2

125 42 4
                                    

Hai hai hai, jangan lupa adab sebelum ataupun sesudah membaca ya geez.

Selamat membaca.

*

"Bentar lagi hujan lho Jan. Lo gak mau balik sama gue aja?"

"Gak usah deh Sop, gue ada urusan juga. Cabut dulu ya."

"Kalau nanti hujan, jangan mandi hujan ya, Jan. Gue tahu sebagian hidup Lo ada di sana, gue juga tahu cerita Lo akan berlanjut kala hujan turun. Tapi gak setiap saat Lo boleh mandi hujan. (1) kasihan badan Lo.(2) kasihan penulisnya, Hehe.."

Adora Shofiya mungkin menyebalkan, dan tak pernah bisa  mengingatkan Hujan Rinjani soal kebiasaan antiknya itu.

Dan Hujan Rinjani hanya bisa memoles senyum terbaiknya setiap kali Shofi melancarkan aksinya.

Entahlah apa maksud senyum itu,  senyum yang menuntunnya untuk mendengarkan perkataan Shofi.... Atau sebaliknya.

Hujan, hujan, hujan.
Hal yang sangat lazim bagi seorang Hujan Rinjani. Bagi Hatinya juga Jiwanya.

Tertarik sekali dia dengan anugerah itu. Karena, sudah banyak tetes hujan yang menjadi saksi perjalanan rumit hidupnya.

Benar kata orang banyak,
Terkadang, kita harus mencari hal hal yang terbiasa menghadapi banyak kisah kehilangan jika kita ingin berdamai dengan nestapa kehilangan.

Hal itu bisa jadi orang, hewan, tumbuhan, benda, atau mungkin hujan.

Ya, seperti Hujan Rinjani.

Setiap air matan Hujan Rinjani selama ini selalu mengalir dalam derasnya hujan yang menyembunyikan tangisnya.

Setiap Nestapa kehilangan Hujan Rinjani selama ini selalu didengarkan kisahnya oleh hujan yang berbondong bondong terjun, lalu dipeluk bumi.

Jadi baginya, hujan sudah  banyak tahu kepedihannya selama ini.

Karna itu, dia menjalin pertemanan dengan hujan.

Sebenarnya, hujan sama banyak tahunya dengan Shofi. Hanya saja, Shofi tak pernah tahu perihal air matanya, tangisnya.

Cukuplah Shofi merasa menanggung Nestapa kehilangan nya, jangan di tambahi dengan tangisnya.

Siang ini, selepas kelas yang melelahkan, Hujan  seperti akan turun.

Bisa dilihat dari langit yang mulai mengkelabu, menunjukkan gejalanya.

Angin berhembus kasar.
Membuat Hujan Rinjani mempertimbangkan perkataan Shofi tadi.

Mungkin kali ini aku gak usah mandi hujan dulu. Batinnya.

Benar saja, tak berselang lama, hujan turun dengan derasnya. Kali ini bulirnya bagaikan duri yang menusuk kasar tapak jalanan. Sakit pastinya.

Tapi Hamdalahnya :) , Hujan Rinjani berhasil meneduh terlebih dahulu.
Dan perkataan Shofi tadi yang menariknya untuk meneduh.

Di sebuah halte bus, tempat semua orang menunggu transportasi umum yang akan mengantarkan pada tujuan itu.

Hujan Rinjani menelusuri pandang ke sekelilingnya.
Tas sandangnya ia peluk di dada.

Dua orang sedang duduk, dua orang lainnya berdiri di mulut halte.
Paling-paling sedang memastikan apakah masih ada bus yang akan lewat di tengah hujan sederas ini.

Tak ada yang sedang berkomunikasi di dalam halte itu.
Alhasil Hujan Rinjani memilih untuk menutup matanya.

Dengan khusyuk Hujan Rinjani memantapkan indera pendengaran nya untuk mendengarkan melodi melodi indah hujan deras kala ini.

Hujan yang tak pernah usai.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang