Selamat membaca kembali, bagi yang kangen boleh dilepaskan kangennya di sini <3*
Semalam kelam, Dewa tak bisa memejamkan matanya barang sedetikpun.
Pikirannya buncah. Seperti lautan yang didebur ombak.
Apalagi ketika mengingat, betapa tidak lancarnya rahasia yang sengaja ia kubur dalam-dalam itu.
Bapak dan Ibuk juga menekannya dengan tuntutan penjelasan. Belum lagi soal Rinai yang hilang seperti ditelan Bumi.
Ditambah lagi Thalla.
Setelah merasa bahwa Dewa dan Rinai terlalu mengulur waktu, gadis itu tak mau lagi mencampuri urusan yang pasti semakin rumit. Yang mana, tahunya Thalla hanyalah berlatar belakang ketidaksengajaan yang sudah semesta rencanakan.Tiba-tiba Dewa ingin sekali agar hari tidak pernah malam lagi. Ia menginginkan pagi yang normal, yang selalu indah bersama Hujan-nya, di dalam bus, di pinggiran kota, dan di semua tempat yang pernah mereka kunjungi bersama.
Malam terasa begitu kejam, karena sudah membuatnya terpisah dari Rinjani kesayangannya.
Seperti malam ini.
Membuat ia tak percaya diri, bahwa esok, Hujan Rinjani masih mau ia miliki.Dewa lelah, dan malam tahu itu.
Setelah sekian perjuangan menahan beban perasaannya, akhirnya ia tertidur. Meski tidak cukup pulas. Paling tidak ia berharap agar saat matanya terbuka, pagi telah menyambutnya dengan janji cerita penyelesaian.
Dalam tidurnya yang melarut, bersama tingginya malam, sesekali ia terbatuk, meski tak mengubah kantuknya.
Semoga saja, esok hari, ia memiliki tenaga untuk menuntaskan banyak hal.
Selamat tidur, Dewa yang hatinya baik.
* * *
Yogyakarta pagi ini, sama riuhnya dengan hati Dewa.
Baginya, kenapalah orang-orang bisa dengan begitu mudah menentukan tujuan mereka.
Sedangkan dirinya, si presiden yang tersegani se-UGM, hanya mampu terpaku.Antara bingung dan bimbang. Bahkan, keduanya tampak berada dalam artian yang sama pagi ini.
Tangannya menggenggam kotak makanan yang padahal sengaja ia tinggalkan tadinya. Saat ini bukan asupan sarapan pagi yang ia butuhkan.
Tapi, demi melihat ibuk berlarian mengejarnya sampai ke halte, manalah sampai hati seorang Dewa.
"Antar Hujan ke rumah mas. Biar Ibuk bantu kamu." tutur Ibuk di sela nafasnya yang tak beraturan.
Dewa sangat ingin mempercepat klarifikasi penting ini. Masalahnya, ia malah terjebak dalam rencana yang ia rancang sendiri.
Sampai ia bingung memulai dari mana.
Tapi, dengan langkah patah-patah, Dewa menguatkan hati, lalu naik ke dalam bus yang akan membawanya menuju rute rumah Hujan Rinjani.
Selama dalam perjalanan, ia tak banyak bicara. Bahkan ia tak peduli siapapun kondektur yang berjaga, atau siapapun penumpang di sebelahnya.
Isi kepalanya saat ini hanyalah Hujan-nya, Rinjani kesayangannya.
Hanya itu.
* * *
Dewa merasa gugup, apalagi ketika langkahnya mulai menapaki halte yang biasa menaungi Hujan-nya.
Hujan yang ketika ia menutup mata, tetap mengisi gelapnya. Yang ia sayangi melebihi dirinya sendiri.
Tapi ternyata, waktu yang tak berhenti bergulir, tetap menetapkan keterlambatan baginya. Bahkan, ia sudah sangat jauh meninggalkan banyak kewajibannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan yang tak pernah usai.
Teen FictionMon, 16th November #1st of Shofi #1st of Penyukahujan #2nd of karyapertama Wed, 18th November #1st of karyapertama Thurs, 3rd December #2nd of Halte Hujan Rinjani adalah cewek antik penyuka hujan. Dia percaya bahwa tak ada yang lebih menyenangkan se...