TMA ~ Part 37

655 80 6
                                    

Nebia tidak tahu apakah ini adalah keputusan tepat atau tidak. Nyatanya, melemparkan diri dan pergi bersama Aleandro tidak pernah ada dalam daftar rencananya hari ini. Meski sebelumnya Nebia memang berencana untuk kabur dari Joyce tapi tidak dengan skenario seperti ini. Membuatnya terjebak bersama pria yang akhir-akhir ini sering datang ke dalam mimpinya.

Jalanan legang tidak serta membuat keduanya terlibat pembicaraan santai. Aleandro fokus menatap jalan di depannya dan Nebia sendiri menatap pemandangan jalan dari jendela di sampingnya.

Hingga pada menit ke-20, mobil yang ditumpangi berhenti di pinggir jalan. Tidak perlu bertanya mengapa mereka ke sini karena ia memang membutuhkan situasi semacam ini dan beruntung Aleandro sangat mengerti keinginannya meski tidak diucapkan dengan kata-kata. Ia butuh melepas penat dari beban kehidupannya.

Secara sadar, Nebia menarik bibirnya ke atas. Hatinya bersorak kegirangan. Tidak ingin menyia-nyiakan waktu yang mungkin hanya sebentar ini, Nebia memutuskan untuk membuka seatbelt terlebih dulu, tangannya hendak mendorong pintu namun cekalan pada lengannya membuat urung. Ia menoleh dan menemukan mata gelap milik Aleandro menatapnya.

Untuk sejenak, tidak ada yang membuka suara. Aleandro hanya menatapnya dan Nebia sedang menebak-nebak apa kiranya pertanyaan yang menggantung di kepala Aleandro hingga membuat pria itu kesulitan mengutarakan dengan cepat.

"Apa kau tidak marah padaku?"

Pintu yang sudah di buka sedikit terpaksa ia tutup kembali lalu tubuhnya sedikit menyamping hingga pegangan Aleandro terlepas. Well.... Ternyata ini pertanyaan yang sudah membuang waktunya sebanyak dua menit.

"Apa aku harus marah padamu?" Nebia mengajukan pertanyaan lain hingga membuat Aleandro berdecak.

"Jangan membalik pertanyaanku, Nebia. Kau hanya perlu menjawab ya atau tidak.

"Tidak." Sahutnya singkat.

"Kenapa?"

"Bukankah kau hanya memberiku dua pilihan dan tidak perlu alasan untuk itu."

Nebia menahan senyum geli, melihat raut frustasi Aleandro karena jawabannya barusan. Pria itu mengubah pandangannya. Menatap ke depan, siku kanannya menumpu pada pinggiran kaca dengan jari-jari yang menyugar rambutnya.

Bibir Aleandro tampak membuka dan menutup kembali. Nebia mengamati Aleandro -- membayangkan dan bertanya pada diri sendiri, mengapa ia harus kembali bertemu dan berada dalam situasi seperti ini bersama dengan pria yang melecehkannya?

Yahhh.... Ia tidak akan munafik kalau ia sempat marah saat tahu tentang kesepakatan pria ini bersama suaminya. Perjanjian konyol yang mempertaruhkan harga dirinya sebagai seorang istri dan itu semua adalah idenya.

Bila saat ini Aleandro mengajukan pertanyaan serupa tentang kemarahan maka ia akan menjawab kalau sudah tidak marah. Lagipula untuk apa ia menyimpan rasa marah itu kalau semuanya sudah terjadi dan berlalu? Anggap saja seperti itu karena ia memang akan segera melupakan kejadian beserta orangnya.

Lalu apa ini....?

Apakah ini memang takdir yang mengharuskannya untuk kembali bertemu dan terlibat dalam situasi semacam ini?

Nebia tersenyum kecut. Pikirannya tentang kejadian itu hilang saat matanya tidak sengaja menangkap pergerakan dari seorang pedagang.

Tanpa kembali membuang waktu, Nebia bergerak turun. Berlari kecil mengejar pedagang yang berjalan menjauh dan berhasil mencapainya. Ia memilih beberapa makanan dan minuman yang tersusun di atas nampan besi kemudian matanya berkeliling -- mencari Aleandro. Ternyata pria itu berdiri bersandar di badan mobilnya. Lalu ia memanggilnya dengan anggukan.

Take Me AwayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang