편지

3.4K 158 176
                                    

'편지'
Pyeonji
'Surat'

________________________________

Heukseok-dong, Dongjak-gu, Seoul 2004,

Hujan masih saja menetes dengan pelan membasahi kota Seoul yang sangat padat, awan hitam bahkan masih menyelimuti langit dengan tebal, sepertinya akan ada hujan lebat lagi setelah ini, orang-orang tampak lebih memilih untuk tetap tinggal didalam rumah mereka masing -masing, mengantisipasi adanya hujan yang lebih lebat seperti sore kemarin. Pasalnya kota Seoul akhir-akhir ini memiliki curah hujan yang cukup tinggi dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

Seorang lelaki bertubuh kurus dengan rambut yang sedikit berantakan tengah termenung menatap jendela kamarnya yang basah karena air hujan yang terbawa angin membasahinya. Ia menyibakkan selimutnya dan menuruni ranjang, menghampiri jendela dan membukanya, rupanya hujan masih belum berakhir saat itu, lelaki itu termenung lagi cukup lama, tiba-tiba ia meraba dadanya yang sakit,

Sakit, lebih tepatnya sakit karena sebuah penolakan yang seringkali ia dapatkan diusianya yang masih sangat muda yaitu 17 tahun. Sedari kecil ia merasa bahwa apa yang ia impikan tidak pernah berjalan mulus, bahkan semuanya seolah tidak pernah berpihak kepadanya, ingatannya kembali saat ia masih duduk dibangku sekolah dasar. Dimana dirinya pernah mengikuti les sepak bola dengan teman-temannya, bermain seperti anak normal pada umumnya sebelum ia mengalami cidera serius dibagian kaki kanannya dan mengharuskannya mengubur impiannya menjadi pemain sepak bola yang sangat ia inginkan.

Beruntung, dirinya memiliki keluarga yang sangat hebat meski dengan hidup yang pas-pasan. Ayahnya seorang pemilik kantor pos kecil yang sehari-harinya bekerja mengurus pengiriman surat dan barang-barang, pendapatannya juga bisa dikatakan cukup hanya untuk menghidupi Istri dan kedua anaknya.

Malam itu sang Ayah mendapat selembar kertas dari salah satu tetangganya saat pulang kerja. Si tetangga tampak antusias dengan apa yang ia bicarakan pada sang Ayah. Dan dengan mengangguk pasti lelaki dengan jaket biru tua itu bergegas menuju rumahnya dan dengan tidak sabar memanggil-manggil nama putranya.

"Min Ho-ya...
Min Ho-ya.. "

"Sudah pulang?" Sang istri menyambut kepulangan suaminya dengan senyum lebar sembari membantu suaminya melepas jaket yang cukup tebal itu.

"Dimana Min Ho?"

"Waeyo Appa?" Lelaki bertubuh kurus dan tinggi itu menghampiri Appanya dengan wajah yang sudah sedikit mengantuk

"Lihatlah ini" Ayahnya menunjukkan selembar kertas yang didapat dari si tetangga sebelah.

Min Ho mengucek kedua matanya untuk menghilangkan rasa kantuk yang luar biasa. Ia sedikit terkejut dengan isi kertas itu.

"Appa memintaku untuk mengikutinya?"

"Yeobo.. Min Ho masih sangat muda. Biarkan saja dulu dia memilih apa yang harus dikerjakan untuk saat ini" Eomma tampak lebih sabar menuturkan kata-katanya yang lemah lembut.

"Justru karena Min Ho masih muda. Aku ingin dia memiliki kemauan untuk merubah dirinya dan juga memikirkan masa depannya. Audisi ini hanya ada sekali dalam satu tahun"

"Appa menginginkanku menjadi aktor?
Apa itu mungkin?" Min Ho menatap kedua bola mata Appanya dengan tidak percaya diri.

"Waeyo? Apa yang tidak mungkin? Siapa yang tahu jika Kau bisa menjadi lelaki yang sangat hebat disuatu hari nanti dimasa depan. Namamu akan dikenal diseluruh dunia dan menjadi icon korea yang luar biasa. Kau tak ingin seperti itu?" Sang Ayah dengan wajah bersahaja dengan sangat senang mencoba menggambarkan seperti apa kesuksesan yang didapat jika putranya menjadi seorang aktor.

Seoul BlossomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang