🌿 29 🌿

2.3K 339 71
                                    

Hai! Apa kabar semuanya? :D Aku senang banget bisa balik ke Metanoia lagi. Terima kasih banyak buat yang udah nunggu dan doain kesuksesan urusan irl-ku. ^^ Sebagai bab pembuka setelah hiatus, aku suguhin bab pendek dulu, ya. Tapi, semoga nggak menghilangkan kesan 'seru'-nya dan bisa mengobati rasa kangen kalian sama Metanoia.

Oh, iya. Dan untuk para pembaca baru, aku ucapkan selamat datang, ya! ^^ Semoga betah di sini.

Selamat membaca!

(P.S : Terima kasih buat semua beta readers-ku! ❤️)

.

.

.

Playlist: Blue - Troye Sivan (Nggak terlalu relate sama liriknya, tapi melodinya cocok, hehe.)

.

.

.

Donghyuck merasakan sakit di mana-mana. Di kepalanya. Di perutnya. Di sekujur tubuhnya. Namun, rasa sakit yang paling terasa ada di hatinya, tempat sebuah lubang tengah menganga, perwujudan luka hasil renggutan bagian dari diri Donghyuck yang terdalam. Jiwa yang bahkan belum sempat mendapat sambutan dunia.

Sakitnya begitu menyiksa hingga Donghyuck tidak yakin akan sanggup memaafkan diri karena telah membiarkan jiwa tak berdosa itu pergi. Meninggalkannya. Meninggalkan Minhyung. Meninggalkan sepasang hati yang Donghyuck tahu akan mencintainya melebihi apa pun.

Donghyuck terlampau menyesal. Rasa bersalah menghalangnya untuk tegar, sehingga Minhyung harus mengambil alih kewajiban itu di antara mereka. Dan Donghyuck semakin membenci diri sendiri atas itu.

Terlepas dari perjalanan panjang yang ia lalui, Minhyung dengan tabah mengusap kepala Donghyuck meski ketika lelaki itu tidak tampak akan berhenti menangis. Mendekapnya hangat dengan harapan mampu memberi rasa nyaman. Membisikkan beragam kata hanya supaya Donghyuck tenang. Namun, dengan bodoh Donghyuck menyia-nyiakan usaha Minhyung yang telah mengorbankan segala hal hanya untuk ada di sini.

"Apa yang kau inginkan?" tanya Minhyung saat menyadari Donghyuck masih enggan keluar dari lubang kesedihan. Suaranya dipenuhi rasa lelah, sedang wajah dibayangi raut nelangsa. Donghyuck tidak bisa menyalahkannya, tetapi ia tetap ingin berteriak kepada Minhyung. Menuduhnya tak punya hati dan tidak bisa memahami apa yang Donghyuck inginkan. Ia menginginkan bayi mereka kembali. Namun, apa Minhyung bisa mewujudkan itu? Bukankah itu juga yang Minhyung inginkan? Tapi, adakah pria itu mengeluh?

"Aku ingin pulang." Alih-alih menyalak bagai binatang buas, Donghyuck lantas mengeluarkan suara bagai hewan sekarat. Suaranya terdengar lengket oleh lendir dan rancu oleh pikiran yang berantakan. "Aku ingin kembali ke rumah."

Dan Donghyuck menganggap Minhyung luar biasa karena masih sanggup memahami kata-katanya.

"Ayo. Ayo kita pulang, Donghyuck."

*

Donghyuck tidak mengerti apa yang telah Minhyung lakukan sampai berhasil membawanya berkendara keluar dari gedung rumah sakit dan melintasi kota Seoul. Ia hanya meringik minta pulang, Minhyung mengiakan dan menghilang selama beberapa saat, sebelum kembali untuk mengganti baju Donghyuck dan menggendongnya memasuki mobil Sungchan. Hal selanjutnya yang terjadi adalah mereka berdua, dalam keadaan lelah dan hancur luar biasa, berkendara menuju kediaman Nyonya Lee di daerah pinggir kota.

[✓] Metanoia [Bahasa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang