Sudah sepuluh menit, Nebia hanya berdiri di depan pintu kamar Aleandro. Tidak ada sedikitpun keberanian untuk mengetuk pintu kokoh dihadapannya ini. Kebimbangan menyelimuti dirinya tatkala perutnya berbunyi. Sial... Ia sudah sangat lapar dan sangat tidak etis bila ia makan lebih dulu daripada pemilik rumah.
Baiklah...
Sebelah tangan Nebia terangkat dan entah suatu keberuntungan atau kesialan karena tiba-tiba saja pintu dihadapannya ini terbuka. Tangan Nebia menggantung di udara. Matanya membola besar. Dengan pelan dan gugup, Nebia menurunkan tangan dan membalik tubuhnya. Memunggungi Aleandro yang berdiri ditengah pintu.
"Ada apa?" Suara dalam dan beratnya menyapa Nebia di awal pagi ini.
Masih tidak ingin berbalik, Nebia membuka suara tanpa melihat ke arah Aleandro. Ia meremas kedua tangan di depan tubuhnya. "Hanya ingin memberitahu bahwa sarapan sudah siap."
Aleandro sudah membuka bibir untuk menjawab, namun segera terpotong saat Nebia kembali berucap. "Aku akan menunggumu di bawah."
Setelah itu, wanita yang hari ini memakai dress selutut berwarna cerah itu pergi dan menghilang di undakan tangga.
Kekehan kecil serta gelengan kepala dilakukan Aleandro karena merasa sangat lucu. Mengapa Nebia tidak melihat ke arahnya? Apakah ada yang salah dengan dirinya? Ia tidak sedang bertelanjang, hanya kemeja yang dikenakan belum terkancing.
Tidak ingin membuat Nebia menunggu lebih lama. Aleandro bergegas turun ke bawah. Tubuh tinggi tegapnya telah terbalut setelan tiga lapis dengan warna dasar biru muda.
"Ke mana bibi Debora?" Aleandro membuka suara ketika sudah duduk di meja makan. Berhadapan dengan Nebia yang sedang menunduk. Apakah makanan di depannya terlihat lebih menarik dari dirinya?
Masih belum mengangkat wajah, Nebia menjawab pertanyaannya. "Aku tidak tahu. Tadi pagi, dia hanya memberitahu jika makanan sudah siap?"
"Apa aku tidak cukup menarik untuk dilihat olehmu?"
Tentu saja pertanyaan ini berhasil membuat Nebia mendongak. Wanita itu mengangkat sebelah alisnya, namun entah mengapa Aleandro merasa senang melihatnya. Tatapan keduanya terpaut selama beberapa detik sebelum Nebia menawarkan makanan.
"Apa yang ingin kau makan?" Nebia berdiri, hendak mengambilkan roti untuk Aleandro. Namun roti itu tak kunjung sampai ketika Aleandro kembali bertanya sesuatu.
"Apa kau selalu melayani suami mu seperti ini?"
Lagi. Nebia menatap Aleandro. Bibirnya terkunci rapat untuk setiap pertanyaan yang di ajukan.
"Apa aku boleh bertanya?"
Nebia kembali duduk. Tatapan matanya tidak lagi tertuju pada Aleandro, melainkan pada cangkir teh di depannya. "Bukankah sejak tadi kau sudah bertanya?"
"Apa kali ini kau akan menjawab?"
Helaan napas pelan muncul dari bibir Nebia. Wanita itu menyandarkan punggungnya dan melipat kedua lengan didepan dadanya. "Tergantung pertanyaan seperti apa yang ingin kau tanyakan."
Seharusnya pertemuan singkat mereka tidak membuat Aleandro seperti ini. Ia bukan pria yang peduli pada kehidupan orang lain. Tapi nyatanya, kali ini hatinya sedang tidak ingin melakukan itu. Jadi dengan penuh pertimbangan, pria itu ikut menyandarkan punggungnya. Berusaha merangkai sebuah pertanyaan yang mana harus berhasil dijawab oleh Nebia. Entah ini hanya berupa kepedulian atau memang ada sesuatu dalam dirinya yang perlahan mengintip permukaan yang pada akhirnya ia beri nama sebuah kenyamanan.
Sangat tidak masuk akal. Tentu saja. Bagaimana bisa hanya dengan beberapa malam kebersamaan mereka - tinggal satu atap membuat Aleandro tidak lagi merasakan apa itu arti kesepian. Meski mereka tidak melakukan apapun, tapi Aleandro seperti lebih kepada merasa dibutuhkan dan ia sangat menyukainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Take Me Away
RomansaTernyata pernikahan tidak seperti yang dibayangkan. Penuh dengan cinta yang bertabur kebahagiaan serta romantisme disegala sisi. Tapi tidak dengan pernikahan Nebia Bailey. Pernikahan yang digadang-gadang membawa kebahagiaan justru sebaliknya. Ia tid...