"Mom.... Dengarkan aku dulu."
Ini adalah rengekan Aleandro yang ke sekian kalinya. Tapi sang ibu tetap tidak mendengarkan. Wanita setengah baya itu sibuk berjalan mondar mandir. Memeriksa setiap bagian yang dibutuhkan untuk upacara pernikahannya.
"Mom....."
Lagi, Aleandro membuntuti ibunya. Mengekori ke manapun wanita itu pergi.
"Berhenti mengikutiku."
"Mom...."
Tidak menghiraukan, ibunya berjalan ke arah tumpukan bunga, memisahkan beberapa helai yang warnanya kurang bagus. Lalu memanggil salah satu pekerja yang membantunya mengurus dekor. Memberi titah untuk mengganti bunga yang ada pojokan.
Besok....
Yeahh..... Acara sumpah sehidup semati itu akan berlangsung besok dan Aleandro masih bersikap layaknya anak kecil.
"Mom...."
Helaan napas keluar dari bibir ibunya. Mungkin sudah lelah mendengar rengekan putranya itu. Kemudian wanita baya tersebut menoleh, menghadap pada Aleandro yang berada di belakangnya.
"Kenapa harus membohongi kami semua?"
"Aku tidak mengerti." Jawab Aleandro cepat.
"Cari tahu sendiri" sahut ibunya ketus.
Lalu setelah mengucapkan hal tersebut, ibunya kembali meninggalkan Aleandro yang tampak kebingungan. Tentu saja, pertanyaan ibunya menyisakan banyak tanda tanya. Pertanyaan yang sulit dimengerti itu membuat Aleandro berpikir keras. Kenapa giliran ibunya membuka mulut, pertanyaan itu yang harus keluar dari bibirnya? Padahal ia tidak menginginkan ini.
Tidak ingin menebak-nebak sendiri, akhirnya Aleandro bergegas ke kamarnya. Menaiki dua anak tangga sekaligus. Membuka pintu dan menutupnya dengan cepat.
Matanya berkeliling, mencari keberadaan benda pipih yang biasanya berada di atas nakas. Tapi sial... Tidak ada apapun di sana. Ponselnya bersembunyi entah di mana.
Sambil mengumpat kesal, Aleandro terus mencari. Menyingkap selimut, mengintip di bawah ranjang, di sela-sela sofa dan terakhir di kamar mandi.
Sial.... Di mana ia meletakkan ponselnya. Lalu ia ingat bahwa sebelum keluar dari kamarnya, ia duduk di balkon. Secepat kilat, ia berjalan tergesa dan bersyukur bahwa ponselnya benar-benar ada di sana.
Tangannya menggulir layar ponsel dan menyambungkan pada seseorang.
"Katakan padaku, Nath?" Cecarnya langsung.
"Apa?"
"Jangan berpura-pura bodoh, Nathan." Aleandro menggeram marah. Memaksa Nathan untuk memberitahu yang sebenarnya.
"Aku benar-benar tidak tahu." Sahut Nathan dengan nada yang sedikit tinggi. "Sebenarnya apa yang ingin kau tanyakan padaku? Aku bukan seorang peramal yang langsung mengerti isi otakmu."
Barulah Aleandro sedikit melunakkan suaranya sekaligus menahan emosinya. Mungkin Nathan memang benar-benar tidak tahu. Ia menghela napas. Sebelah tangannya mencengkeram pada besi pembatas balkon dengan tatapan yang menerawang jauh.
"Mommy bilang kalau aku tidak seharusnya membohongi. Tentu saja aku tidak mengerti. Memangnya kebohongan apa yang aku lakukan padanya?"
Nathan diam.
"Kau pasti tahu sesuatu bukan?"
"Dengar Alle... Aku tidak mengerti apa yang kau katakan dan aku tidak tahu apa yang membuat bibi mengatakan hal tersebut padamu." Nathan menjeda agak lama. Seperti tampak berpikir. "Tunggu.... Aku ingat." Serunya tiba-tiba. "Tepatnya 2 hari yang lalu bibi menghubungi William. Kebetulan pada saat itu, aku sedang duduk di belakang punggungnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Take Me Away
RomanceTernyata pernikahan tidak seperti yang dibayangkan. Penuh dengan cinta yang bertabur kebahagiaan serta romantisme disegala sisi. Tapi tidak dengan pernikahan Nebia Bailey. Pernikahan yang digadang-gadang membawa kebahagiaan justru sebaliknya. Ia tid...