tetap berkeliaran di sekitar hidupnya dengan kegigihan yang sama kuatnya seperti dulu. Menjadikan dirinya sebagai istri - yang mana kemudian ia anggap sebagai usaha yang sia-sia. Karena sampai saat ini, ia tetap tidak bisa.
Sebenarnya Nebia bisa saja berpikir rasional, menerima Liam dengan segala bentuk kasih sayang dan perhatiannya. Tapi bagaimana dengan hati yang sudah terlanjur ia ikrar kan untuk suaminya? Ia tidak akan berbohong jika sebenarnya, hati ini masih belum seutuhnya menjadi milik sang suami. Hanya sebagian atau mungkin lebih. Memang tidak banyak, lagipula untuk apa? Jika pada akhirnya, hati ini akan tersakiti. Percuma saja bukan?
"Bagaimana pekerjaanmu?" tanya Nebia setelah memanggil pelayan dan menyebutkan pesanan mereka. Ia membuka topik baru agar bisa mengalihkan pembicaraan mengenai suaminya. Karena ia sendiri yakin jika pertanyaan Liam di jawab, maka itu akan berakhir panjang.
"Sangat baik. Bagaimana kabarmu?" Liam tersenyum hangat. Selalu raut itu yang terbingkai di wajah tampannya.
"Aku sangat baik. Bahkan lebih baik." Bohongnya lagi. Padahal tidak demikian, beberapa hari ini banyak kejadian yang terjadi di hidupnya bagai sebuah mimpi. Mimpi yang ingin ia akhiri dan hapus dari ingatan.
Tapi nyatanya tidaklah semudah itu. Bayangan dirinya yang tidur dengan pria lain dan menginap di rumah pria yang sama membuat Nebia diselimuti rasa jijik. Bahkan ia merasa sangat tidak pantas disebut sebagai istri. Karena dalam kasus manapun, tidak ada seorang istri yang tidur dengan pria lain.
Makanan datang lebih cepat. Keduanya tidak lagi melanjutkan pembicaraan. Nebia menunduk, menikmati makan siang ini dengan tenang dan Liam menyesap minuman sambil mengamati Nebia.
Liam tidak mengerti mengapa Nebia begitu sangat ingin mempertahankan rumah tangganya. Padahal jika dipikir, apa yang bisa mereka pertahankan. Tidak ada kenangan indah seperti yang biasa dilakukan pasangan suami istri. Liam juga tahu jika Joyce tidak pernah menyentuh Nebia. Pria macam apa itu. Tidak menyentuh istrinua tapi menyentuh wanita ini. Andai punya kesempatan, ia ingin sekali membunuh pria bajingan itu.
Pria seperti dia, yang tidak pernah melihat keberadaan Nebia tidak pantas di pertahankan. Seharusnya Nebia bisa melihat hal itu dengan sangat jelas. Seharusnya Nebia bisa melihat keberadaannya yang selalu ada untuknya. Ada dirinya yang siap melindungi dan memberi kebahagiaan padanya. Seumur hidup. Ia berjanji akan membahagiakannya selama sisa hidupnya.
Liam tersenyum getir. Meraih dan menyesap minuman dengan mata yang tertuju pada wanita yang masih menunduk di depannya. Tampak menikmati walau sebenarnya itu adalah sebuah kebohongan. Ia bisa melihat bagaimana mata cokelat itu tidak pernah lagi bersinar seperti dulu.
Sejak dulu, hatinya hanya untuk Nebia. Hanya dia. Yeah.... hanya Nebia. Satu nama yang tidak akan pernah tergantikan.
"Nebia...." Wanita itu mendongak. Melihat ke arahnya dengan senyum tipisnya. "Apa kau ingin pergi ke suatu tempat?"
Lagi. Senyum diberikan wanita itu yang disusul anggukan pelan membuat Liam senang. Dan setelah itu, mereka berdua benar-benar pergi. Menuju pada suatu tempat yang tidak diketahui Nebia.
Ditempat berbeda. Sebuah kepalan tangan tidak mampu lagi disembunyikan. Rahang mengeras serta tatapan tajam tertuju lurus pada sebuah foto yang baru saja di dapatkannya.
Emosi dalam jiwanya berbanding terbalik dengan sikap yang selama ini ditunjukkan. Pria itu, suami dari wanita yang menjadi alasan kekesalannya kali ini terlihat sangat marah. Dugaannya tidak pernah salah. Joyce tidak pernah keliru saat mengatakan bahwa mereka terlibat dalam sebuah hubungan.
Inilah salah satu alasan mengapa ia sangat tidak menyukai istrinya. Bukan karena Nebia tidak cantik, tapi kesetiaan wanita itu yang sangat diragukan.
Tbc
*****Selamaatt pagii.....
Sudah lama kah kalian menunggu diriku....wkwkwkwkwkwk 🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Gak mau banyak cuap²...💃💃
Love u ❤️❤️
- Roemdania -
KAMU SEDANG MEMBACA
Take Me Away
RomanceTernyata pernikahan tidak seperti yang dibayangkan. Penuh dengan cinta yang bertabur kebahagiaan serta romantisme disegala sisi. Tapi tidak dengan pernikahan Nebia Bailey. Pernikahan yang digadang-gadang membawa kebahagiaan justru sebaliknya. Ia tid...