6

76 35 1
                                    

Hai hai selamat pagi.
Liat orang up aku jadi kepengen up.

Budayakan vote sebelum atau sesudah membaca ya geez.

Selamat membaca~.

*

"Wah Daebak. Daebak!! DAEBAK!!!." Shofi kegirangan setengah mati.

"Gak usah sok jual mahal lo Jan! Bilang aja dari pandangan pertama Lo udah jatuh cinta sama kak Dewa."

Shofi tak sadar tempat dalam melampiaskan girangnya. Memang, ini perpustakaan terangker se- universitas.

Karena tak pernah ada kasus RIBUT, BERISIK, APALAGI LOMPAT-LOMPAT KAYAK SHOFI TADI, ditambah pula kamus bahasa koreanya yang meluncur begitu saja.

Semua mata memandang sinis ke arah Hujan Rinjani dan Shofi.

Hujan Rinjani mengisyarati Shofi untuk segera duduk. Lalu Shofi duduk dengan raut ketakutan. Seperti habis diintimidasi.

"Bego Lo! Gue pikir, dibawa ke perpustakaan Lo gak bakal pecicilan lompat-lompat gak jelas kayak tadi."

"Lo yang bego! Tiba-tiba menghangat sama orang lain, pake acara bawa-bawa semesta lagi."

"Bilang aja ngiri! Secara Lo kan gak ada yang mau gebet."

"Iddih." Shofi memanyunkan bibirnya.

"Kalian berdua lupa cara nutup mulut di perpustakaan? Perlu gue tutupin?" suara bernada dingin dan tegas itu membuat keduanya menoleh pada sumber suara.

"Ma..maaf kak... Tadi kelepasan."

Ya, seperti biasa Shofi yang buka suara. Karena, di saat-saat begini alaram orang asing Hujan Rinjani berbunyi.

Hujan Rinjani hanya bisa menampakkan raut datarnya.

Setelah menerima permintaan maaf, lelaki itu berlalu tanpa sepatah kata.

"Ssst... Se-species sama Lo Jan..." goda shofi.

"Lo kenal siapa dia?" bisik Hujan tak kalah kecil.

"Senior. Tapi lupa namanya."

"Oh yaudah, gue cabut." Hujan Rinjani beranjak meninggalkan Shofi.

Shofi menghentakkan kakinya kesal, karena ditinggal begitu saja.
Lalu tiba-tiba terpaku karena disinisi kali ke dua oleh penduduk perpustakaan.

* * *

Entah magnet dari mana, untuk hari ini Hujan Rinjani memilih melalui lorong kampus yang ramai.

Padahal biasanya, Hujan Rinjani rela memutar arah ke halaman belakang demi menghindari keramaian lorong kampus tersebut. Yang dia hindari sebenarnya hanyalah tatapan-tatapan tak bermakna dari penduduk lorong kampus.

Sedikit bodoh mungkin, zaman sekarang kenapa masih menutup-nutup diri.
DIASINGKAN TIDAK. TAPI MENGASINGKAN.
Begitulah Hujan Rinjani dengan prinsipnya.

Tapi beruntung juga, dia bisa memulai halaman barunya yang di tokohi oleh Dewa, most wanted plus presiden BEM itu.

Tapi kenapa pertemuan mereka terjadi begitu tiba-tiba, bahkan mengalir begitu saja hingga detik ini.

Hanya Tuhan dengan kejutannya yang Maha Tahu.

Kadang, seseorang dikirim sebagai alasan.
Alasan, kenapa harus ada kejutan dalam hidup.

Ada juga yang dikirim sebagai tanya.
Tanya, kenapa hidup harus berjalan semestinya.

Kalau bicara tentang hidup yang terus berputar ini, maka suatu saat, seseorang terdingin mungkin bisa saja menghangat ketika telah menemukan derajat tertepatnya.

Hujan yang tak pernah usai.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang