🌿 14 🌿

3.6K 547 248
                                    

Hai! Makasih banyak udah nungguin update-an cerita ini. Sedikit info, cerita ini cuma satu kali diedit jadi maaf kalo masih nemu typos atau sebangsanya. Mohon maklum yaa~ Mau kasih tau juga, mungkin beberapa dari kalian nggak akan suka sama bab ini dan karakter-karakternya, tapi di sini aku mau nunjukin sedikit karma ke Donghyuck, terus aku juga berusaha kasih lihat soal obsesi yang bisa mengembangkan tokoh utama kita, juga rasa ketidakpercayaan dirinya sampai dia cenderung kayak jadi people pleaser, juga gampang curigaan dan gak percayaan sama orang. So, semoga kalian ngerti dan please enjoy the story! <3

.

.

.

Playlist: When The Wind Blows - Yoona, To the Bone - Pamungkas

.

.

.

Segala keindahan berakhir jua dalam palung kegelapan. Akhir selalu di sana, menunggu saat untuk bergerak dan menggerogoti apa yang ada. Donghyuck kini tahu, ketenangan tidak akan berlangsung selamanya. Apa yang ia harap baik-baik saja akan tetap tak sempurna. Setelah lenyap berbulan-bulan, sosok itu kembali datang, menggetarkan semua yang mulai bertahan.

"Apa yang kau lakukan di sini, Jeno?"

Donghyuck menghampiri sosok tersenyum di depan pintu apartemennya; kondisi genap yang mengganjilkan di saat bersamaanㅡmenolak harapan supaya Jeno masih di sini bersamanya. Semua yang ada di antara mereka sudah berakhir sejak malam pengkhianatan itu.

Senyum Jeno perlahan pudar, tetapi tidak lenyap. Ia mengangkat bahu canggung. "Aku hanya mampir untuk tahu kabarmu."

"Aku baik-baik saja, terima kasih," respons Donghyuck cepat. Rasa tidak senang tak bisa benar-benar disembunyikan.

Jeno seakan menangkap lemparan belati tak kasat mata yang menyasar dadanya. Senyumannya lantas lenyap, turut meredupkan tatapan penuh binar. Kini, sosok pemuda hancur yang semula disembunyikan dari Donghyuck pun muncul.

Donghyuck menyadari raut wajah serta tatapan yang tercipta tiap kali Jeno merasa tidak baik-baik saja, kondisi yang selalu membuat Donghyuck memeluk dan mengusap punggung pemuda itu hingga mereka jatuh terlelap. Namun, mereka tidak lagi dalam kondisi sesuai untuk melakukan itu. Semua sudah berakhir. Alih-alih memeluk, Donghyuck ingin mendorong Jeno agar segera enyah. Namun, kalimat Jeno selanjutnya berhasil membuat ia memaku di tempat.

"Aku merindukanmu."

Jantung Donghyuck seakan didorong terjun ke sumur dalam. Tatapan penuh kebenciannya perlahan melunak. Ia tatap Jeno sekali lagi. Wajah si pemuda menampilkan penyesalan sebagaimana malam itu. Donghyuck berusaha mengingatkan diri bahwa semua tak nyata. Namun, Jeno kini ada di hadapannya, solid.

"Aku melihatmu di acara kemarin. Aku di sana, tapi kau mungkin tidak menyadarinya."

Donghyuck memang tidak menyadarinya.

"Aku ingin bilang bahwa aku menyesal, Donghyuck," lanjut Jeno. "Melihatmu tersenyum bangga di sana membuatku sadar bahwa aku sungguh salah. Aku salah karena mematahkan kepercayaanmu, aku salah karena memandang impianmu dengan sebelah mata. Aku salah menganggapmu tidak menghargaiku hanya karena kau lebih mementingkan pekerjaan. Aku salah menganggapmu jahat hanya karena cinta yang tak berbalas, padahal selama hubungan kita, kau selalu mengusahakan yang terbaik untukku. Aku menyesal baru menyadarinya setelah kehilanganmu, Donghyuck."

Hari masih pagi dan sarapan Donghyuck terpuntir di lambungnya. Ia tidak mengharapkan ini, tidak sama sekali. Bertemu Jeno di depan apartemennya, yang mengakui kesalahan semasa hubungan mereka, bukanlah hal baik untuk memulai hari. Sekarang setelah semua terjadi, Donghyuck bisa apa?

[✓] Metanoia [Bahasa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang