18

58 29 6
                                    

Maaf ya, aku jarang up. Padahal udah rencana mau triple up, ternyata aku masih terlalu sibuk.

Baca aja dulu:')

( A D A A P A D E N G A N T H A L L A )

Masih pada ingat Thalla kan?

*

Baru saja balasan untuk pesan Rinai hendak dikirim, Rinai langsung menelpon Thalla.

"La, gimana?" Rinai berbicara selesu mungkin, tapi terdengar mendesak.

"Lo di mana?"

"Hotel." Singkat Rinai.

"Kapan mau pulang?"

"Gue bakalan pulang ke Bandung lagi, kalau urusan gue di sini udah selesai, La." Jelas Rinai.

"Bukan pulang ke Bandung. Tapi, kapan lo mau pulang ke Hujan?"

Rinai terdiam. Ia dibuat berfikir. Jika secepat ini, apakah Hujan akan menerimanya kembali?

"Kalau lo terlalu sibuk mentingin diri Lo sendiri, gue yakin. Gak akan ada yang selesai."

"Gue gak ngelakuin apapun yang menandakan kalau gue kembali untuk kepentingan gue pribadi La." Protes Rinai.

"Benar? Lo ke sini buat Hujan atau dia?"

Rinai terdiam lagi. Terlalu sakit untuk menjawabnya. Karena alasannya kembali ke Yogyakarta saja ia memang masih ragu.

"Hujan.." aku Rinai sedikit lesu. Seperti keputusan yang tak pasti.

"Bagus! Kalau gue jadi Hujan, semakin lama lo mengulur waktu, maka lo semakin gak termaafkan." Sarkas Thalla lalu mematikan sambungan telepon sepihak.

Thalla sudah kenal detail bagaimana seorang Rinai Rinjani dengan ambisinya.

Dan dia juga mulai mengenal bagaimana Hujan Rinjani dengan luka-lukanya.

Mungkin, Hujan Rinjani mulai pandai menyembunyikan kesembiluannya yang sudah abadi dari lama. Tapi, ketika diingatkan tentang hal yang membuatnya luka itu lagi, tetap saja ia belum bisa.

Entah tidak sanggup, entah tidak ingin.

Sebenarnya Thalla bisa saja membantu menyelesaikan permasalahan keluarga Rinjani ini.

Dengan memberi tahu semua kebenaran yang ia ketahui pada Hujan Rinjani.

Tapi masalahnya, bukan hanya ia orang yang terlibat.

Jadi, untuk mengungkap semuanya, diperlukan dua persetujuan antara ia dengan satu orang lagi yang mengetahui masalah ini.

Baiklah, sudah Thalla putuskan untuk menghampirinya.

* * *

Dan, sampailah Thalla pada rumah dari orang yang ia tuju. Ternyata, pemilik rumah sederhana itu sedang menikmati secangkir teh dengan santainya di teras rumah.

"Hai La :) " sapa pemilik rumah hangat. Sehangat teh yang sedang ia seruput. Padahal biasanya ia sangat lugas jika bertemu Thalla (soalnya Thalla mengetahui masalah keluarga Rinjani)

Thalla merespon dengan senyum singkat. Dan segera mengambil duduk untuk tidak memperpanjang basa-basi.

"Enak aja nyantai-nyantai. Biasanya sok sibuk Lo kepret." Sindir Thalla.

"Emang gak boleh? Hukum mana yang gak bolehin seseorang melepas lelah sejenak?"

"Iddih. Sok bahas hukum :/ " Thalla yang biasanya ceria berubah menjadi judes setiba-tiba.

Hujan yang tak pernah usai.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang