TMA ~ Part 12

1K 110 22
                                    

Ya ampunnn.... berapa lama aku meninggalkan lapak ini gara-gara projek disebelah...😅😅

Jika kalian lupa bersambung sampai dimana, baca part sebelumnya ya??

Happy reading...

*****

Bangunan berlantai dua menjadi pilihan Aleandro saat ini. Ia menghentikan mobilnya di pelataran rumah. Mematikan mesin. Namun tidak berniat untuk keluar. Keduanya terlibat kesunyian yang canggung. Bingung, kata apa yang harus terucap dari bibir masing-masing.

Air mata Nebia tidak lagi menetes. Namun sisa air mata yang telah mengering masih terlihat. Aleandro menarik napas. Ia membuka seatbelt. Mendorong pintu mobil dan keluar. Ia juga tidak lupa turut membuka pintu penumpang sebelah. Tapi Nebia tetap diam.

"Apa kau tidak ingin keluar?"

Suara Aleandro membuat netra cokelat Nebia kembali menatap takjub bangunan didepannya itu. Mungil dan cantik.

Aleandro menghela napas pelan. "Ayo masuk." Ajaknya kembali. "Aku berjanji tidak akan melakukan apapun padamu."

Nebia melirik Aleandro yang masih menahan pintu mobil agar tetap terbuka. Sebenarnya ia tidak yakin. Mereka adalah orang asing. Ia baru mengenal pria ini dalam hitungan jam dengan pertemuan awal yang sangat salah.

Tapi sekali lagi. Nebia mencoba berpikir, kemana ia harus pergi. Tidak ada tujuan yang bisa didatangi. Dia tidak punya siapa-siapa. Ibunya bukanlah orang yang bisa membuka tangan lebar menyambut kedatangannya. Justru yang terjadi malah sebaliknya. Wanita yang sudah merawatnya sejak kecil itu telah menutup pintu rumahnya. Kecuali ia datang bersama suaminya.

Hahhh.... Satu-satunya tempat yang ditinggalinya saat ini cuma rumah suaminya dan ia juga tidak mungkin pulang kesana. Hatinya masih terlalu sakit ketika bayangan menjijikkan itu terlihat jelas di depan matanya.

Sekilas ia mencoba mengingat. Kesalahan apa yang telah dilakukannya hingga sang suami tega melakukan semua ini padanya. Mungkinkah ia tidak pantas menjadi istrinya? Atau mungkin ia melakukan kesalahan hingga suaminya marah?

Entahlah.... Nebia tidak bisa lagi berpikir saat bagaimana rasa di selangkangannya masih terasa sakit. Ia berharap bahwa ini hanya mimpi. Mimpi buruk yang ketika ia membuka mata maka semuanya akam hilang. Namun sayangnya, semua ini nyata, apalagi pada sosok yang kini sedang berjalan di depannya.

Punggung lebar dan tegap. Berbeda dengan tubuh suaminya yang tidak terlalu tinggi. Sekilas bayangan semalam menghantui pikirannya.

Keintiman yang tidak pernah sekalipun dirasakannya menghantam akal sehatnya. Sejak menikah, sejak tinggal bersama dengan suaminya. Mereka tidak pernah melakukan hubungan suami istri. Padahal setiap malam, Nebia selalu menanti suaminya meminta dan mereka melebur menjadi satu dalam penyatuan.

Tapi ternyata dunia memang sejahat itu. Sesuatu yang ia jaga untuk suaminya terpaksa harus direnggut oleh orang lain tanpa tahu alasan dibaliknya.

Meski begitu, kini... Nebia tahu seperti apa rasanya menjadi wanita seutuhnya.

Sentuhan penuh kehati-hatian yang diberikan Aleandro membuatnya sadar bahwa seharusnya wanita memang harus diperlakukan seperti itu.

Pipinya memanas. Nebia tidak menampik jika kenikmatan yang baru dirasakannya itu membuat bulu kuduknya meremang.

"Anggap saja ini sebagai rumahmu."

Perkataan Aleandro menghentikan pikiran tak senonohnya. Seharusnya sebagai wanita bersuami, ia tidak boleh memikirkan hal sialan itu. Apalagi dari orang yang bahkan tidak ia kenal. Meski orang inilah yang mengenalkannya pada kenikmatkan itu.

Take Me AwayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang