TMA ~ Part 41

659 73 12
                                    

Sinar matahari menembus celah tirai yang tidak tertutup rapat. Hembusan angin berlomba-lomba menerobos masuk ke dalam kamar berukuran 4x4 meter tersebut. Tidak lebar seperti kamar miliknya, tapi kenyamanan yang di dapatkan tidak bisa ditukar dengan apapun. Bahkan ia rela menukar apartemennnya dengan tempat sempit ini hanya untuk bisa menikmati kenyamanan ini.

Suara ombak terdengar menentramkan. Membuat siapapun berlama-lama untuk menikmati momen seperti ini. Tidak ada bising lalu lintas ataupun panggilan masuk yang selalu mengganggu tidurnya.

Ia tidur nyenyak.... Yeahh.... Sangat nyenyak.....

Apalagi aroma khas ini bagai sebuah nikotin yang ingin selalu ia hirup. Kecanduan dan sepertinya sulit untuk dilepaskan.

Gerakan kecil dari tubuh di sampingnya membuat Aleandro berpura-pura untuk tetap memejamkan mata. Sebelah tangannya yang melingkar di atas perut sengaja tidak ia pindahkan hanya semata-mata untuk mengetahui reaksi seperti apa yang akan terjadi pagi ini.

Bila dihitung, mungkin sudah 5 menit berlalu sejak gerakan terjadi namun tidak ada tanda-tanda histeria seperti bayangannya. Apakah dia kembali tidur?

Penasaran, akhirnya ia memutuskan untuk mengintip dari sebelah matanya yang terbuka sedikit dan tertawa dengan kilat mata yang jenaka ketika menemukan wajah Nebia tepat berada di depan wajahnya.

"Selamat pagi?" Sapa Nebia. "Apa tidurmu nyenyak?" Sindirnya hingga Aleandro tak kuasa untuk tidak menarik sudut bibirnya.

"Sangat nyenyak hingga tidak ingin segera bangun" sahutnya sambil tertawa geli. Aleandro menariknya semakin dekat sampai terdengar suara pekikan Nebia.

Wanita itu menggeser tubuhnya menjauh namun Aleandro menahannya. Ia menyerukkan kepalanya ke leher Nebia. "Sebentar saja." Pintanya sambil kembali memejamkan mata.

"Kita harus segera pergi, Alle..."

"Hemmm....." Aleandro mengangguk. "Sebentar saja."

Dan Nebia benar-benar menuruti keinginan Aleandro. Menyisakan ruang sepi dalam kehangatan. Tidak ada yang membuka suara. Membiarkan ketenangan mengambil alih saat suara dalam otaknya untuk melakukan hal lain.

Sekuat tenaga Aleandro menahan diri agar tangannya tetap berada di tempat semula. Bergesekan pada kulit perut yang lembut. Ia juga mati-matian menyuruh juniornya untuk tetap diam. Tidak berulah yang mungkin berujung pada keburukan.

Aleandro sudah berhasil melalui malam dengan sangat baik. Menepati janjinya untuk tidak berbuat lebih kecuali tidur berpelukan. Dan memang benar, mereka hanya tidur. Tidur dalam arti normal. Tidak ada adegan baju berserakan bahkan sebuah tautan bibir pun hanya terjadi sebentar saat mereka sama-sama hendak menjelajah mimpi.

Herannya, ia memang melakukan itu. Tidur layaknya orang normal meski berada dalam satu ranjang dengan lawan jenis.

"Apa yang akan kau lakukan setelah ini?"

Tiba-tiba Nebia bertanya dan ia berhenti membaui aromanya. Kepalanya mundur sedikit untuk melihat wajah Nebia.

Aleandro tidak langsung menjawab. Keningnya berkerut seolah berpikir. Lalu dengan nada santai ia menjawab. "Mandi, makan atau mungkin kembali tidur."

"Bukan itu maksudku." Sahut Nebia ketus. "Maksudku, kau akan ke mana?"

Aleandro tertawa dan kembali membenamkan kepalanya ke dalam lipatan leher Nebia. Sebelum menjawab, Nebia sudah lebih dulu memberikan jawaban dari pertanyaannya sendiri.

"Kalau aku...... Aku akan mencari Joyce dan menyelesaikan permasalahan kami."

Tentu saja, kalimat itu membuat Aleandro menarik diri. Ia bahkan menopang kepalanya dengan sebelah tangan. Menatap pada Nebia yang mengarahkan matanya pada langit-langit kamar.

Take Me AwayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang