23

45 27 1
                                    


Kalau dibilang 25 adalah ½ full part gimana?

Senang! Aku juga senang kalau gudangku sampai 50.

Terima kasih untuk yang bersedia Follow, Stay tune, apalagi tap komen dan ndelosor ke bintang 🌟.

*

"Setangkai Mawar, yang berwarna malam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Setangkai Mawar, yang berwarna malam."

Yogyakarta yang tertidur benarlah teduh. Bahkan, tak sedetikpun angin bersepoi, mengurai kesan tenang, meskipun terhitung cukup sepi untuk tak adanya satu pergerakanpun dari alam.

Malam ini, sekali saja.
Jangan harapkan ada hujan yang tiba-tiba turun begitu riuh, menggeser sesenti makna tenang dalam terlelapnya Yogyakarta.

Aura ini, cukup teduh untuk dinikmati. Meninggalkan sibuknya Yogyakarta di bawah terik matahari, sampai malam mengganti.

Tapi, apalah daya.
Meski keteduhan tengah memonopoli langit gulita, Yogyakarta, masih ada saja, orang-orang yang tersurat tak dapat merasakan teduhnya.

Seperti saat ini.
Seorang gadis bersurai coklat itu, hanya terpaku di depan jendelanya.

Teduhnya benar, tenangnya nyata. Tapi, terlalu menusuk untuk kadar sepinya.

Serasa, kelarutan ini hanya menyisakan dirinya seorang.

15 menit yang lalu, Sewanya sudah mengakhiri percakapan mereka dengan selamat malam yang manis :3

Tapi kini, keadaan berputar hebat. Manisnya tersepah meninggalkan sepi.

Semesta benar, hidup kelamnya dahulu sudah 181° berlintang arah terhitung untuk saat ini. Tapi, ketika sepi terasa menusuk, apa yang mesti ia lakukan? Apakah sepi-biru ini disuguhkan untuk ia nikmati?

"Huh......"

Akhirnya nafas jenuh itu bersuara.
Beberapa emosi, memang harus menyuarakan diri ketika rasa-rasa yang tak enak di hati tengah menerpa.

Hanya saja, ia belum mendapatkan sekelebat pun bayangan untuk melakukan sesuatu seperti apa yang bisa mengusir semua ini. Ia baru bisa bolak-balik di depan jendelanya.

Seakan, 100 arus bolak-balik, akan mengganti gulita menjadi singsingan arunika, yang lebih menjanjikan.

Sampai, ia sadari satu hal.
Tentang, betapa egoisnya ia selama ini, tak pernah memberikan ruang nyata, pun bagi diri sendiri. Dan adalah kesanggupan yang keterlaluan menyanggupi arogansinya untuk terlampau lupa dengan dunia yang nyata.

Tolong.
Apakah ikut terlelap adalah cara yang tepat untuk terlarut dalam semua keteduhan ini?

Malangnya, Hujan Rinjani.
Andai dari dulu ia berjiwa pekerja keras (yang nyata), mungkin kini ia adalah setangkai mawar di antara berjuta melati.

Kenapa melati? Karena kemenangan pasti jelas. Di antara berpasang-pasang melati yang saling bersaing, terselip mawar ranum, yang kebagian harum.

Tapi naas, mawar tanpa sejenisnya, baik bersaing ataupun berteman terlalu sepi untuk bertahan.

Hujan yang tak pernah usai.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang