Playlist: Gone - Blake Rose
.
.
.
Berpisah dari Jeno setelah hidup bersama nyaris dua tahun adalah hal berat bagi Donghyuck.
Ia tidak mencintai Jeno, itu fakta. Namun, rasa sakit yang dihasilkan oleh pengkhianatan tetap ada, bahkan Donghyuck tidak mengantisipasi diri agar menjadi resistan terhadapnya. Tidak tahu cinta bukan berarti ia tidak mengerti komitmen dan ikatan setia. Ia tahu, bahkan menghargainya setinggi ia menghargai diri sendiri. Dan Jeno berhasil merusak segala yang Donghyuck pertahankan selama ini: komitmen kebersamaan mereka, serta menjatuhkan harga diri Donghyuck dengan perselingkuhan. Itu adalah hal yang sangat ia benci. Mau bagaimanapun, perselingkuhan tidak akan pernah benar di matanya. Dan ia memegang teguh pendirian tersebut.
Berpisah dari Jeno adalah hal berat bagi Donghyuck. Namun, harus bertemu muka dengan Yeri setiap hari di kantor menjadi ujian yang lebih berat lagi.
Donghyuck sudah bersikap sangat baik selama ini, mengabaikan fakta bahwa Yeri pernah menjadi sosok yang mengisi hatinya, juga faktor segala rasa sakit dan dendam yang terjadi di antara mereka. Profesionalitas adalah yang utama. Sejak Yeri masuk ke perusahaan itu dan menjadi sekretarisnya, Donghyuck sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa mereka dulu pernah saling bergelora. Dan ia juga tidak membiarkan Yeri menunjukkan hal-hal serupa. Sifat profesional harus tetap dijaga. Namun, Donghyuck rasanya telah melanggar ketentuan itu dan jadi membenci diri sendiri.
Setiap melihat Yeri, Donghyuck tidak bisa menahan pertanyaan muncul di benaknya: "Kenapa dia tega melakukan ini? Tidakkah dia mencintaiku, peduli padaku?" Dan Donghyuck akan selalu berakhir merasakan ketidakamanan.
Kehampaan di apartemen sudah cukup membuat perut Donghyuck melintir, dan kini jarak membekukan di antara ia dan Yeri rasanya tidak lagi bisa ditoleransi. Barangkali Donghyuck menunjukkan kondisi tidak baik-baik saja dengan sangat kentara, sehingga Yeri memilih membuat jarak tidak menyenangkan itu dengannya. Barangkali, ia sungguh amat terbaca, sehingga staf kantor yang lain memilih enggan berurusan dengannya. Dan barangkali, ia memang sekentara itu hingga sang atasan menyadari perubahannya.
Donghyuck menahan gejolak ingin mengumpat di wajah Henry ketika pria itu mengajaknya makan bersama di suatu siang. Demi mempertahankan posisi sebab ia masih belum punya fondasi kuat, Donghyuck harus merelakan diri menjilat kaki pria itu. Ia mengiyakan tawaran Henry alih-alih menyumpahinya.
"Bagaimana kondisimu?" tanya Henry setelah makan siang mereka disajikan di atas meja. Donghyuck mengangkat bahu, pun menjawab dengan pisau dan garpu yang mulai bergerak.
"Sudah lebih baik. Saya sudah menangani masalah di cabang butik kita di Apgujeong, juga mengecek pengerjaan untuk pakaian edisi musim semi. Kemungkinan akan siap diluncurkan akhir bulan ini, itu tenggat paling cepat. Laluㅡ"
"Bukan itu maksudku, Donghyuck." Henry menarik sebelah bibir membentuk seringai. "Aku tahu bagaimana kondisimu di kantor, kau tidak perlu memberitahuku. Akulah bosnya, dan semua laporanmu sudah kubaca. Aku bertanya sebagai seorang teman."
Teman? Donghyuck mendecih geli. Oke.
"Bagaimana keadaan personalmu?" tanya Henry lagi.
"Saya ... baik-baik," jawab Donghyuck, akhirnya.
"Klise!" Henry berdecak. "Satu divisi, bahkan mungkin satu kantor, tahu kau sedang tidak baik-baik saja. Ada masalah di rumah? Dengan kekasihmu, ya?"
Donghyuck menghela napas. "Saya tidak ... punya kekasih," jawabnya kemudian.
Tidak terdengar jawaban dari Henry. Pria itu memilih melumat makanan di dalam mulut dengan gerak pelan, tetapi matanya tidak meninggalkan Donghyuck yang kini menunduk, mengaduk-aduk makanan di piringnya dengan kikuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Metanoia [Bahasa]
Fanfiction[SUDAH TERBIT] Lee Donghyuck tidak mengenal cinta. Konsep itu sudah tidak lagi relevan dalam hidup sejak ia melihat kehancuran keluarganya. Sebagai seorang Omega laki-laki, yang menjadi tujuan hanyalah bagaimana cara supaya bisa hidup sejahtera tanp...