1

234 49 13
                                    

-Hallo semuanya-
Budayakan vote sebelum atau sesudah membaca.

Jangan lupa di koment, mungkin aku bisa tau kekurangan ceritaku dari komenan kalian ya geez.

Selamat menikmati hari rebahan tiap hari:v

***

Pagi ini, hujan turun
lagi. membasahi setiap tapak jalanan kota antik hari ini, Yogyakarta.

Dia jatuh di bagian bumi yang paling tepat. karena, di belahan bumi yang paling antik ini setiap bulir hujan disambut meriah oleh raut hangat seorang Hujan Rinjani.

Benar, cerita ini mengkisahkan hujan dan Hujan.

Tak akan ada habisnya kisah jika hujan terus turun.
Karna bagi Hujan Rinjani, satu hal yang membuatnya semarak dengan kehidupan adalah HUJAN. Hadiah dari produser semesta.

Seumur-umur belum pernah dia merasa miris ketika hujan turun.

Tapi entahlah nanti, karena tak mungkin semesta hanya memberinya cicipan yang sedap-sedap bukan?

Eh? Tapi ada satu hal lagi yang dia sebut karunia semesta.
SHOFI.
ya, gadis yang semenjak 15 menit lalu tidak berhenti mempertanyakan keberadaan Hujan Rinjani.

Drrrt drrrt drrrt

Telepon genggam tipe tiga tahun lewat itu mengerang di balik hujan yang sedang berlangsung.

Hujan Rinjani yang menyadari erangan telepon genggamnya tersebut meneduh dengan paksa.

Sop iga Suga is called..

"Lima belas menit sop, gue udah di sana."

* * *

"Jan, tadi gak ganti baju dulu baru ngampus? "

"Lima belas menit gue pake buat hujanan Sop. Kalo ganti baju sayang hujannya."

"Ya, badan Lo juga sayang Jan!"

Heran. Tapi tidak terlalu. Karna Shofi tau, hal itu yang bisa mendorong seorang Hujan Rinjani untuk bisa lebih mempercayai kehidupannya.

Bagi Hujan Rinjani, hujan turun untuk membekas di setiap tetesnya. Tidak hanya untuk bumi yang siap memeluk ketika dia jatuh, tapi juga untuk Hujan Rinjani. Lihatlah! Di setiap sudut bajunya, tidak ada yang tidak terbasahi oleh hujan.

Shofi meneguk teh hangat di hadapannya. Tatapannya kembali kepada Hujan Rinjani yang sibuk meniup teh hangat miliknya.

"Apa kata dosen liat kondisi Lo basah kuyup tadi?"
tanya Shofi setelahnya.

"Kenapa Lo baru ngajak gue minum teh panas setelah baju gue udah hampir kering?"

Hujan Rinjani balik bertanya. Sebenarnya dia hanya mempersulit keadaan. Agar dia tak perlu repot repot mengingat raut shock dosen tadi paginya saat melihat kondisi basah kuyup itu.

"Ya, karna lima belas menit Lo tadi pagi. Masuk kelas aja hampir telat gimana mau anget angetan Jan." Shofi membela dirinya.

"Heh.." cenges Hujan Rinjani.

Tak lama, Hujan Rinjani meneguk teh panas yang kini sudah berstatus hangat, yang sejak tadi dengan susah payah ditiupinya.

"Jadi apa?"

"Apanya yang apa?"

"Kata dosen Jan_-"

Shofi memutar bola matanya.
Sebenarnya dia jenuh dengan sikap Hujan Rinjani dengan seribu alibinya ketika ditanya perihal sekelilingnya.

"Huh," Hujan Rinjani menghembuskan napasnya malas.

"Heh," nada bicaranya kini seakan menantang lawan bicaranya.

"Adora Shofiya, SOP IGA SUGA, cewek yang suka nanya padahal udah tahu jawabannya."

"Lo tahu kan, Hamdalahnya:) gue dapet seat yang paling tepat di kelas.
YAKNI,.. baris paling belakang. Di pojokan kelas."

"Jadi, setelah keterkejutannya, gue balik ke seat keberuntungan gue itu. Dan sang dosen tak perlu memikirkan kondisi gue, KARENA, dia di bayar cuma untuk membuat anak kelas mencatat apa yang dia tulis di papan tulis."

"Satu lagi ya Sop, karena keberuntungan gue soal seat itu. Anak kelas gak perlu capek capek memutar kepala mereka 1/4 putaran ke belakang cuma untuk menonton baju basah gue."

"Heh," Shofi mengulang gaya cenges Hujan Rinjani.

Melihat sobatnya yang baru saja mengcopy gayanya. Hujan Rinjani bangkit dari duduknya, lalu melayangkan tatapn perangnya pada Shofi.

Ibu jari tangan kanannya mengusap hidungnya ke kiri. Dia sedang berlagak menantang.

"Apa lo!" sentak Shofi.

Tak mau kalah, dia ikut bangkit.
Tak perlu menunggu bunyi Sangkakala, mereka sudah siap untuk berperang.

Dengan kilat Shofi menjitak kepala Hujan Rinjani.

"Aw...."

Ringisan Hujan Rinjani bagaikan piala tersendiri bagi Shofi. Shofi mengakhiri euphoria nya dengan tertawa licik.

"Hahaha~"

Melihat kelalaian Shofi, Hujan Rinjani menjepit hidungnya Shofi dengan dua jarinya.

"Hahaha~"

Sekarang piala berada di pihak Hujan Rinjani.

"Sumpah Jan angep gue Jan, ANGEP Jan!!!" Pekik Shofi.

2 menit, cukup puas bagi Hujan Rinjani setelah melihat hidung sobatnya merah, bekas jepitannya.

"Gila Lo ya."

"Emang."

Hujan Rinjani berlalu, meninggalkan Shofi dengan umpatan umpatannya.

Kira kira begitulah keindahan hidup Hujan Rinjani yang masih bisa dia rasakan.

Tepat setelah hujan usai, di mana bekasnya masih tersisa di baju hampir keringnya.

Hujan tadi pagi.

* * *

Yang mau berbagi aidea singgah di Instagram saya ya geez.

@muschipapad

Saya terima dengan senang hati :3

Hujan yang tak pernah usai.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang