19

44 30 8
                                    


Hai hai 👋👋👋

Kalian gimana kabarnya? Sehat-kan? Masih nunggu-kan?

Maaf ya lama 😭🙏🙏

Walaupun aku dikekang kesibukan terus, satu yang aku sadari "Langit titipkan sebuah inspirasi dari banyak kesibukan."

Hehe. Happy read aja deh.

(Semoga jari-jari siders yang scroll tiap part, kegelincir kena bintang vote ywoo)

*
Seperti hari-hari biasa yang silih berganti, tak banyak perubahan secara signifikan dalam kehidupan Hujan Rinjani.

Satu hari penuh kesibukan dan rapat-rapat akan berlalu begitu lelah. Dan setelah satu hari berakhir, Hujan Rinjani tetap akan pulang dengan bus kota (kesayangannya:v).

Tak lupa, ditemani pak presiden, yang selalu punya kegencaran berbeda-beda tiap harinya.

"Jan, kamu merasa gugup gitu gak?"

Dewa, belakangan ini selalu bertanya yang aneh-aneh.

"Gugup apaan?" Datar Hujan Rinjani.

"Yaaa, kaya gugup karena bakal ketemu camer gitu lahh, kan sebentar lagi juga." goda Dewa.

Untung saja, meski hari ini melelahkan, Hujan Rinjani masih memiliki stok penetral rasa, sebab ia tidak bertemu atau digoda oleh senior rese' sang raja goda "Gemilang".

"Wa, ssst, diam aja deh." jawab Hujan Rinjani, tenang.

Memang, kadang bukan kesarkasan yang bisa terus-terusan menyembunyikan hati penuh bunga mekar. Toh, apa salahnya dihadapi dengan tenang. Karena hidup terus mengalir, dan setiap kejadian juga ada masanya untuk berakhir.

Dewa tertawa renyah. Sesekali, mengelus puncak kepala Hujan Rinjani, gemas. Sesekali pula, sejoli itu disuguhi senyum antara geli-baper penumpang bus lainnya.

Mungkin, salah satu dari mereka ada yang sudah hafal bagaimana tingkah Dewa pada Hujan Rinjani. Tingkah yang hanya bisa ia lakukan ketika bersama Hujan Rinjani.

Hingga hari ini, sudah cukup baik, semesta menggulir perjalanan barunya. Badai pasti akan datang, juga pasti akan berlalu.

Tapi, untuk kisah hari ini, seakan tidak ada sedikitpun tanda-tanda kedatangan yang namanya badai. (Mungkin nanti, atau kapanlah atau jangan sekalian.)

Dewa yang tadinya melamun, tiba-tiba tersadar entah karena apa. Ia menoleh ke samping, memastikan Hujan Rinjani masih di sisinya.

"Mau mandi hujan bareng, gak?" tawar Dewa.

"Hujan apaan? Terik gini, wa?"

"Ya kalau hujan-lahhh."

"Yaudah, nanyanya waktu udah hujan aja."

"Gak. Harus sekarang. Soalnya kamu itu nanti gak pastian."

"Sok tau."

"Aku tahu, Jan. All about you." Dewa tersenyum bangga.

"Iddih." Hujan Rinjani bergidik, geli.

"Beneran, kamu itu, galak, judes, jutek, cengeng, cerewet, manja, sok-dingin, sok-kaku sss..." kalimat Dewa terputus. Dipotong oleh Hujan Rinjani.

"Sebutin terus, yang jelek-jelek, sebutin terus."

"Sssstttt. Dengar dulu, Jan. Kadang bijak, kadang cantik, kadang imut, kadang gemesin, kadang ngangenin." Dewa-pun menghentikan kata-kata sifat yang ia sebutkan dalam satu tarikan nafas.

Hujan yang tak pernah usai.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang