Dan akupun kembali.
Melanjutkan kisah yang terlalu lama berhenti, dan banyak aku tangisi.Hiyaaaaaa
Baca ya baca! Awas gak baca!
*
"Siapa yang kangen rapat....." teriak abizard heboh sambil lompat-lompat gak tentu arah.
"Apaan sih Bi?!" Dayen tentunya yang paling merasa risih dengan kepecicilan Abizard.
"Si Hujan tu yang kangen rapat, biar bisa nempel-nempel sama Dewa." Goda Gemilang.
Hujan Rinjani melayangkan tatapan elangnya pada Gemilang yang seketika terkikik.
"Cie... cie..." sambung Abizard disusul beberapa orang lainnya.
Hujan Rinjani istiqamah dengan wajah datarnya, yang sebenarnya sedang susah payah menahan malu.
"Hujan lho, tanpa harus rapat juga udah nempel kayak tahi lalat sama Dewa..." celetuk Dayen yang semakin menambah godaan bagi Hujan Rinjani.
"Ekhm... Pak presiden, bagaimana pendapat anda?" Abizard berlagak layaknya seorang reporter yang sedang mengangkat mic pada narasumbernya.
"Sssstt... nanti ibu negara gue ngamuk." Dewa seperti berbisik, tapi suaranya terdengar ke seluruh ruangan.
Hujan Rinjani tersentak. Lalu satu ruangan menertawainya.
"Ini arena rapat atau yang lainnya?" Garaa angkat suara dengan nada dinginnya.
(Astoge Gar, ini jealous atau kawannya? Ketara bgt:v)
Hening. Sampai Abizard sang pengendali hening, memecahnya.
"Gar, jangan serius banget. Nanti sakit otak lho.." celetuk Abizard sambil mencuil-cuil lengan Garaa.
Garaa hanya memutar bola matanya malas. Harusnya, rapat selesai tanpa basa-basi, karena orang-orang yang mempunyai kesibukan harus tepat pada waktunya. Seperti Garaa, misalnya. Entah menyibukkan diri, entah sibuk beneran.
Dewa yang sadar diri, langsung berdehem. Lalu, menarik Hujan Rinjani ke sisinya.
"Rapat kali ini, biar ibu negara aja yang bawain." Dewa mempersilahkan Hujan Rinjani.
Ya ampun, gimana ngomongnya ini? Mendadak bangeddd :(, batin Hujan Rinjani.
"Menurut kalian, event apa yang paling meriah kalau diadain buat satu kampus?" Buka Hujan Rinjani.
Semua pendengar terkejut melihat kesigapan Hujan Rinjani dalam mengambil diskusi ketika dipersilahkan. Dalam bayangan mereka, Hujan Rinjani akan memarahi Dewa karena malah menyuruhnya.
Oh tidak, Hujan Rinjani memang sudah benar-benar mencoba untuk melebur. Awalnya, cukup hening. Karena kecanggungan di antara mereka, membungkamkan lisan setiba-tiba mungkin.
"Lomba diem-diem?" Sindir Hujan Rinjani.
"Masak jann masakkk!!!!!" Seru Dayen sangat antusias.
"Eh, itu mah ciwi-ciwi aja yang menang." Respon Abizard, membuat Dayen mendecak sebal.
"Kalau menurut gue, pentas seni aja gimana? Untuk satu kampus, tapi pesertanya fakultas vs fakultas. Nah pentas yang paling menarik, ditentukan juri. Soalnya, kita di Yogyakarta. Dan kota ini, gak jauh-jauh dari seni." Gemilang sangat bijaksana, memang. Meski terkadang super jahil.
"Boleh juga." Hujan Rinjani tampak menimbang-nimbang.
"Tanding bola juga seru." Usul Garaa. Yang lain mengangguk-angguk.
Dan kesepakatan pun dibuat.
Kesepakatan yang lahir dari rapat yang berbeda. Karena dipimpin oleh Hujan Rinjani yang mulai menunjukkannya kepiawaiannya dalam berorganisasi. Meski sedikit kaku. Tapi, itu adalah perubahan yang cukup mengejutkan bukan?Rapat pun berakhir. Semua anggota bersiap-siap untuk pulang. Thalla dengan cepat menggandeng Hujan Rinjani untuk dibawa pulang bersama.
"Pakai interogasi gak ini?" Tanya Hujan Rinjani.
"Dikitlah, Jan." Jujur Thalla, lalu menyengir.
"Wa, gue balik sama Thalla." Pamit Hujan Rinjani pada Dewa yang tengah membereskan berkas-berkas organisasi.
"Okay, Jan." Jawab Dewa tanpa menoleh.
Sedikit aneh, karena biasanya Dewa akan merengek-rengek kalau Hujan Rinjani pulang bukan bersamanya.
"Pakai izin-izin dulu ya, Jan? Kayak udah sah lho?" Goda Thalla.
"Ck." Hujan Rinjani memukul bahu Thalla pelan.
* * *
Thalla menyetir mobilnya dengan kecepatan sedang. Dan ia mencoba menarik minat Hujan Rinjani untuk bercerita banyak tentang kisah hidupnya, agar tidak dituduh interogasi. Walau, juga menjurus ke sana.
"Katanya Lo punya kembaran ya Jan?" Tanya Thalla hati-hati.
Hujan Rinjani sedikit heran dengan percakapan yang harus diawali tentang saudari kembarnya.
"Perasaan, gue gak seterkenal itu untuk lo tau gue punya kembaran."
"Em... gue beneran dengar-dengar lho Jan." Kilah Thalla.
"Oh.., iya ada. Kenapa emangnya La?"
"Gak ada sih. Nanya aja. Pasti kalian mirip banget ya?"
Nggak. Dia durhaka, gue berbakti. Batin Hujan Rinjani.
"Ya..... gitulah." Jawab Hujan Rinjani.
"Dia di mana Jan? Gue kok gak pernah liat?"
Terlalu sensitif bagi Hujan Rinjani untuk membahas Rinai ada di mana. Karena, Hujan Rinjani tak tahu-menahu soal itu.
"Topik yang lain masih banyak La. Gue lagi malas bahas gituan."
"Oh... oke-oke." Ucap Thalla canggung.
Hujan Rinjani masih heran tentang Thalla yang sepertinya punya alasan untuk menanyakan hal tersebut.
Tapi, untuk membahas kejanggalan itu secara langsung sudah tidak sempat. Karena Hujan Rinjani sudah sampai di rumahnya.
"Makasih banyak La, tumpangannya." Pamit Hujan Rinjani.
"Oke Jan." Thalla membunyikan klakson dan berlanjut melajukan mobilnya.
Nyatanya, keanehan Thalla pasti ada sebabnya. Mobil Thalla berhenti di pinggir jalan yang sudah lumayan jauh dari rumah Hujan Rinjani. Karena handphonenya berdering menandakan pesan masuk.
Rinai Rinjani
Gimana La? Hujan baik-baik ajakan?
* * *
Baik baik gak yaaaaaaaaaaaaaaaa
Oke stay tune ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan yang tak pernah usai.
Teen FictionMon, 16th November #1st of Shofi #1st of Penyukahujan #2nd of karyapertama Wed, 18th November #1st of karyapertama Thurs, 3rd December #2nd of Halte Hujan Rinjani adalah cewek antik penyuka hujan. Dia percaya bahwa tak ada yang lebih menyenangkan se...