TMA ~ Part 44

1K 83 21
                                    

Bukan tanpa alasan ia melakukan hal seperti ini. Tentu saja, setiap ucapan yang keluar dari bibirnya akan ia pertanggung jawabkan meski sebenarnya kata-kata itu terangkai begitu saja saat otaknya tak mampu lagi berpikir jernih.

Memilih pergi bersama dengan Joyce adalah ide bodoh yang terpaksa ia ambil demi menyelamatkan hubungan Aleandro dan Gisele. Sama seperti yang dikatakan, ia tidak ingin menjadi orang ketiga yang hadir di antara mereka. Biarkan mereka menyelesaikan masalah mereka terlebih dulu. Sebab ia yakin, Aleandro menghilang dari acara pernikahannya bukan tanpa alasan. Bisa jadi ini karena keberadaannya yang tidak terlacak. Ditambah lagi, rencana Joyce untuk mengambil saham miliknya, mungkin telah di dengar Aleandro.

Mungkin saja kan...?? Karena akhir-akhir ini ada banyak kemungkinan untuk setiap peristiwa yang terjadi.

Namun dibalik kekacauan ini, ia perlu mengucapkan terima kasih pada pria itu karena telah menyelamatkannya pada detik terakhir di mana sudah tidak ada pilihan lain. Ketika kata terima kasih itu belum terucap, ia justru menambah beban yang seharusnya tidak diperlukan. Sedikit banyak ada perasaan janggal karena telah meninggalkan Aleandro begitu saja.

Stop it berpikir tentang Aleandro, Nebia. Dia punya kehidupan yang tidak kau mengerti.

Reaslistis saja. Ia bukanlah tipe wanita yang bisa dengan mudah dekat dengan orang baru. Ia perlu tahu siapa orang yang akan mewarnai hidupnya.

Jika kalian berpikir, ia labil. Tentu. Ia sangatlah tidak punya pendirian. Awalnya ia mengira bersama Aleandro adalah satu-satunya jalan untuk mencari kebahagiaan kecil namun nyatanya tidak. Sepanjang malam ia tidur bersebelahan dengan pria itu, otaknya berkelana untuk mencari jawaban dari ketidak tenangan hatinya.

Dan pagi ini, ia menemukan jawaban.

Pergi dari dia dengan alasan untuk menyelesaikan masalah. Tapi nyatanya tidak. Ia justru menambah masalah yang ada.

"Kau bisa turunkan aku di depan."

Permintaannya mendapat respon berupa tolehan bingung dari pria yang duduk di balik kemudi. Joyce mengernyitkan dahi dan Nebia menjelaskan perihal permintaannya.

"Masalah kita sudah selesai, Joyce. Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi." Nebia menarik napas. Lalu menghelanya pelan. Mengumpulkan niat untuk mengungkap kekecewaannya. "Kaca yang sudah diretak tidak akan pernah bisa memberikan pantulan yang sempurna lagi. Begitu pula dengan hubungan kita."

Raut Joyce berubah terkejut. Nebia meluruskan badannya, matanya menatap ke depan dengan tangan yang terlipat di dada.

"Ayo kiya sudahi masalah kita dengan damai. Sama seperti yang aku ucapkan tadi. Aku tidak mau selalu bersembunyi dan kau terus mengejarku untuk sebuah rasa penasaran atau penyesalan karena baru tahu kenyataan yang sebenarnya."

"Aku tidak berpikir seperti itu, Nebia. Aku__"

Dengan cepat ia memotong kalimat Joyce selanjutnya. "Aku bisa saja menganggap bahwa pengejaranmu kali ini adalah bentuk penyesalan karena telah menyia-nyiakan aku. Entah itu karena saham yang baru kau ketahui atau karena hal lain. Tapi tidak Joyce, hatiku tidak setegar dan semudah itu untuk bisa menerima maafmu."

Nebia menarik napas panjang. Mengurai kedua tangannya dan mencengkeram tali tas yang ada di pangkuan. Lalu kembali melanjutkan rangkaian kata yang sudah ia susun.

"Aku wanita normal yang tahu rasanya sakit karena dikhianati, tidak di anggap bahkan dibuang oleh suami yang sah menurut agama. Hatiku juga sakit saat tahu bahwa kau lebih mementingkan perusahaanmu daripada harga diri istrimu." Ia mengepalkan tangannya kuat. Menahan emosi yang membuncah. "Malam itu, semuanya hancur. Harga diriku sebagai seorang istri yang masih mempertahankan sesuatu yang memang aku jaga untuk suami -- hilang karena ego dari suamiku sendiri."

Tarikan napasnya semakin kuat. Ia menahan diri agar tidak menangis.

"Meski kau menjalin hubungan dengan Casey dan berhubungan di depanku, aku masih saja berpikir bahwa suatu hari nanti, akulah yang akan melayanimu sama seperti yang Casey lakukan padamu. And you know what I've been?" Tanyanya pelan.  "Aku kecewa dan saat itulah harapanku hilang."

Air mata dari sudut matanya menetes dan ia segera menghapusnya. Tidak ingin terlihat rapuh dan mendapt belas kasih dari Joyce yang mungkin saja merasa bersalah. Untuk beberapa saat, tidak ada yang bersuara. Ada jeda yang cukup panjang yang ia ambil. Berpikir kalau Joyce akan membela diri seperti yang biasa dia lakukan tapi tidak, pria itu diam. Namun raut wajahnya muram dan tangan yang berada di atas kemudi mengepal erat.

"Turunkan aku di situ." Pintanya saat melihat halte bis ada di depan. Tidak ada lagi yang perlu ia katakan. Joyce tidak perlu tahu bagaimana ia sangat hancur. Ia juga menjaga diri agar tidak menangis di depan pria brengsek sepertinya.

Tidak Nebia.... Jangan tunjukkan kelemahanmu.

Mobil benar-benar berhenti, ia membuka seatbelt dan bersiap turun namun urung ketika bibir Joyce terbuka setelah membisu selama perjalanan.

"Maafkan aku, Nebia." Ucap Joyce pelan. Dia memiringkan tubuh agar bisa melihatnya. "Aku tidak memikirkan resiko apa yang akan terjadi saat mengambil keputusan bodoh itu. Aku pikir, kau akan tetap menjadi istriku untuk selamanya mengingat kau telah berjanji pada ayahmu. Tapi ternyata aku salah__" Joyce tersenyum miris. "__kebodohanku justru membuatku harus kehilangan."

Ia sama sekali tidak ingin menanggapi pengakuan kesalahan Joyce. Ia malah mengucapkan kata yang tidak ada hubungannya dengan itu. Memotong dengan sangat jelas bahwa mereka sudah tidak perlu lagi membahas perihal penyesalan.

"Sampaikan salamku pada Mommy. Aku sangat menyayanginya." Lalu ia mendorong pintu dan keluar dari mobil yang membuatnya tidak bisa bernapas.

Bersyukur, 10 menit berlalu dengan cepat dan beruntung ia bisa menyampaikan apa yang selama ini tidak pernah bisa mereka bicarakan berdua. Lagipula ia tidak perlu menanggapi kata-kata Joyce. Dia menyesal? Itu sama sekali bukan urusannya.

Kakinya berjalan menuju kursi tunggu. Bergabung bersama beberapa orang yang menunggu kedatangan angkutan umum tersebut. Mobil Joyce masih belum pergi. Entah apa yang dilakukan pria itu di dalam sana. Ia tidak peduli.

Kali ini fokusnya adalah masa depannya sendiri. Memulai lagi menata hidupnya yang berantakan. Tapi.... Ia harus memulainya dari mana? Ia tidak memiliki siapapun di sini. Semua kartu yang pernah diberikan Joyce padanya telah ia tinggalkan di mobil tadi. Saat ini, hanya tersisa beberapa lembar uang kertas yang cukup untuk menghidupi dirinya selama beberapa hari.

Tidak.... Tidak... Tidak...

Ini bukan waktunya untuk meratapi bagaimana ia bisa bertahan hidup. Ia hanya perlu percaya pasti akan ada jalan keluar dari masalah ini.

Akhirnya bus yang ditunggu datang, beberapa orang berlomba untuk segera masuk namun bukannya ikut beranjak, ia justru tetap duduk hingga bus kembali berjalan.

Matahari mulai meninggi saat ia memutuskan berdiri. Ia sudah terlalu lama duduk dan melewatkan beberapa bus yang berhenti di sana.

Nebia menarik dan menghela napasnya pelan. Mengusir rasa sesak yang memenuhi dada. Dengan langkah ringan, ia menyusuri trotoar dengan otak yang terus bekerja. Merangkai sebuah ide dan tujuan yang akan ia jalani setelah ini.

Hingga, tiba pada satu keputusan bahwa ia perlu sendiri. Memikirkan ulang semua drama kehidupan yang terjadi padanya akhir-akhir ini. Ia juga perlu menikmati hidup sebagai wanita bebas tanpa air mata. Setidaknya bila ia harus meninggalkan dunia ini, ia tidak merasa rugi karena menyia-nyiakan nikmat dari Tuhan.

Tbc
*****

Haiiii....

Aku come back lebih cepat....💃💃
Semoga gak cuma malam ini aja ya...??😂

Betewe.... Sedang apa kalian malam ini?
Jadi kaum rebahan kayak aku atau lagi kencan bareng doi....??😁

Okee gaess.....
Tingkyuhhh karena masih setia sama cerita yang gak kelar² ini....😅

#Love u ❤️❤️

- Roemdania -

Take Me AwayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang