29

43 11 5
                                    


Yeay! Kembali lagi.

Udah, aku tau kalian pasti senang. Sesenang aku yang ga nyangka udah mau masuk bab 30 aja.

(Bisik-bisik ke tetangga masih berlaku yaaa)

*

/Haruskah aku tangisi?/

Ibuk merangkul Hujan Rinjani sehangat mungkin. Padahal, beliau mungkin belum menyadari kalau yang sedang ia rangkul ini adalah Hujan Rinjani, bukan Rinai Rinjani.

Mirisnya, Dewa bersikap seakan tidak ada suatu apapun yang terjadi.

"Anakku, sejak kapan kamu mengganti warna rambutmu?" tanya Ibuk sambil memainkan Surai coklat Hujan Rinjani.

Ya, perbedaan antara Hujan Rinjani dan Rinai Rinjani hanyalah dari warna rambutnya.

Kali ini, Hujan Rinjani mencoba mengumpulkan lagi keberaniannya yang sedari tadi lenyap bersama sambaran petir.
Meskipun keberanian yang terbit adalah dalam konteks yang berbeda.

Jika Dewa hanya bisa terdiam, tandanya Hujan Rinjani yang harus membereskan kesalahpahaman besar ini.

Nanti, setelah hatinya merasa baik, Hujan Rinjani pasti akan meminta penjelasan dari Dewa.

Pelajaran baru, Hujan Rinjani harus memberi kesempatan, untuk penjelasan-penjelasan yang pastinya besar, agar tak terkubang pada kesalahpahaman.

"Ibuk, saya Hujan Rinjani, bukan Rinai." tutur Hujan Rinjani dengan nada yang sangat rendah.

Ternyata hanya sebatas itulah ia mampu mengumpulkan sisa keberaniannya.

Ibuk dan Bapak tampak sangat terkejut setelah Hujan Rinjani mengatakan kalimatnya.

Tapi, tidak seperti yang Hujan Rinjani kira.

Bapak malah mendekat, sementara Ibuk memegangi pipinya, menangis terharu.

"Hujan anakku, kamu mirip sekali dengan Rinai." ucap Ibuk disambut Bapak yang mengelus surai coklat Hujan Rinjani.

Tak dapat dipungkiri, sepertinya Bapak juga terharu. Entah karena apa.

Pada akhirnya, perkataan Dewa terwujud menjadi kenyataan.

Karena hari ini, Hujan Rinjani benar tahu semua hal yang telah lama disembunyikan. Tak hanya Hujan Rinjani, bahkan semua orang yang terlibat dalam kisah ini akhirnya mengetahui satu rahasia besar yang tak pernah tertebak di benak banyak orang.

Sekarang, Hujan Rinjani akan menunggu satu orang utama selain Dewa dalam rahasia besar ini, yaitu, Rinai Rinjani.

Sejauh ini, Dewa tetap terpaku, tanpa memberikan tanda-tanda untuk melanjutkan langkah apapun.

Hujan Rinjani menatap Dewa lamat-lamat. Rasanya, tak ada lagi yang bisa ia pertahankan di sini. Matanya saja seakan kehilangan bagian sklera yang memperindah manik setiap orang. Tatapannya berubah menjadi kosong.

Sekarang, Hujan Rinjani tengah berada dalam rengkuhan Ibuk dan Bapak. Tapi sesuatu yang ganjal mendera Hujan Rinjani. Entah kenapa, semakin erat sepasang renta ini memeluknya, ia bahkan merasa semakin terbesit luka.

Hujan yang tak pernah usai.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang