21

39 29 2
                                    


Wawwww akhirnya aku up jugaa.

Mana nih tim nungguin dan mau bagi-bagi kabar tentang projekan akuuu?

Okey, lanjut aja ya. Selamat baca buat kalian. Jangan lupa pincit BINTANG dan KOMENNN. Baik siders ataupun pengikut setia sampai sekarang ya <3.

Nuhunnnnnnnn.

*

Antusiasme warga Gadjah Mada benar-benar memeriahkan hari-H festival tahun baru kampus.

Gak terasa, waktu bergulir bak gulungan ombak di laut.
Melahap banyak hal, dan bersiap menuju gulungan-gulungan rencana lain yang kita tidak dapat tebak.

Se-menghangat apapun Hujan Rinjani se-semester lalu, tetap saja ia tak suka kehebohan bersorak seperti sekarang ini.

Apalagi, dari tadi yang ia hanya dengar adalah sorakan untuk seorang Qausar! Qausar! Qausar!

-kupingnya panassss, checkkk-

Dayen tak sanggup menahan tawa melihat raut jengkel Hujan Rinjani.

"Apa Lo lihat-lihat?!" Sewot Hujan Rinjani.

"Ih galak bener, nyonya macan! Noh presiden Lo sedang tebar-tebar pesona noh!"

Hujan Rinjani mendecih sebal, meninggikan kepalan tangannya, dan Dayen berlagak seolah minta ampun.

Shofi dan Thalla sempat terkikik geli, tapi kembali sibuk bergabung dengan warga lain untuk bersorak.

"Yen, mending Lo nemenin gue beli minum!" Sahut Hujan Rinjani dengan menepuk sedang bahu Dayen.

"Ih, bener kenapasan (r: kepanasan), nyonya?" Candanya.

"Cepetan?!" Desak Hujan Rinjani.

Dayen tertawa kecil, lalu menyusul Hujan Rinjani yang sudah mendahulukan langkahnya.

Pertandingan tetap berlanjut, meskipun Hujan Rinjani tidak di lapangan.
(Wkwk, siapa Hujan Rinjani untuk lapangan :V)

Dewa yang sedang semangat-semangatnya mencetak gol, mencari Hujan Rinjani sebagai wadah berbangga diri.

Tapi nihil. 360° pun ia putar pandangannya menyapu seluruh seat, tak ada tanda-tanda Hujan Rinjani di sana.

Tak ada senyum seadanya Hujan Rinjani yang meresponi Dewa ketika Dewa berhasil mencetak gol.

Bibirnya manyun, dahinya berkerut-pilu.

Sementara, Hujan Rinjani sedang asyik menyeruput minuman dingin untuk menetralkan emosinya yang sedang tidak stabil.

Tiba-tiba Hujan Rinjani terbatuk, lalu Dayen panik kebingungan. Karena batuk Hujan Rinjani beruntun tak mau berhenti.

"Kesedak." Jelas Hujan Rinjani singkat, tatkala batuknya mereda.

Dayen geleng-geleng kepala.

"Kayanya Lo ditungguin seseorang deh, Jan. Makanya gitu banget batuknya."

Hujan Rinjani mengangguk, ia juga merasa seperti telah meninggalkan sesuatu dari tadi.

Gurat sembilu seorang Qausar Dewa Alam adalah pemandangan yang pertama kali Hujan Rinjani dapatkan.

Dengan langkah kecil, Hujan Rinjani menghampiri Dewa yang tengah mengelap kering keringat juangnya. (:vv)

"Gimana pak? Menang?." Canda Hujan Rinjani sembari menyodorkan sebotol air dingin kepada Dewa.

"Menang." Datar Dewa setelah menggapai sodoran dari Hujan Rinjani.

"Eh?" Heran Hujan Rinjani.

Hujan Rinjani menyadari betul perubahan air muka Dewa yang setiba-tiba.

Hujan yang tak pernah usai.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang