4

94 38 8
                                    

Happy read geez, wait of ur comment.

*

"Sop, nanti gue mau ke bunda temenin yah."

3 hari semenjak kejadian yang tiba tiba membunuh jiwa Hujan Rinjani itu, hanya bunda yang tak lepas dari pikirannya.

Sempat juga terlintas lelaki bawel bernama Qausar Dewa Alam itu.
Yang tak pernah tampak lagi wujudnya.

Padahal sudah 3 hari pula Hujan Rinjani menolak tawaran pulang bareng Shofi, sobatnya.

Bukan untuk mencari si bawel itu.
Tapi untuk belajar membunuh kerinduan yang menyiksanya.
Dengan cara menghadapi si lelaki itu.

Supaya, hatinya yang mudah rapuh ini menyusun ulang kepingan-kepingannya.
Dan memaksa akarnya untuk merambat lebih kokoh.

Begitulah, selama beberapa tahun ini Hujan Rinjani menghadapi nestapa kehilangannya.

"Kok muka lo tiba tiba sendu gitu Jan? Siapa yang buat lo keingat bunda?"

Kenapa Shofi sangat tahu perasaannya. Padahal sudah sebaik mungkin Hujan Rinjani menyembunyikan kesedihannya.

Dan kenapa Shofi harus bertanya SIAPA?

Pertanyaan yang membuat Hujan Rinjani teringat kembali pada Qausar Dewa Alam itu.

Ah, Hujan Rinjani belum menceritakan semuanya pada Shofi.

Kalau pun diceritakan Shofi pasti senang tak ketulungan.
Karena menurut Shofi, Hujan Rinjani sudah mau membuka diri pada orang lain, terkhusus pada dunianya yang mati itu.

"Emang harus karna orang dulu ya Sop, baru gue ingat bunda?"

"Bukan Jan, bukan gitu.
Iya, iya gue temenin. Gue cuma khawatir aja dengan sikap lo yang tiba tiba sedih gini."

Saayaaannngg Adora Shofiya.

"Gue aman kok Sop, kan gue punya lo."

"Iya Jan, gue kan SOP IGA Lo. Eh, SOP IGA SUGA ding. Cihuyyyy, dollar...dollar🎶🎶"

Terkadang seorang Adora Shofiya bisa saja kerasukan Jin Suganya. JIN DAN SUGA. Hahaha~~.

"Gak ingat umur Lo Sop ! Udah bau emak emak juga!"

Shofi tak menghiraukan ucapan Hujan Rinjani.

Lagu Light by BTS, tepat di part suganya berputar dengan volume high ditelinganya.

Bisa dilihat dari raut menghayati Shofi terhadap lagu itu.

"You my light....🎶🎶" Akhirnya suara yang berusaha di tahan seorang Adora Shofiya itu lepas juga.

"Im your light...🎶🎶"

"Itsu date kimono kokoronotomo kodomo."

Entahlah itu lirik yang tepat atau tidak. Dasar SHOFI!.

"Mulai budeg nya." Keluh Hujan Rinjani.

Sepintas, Hujan Rinjani melupakan kesedihannya. Itu semua juga berkat Adora Shofiya dengan bermacam macam kegilaannya.

Semesta, terima kasih ku untuk Adora Shofiya yang kau kirimkan ini. Walaupun rada rada gila. Batin Hujan Rinjani.

* * *

Teruntuk bundaku,

Halaman favorit yang selalu ingin kubaca.
Gudang senyum yang selalu ku ingat bagaimana indahnya kau tersenyum.

Semoga siang mu kali ini tidak semendung hari ini.
Barangkali mendung itu ingin mengantarkan hujan.

Hujan yang biasanya menaungiku saat sedang menyekar ke persamayamanmu, bunda.

Aku rindu bunda. Rindu pada kala kala indah bersamamu dulu.
Dekat sekali kau dengan semesta bunda.
Sampai sampai dia merenggut mu dariku.

Beberapa hari lalu, rinduku berubah menjadi sebuah siksaan Bun.

Ada orang asing yang dengan tega mengingatkan ku padamu Bun. Pada kisah kita dulu.

Tapi sudah beberapa hari pula wujudnya sudah tak kelihatan lagi Bun.
Seperti hilang di telan bumi.

Entah kenapa hatiku sangat tergerak untuk bertemu lagi dengannya.
Semoga saja satu atau dua kali pertemuan lagi.

Lalu, kami akan sama sama menghilang.

Karena menurutku, semesta sedang menuntunku pada sebuah jawaban Bun.

Yang seharusnya hidupku tak perlu di liputi pertanyaan pertanyaan.

Coba saja kau di sampingku Bun.
Semesta tak payah payah mengatur semua ini.
Cukup adakan saja kau, bunda.
Disisiku. Selalu.

-Hujan Rinjani-

* * *

"Maaf ya Sop, harusnya Lo gak boleh liat gue nangis. Nanti hidup Lo makin berat.

"Kadang air mata di perlukan untuk melegakan setiap sesak Jan. Biar Lo lebih rela."

"Dan.. gue gak masalah sama air mata Lo. Gak sedikit pun merasa keberatan.
Yang jadi masalah, maaf gue belum bisa bawa pulang keceriaan Lo yang hilang arah. Kayak waktu bunda masih ada."

Adora Shofiya benar benar pandai memposisikan dirinya pada setiap keadaan.

Ada kalanya bercanda, ada kalanya serius.

Tidak seperti mendung yang tak serius ini, yang sampai saat ini tidak mengirimkan setetes pun hujan. Untuk menyejukkan Hujan Rinjani.

Dalam setiap roda kehidupan, kita bertemu banyak orang berbeda. Yang masuk dan keluar dari pintu berbeda.

Bukan untuk singgah, bukan pula menetap. Tapi membekas.

Karena bekas mempertandakan sebuah petualangan. Petualangan dari banyak pintu yang mengantarkan kita pada pulang.

Seperti mendung untuk siang menuju sore ini.
Yang seketika lenyap, tanpa salam perpisahan.
Hanya membekas, Di benaknya.

Dan di waktu yang sama, mungkin bunda mendengarkan cerita Hujan Rinjani tadi.

"Mbak...."

Panggilan yang tak berhenti di sebutkan lelaki yang berdiri di arah jam dua belas Hujan Rinjani.
Tepat di persimpangan TPU tanah kota antik ini.

Hujan Rinjani hanya bisa terpaku menatapnya.

"Hari ini Lo jangan ganggu gue dulu ya." Datarnya.

Qausar alias Dewa alias Alam itu hanya tersenyum dengan matanya yang sedikit sembab, tangis yang membekas.

Hujan Rinjani menarik Shofi yang setia berdiri di sampingnya dengan raut yang tidak dapat di tafsirkan.
Lantas meninggalkan lelaki itu.

"Si..siapa Jan?" Tanya Shofi dengan keheranannya.

Baru tau, kok Hujan bisa kenal sama dia?, Batin Shofi.

"Tukang bangunan kayaknya." Datarnya.

* * *

Check check 123🎤🎤🎙️

Sesiapa pun yang menjejakkan matanya dalam halaman ini, jangan lupa Vomment yakkkkk,

Begitu juga di halaman halaman sebelumnya nya.

Maaf belum jelas alurnya

Ig @muschipapad

Hujan yang tak pernah usai.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang