🌿 19 🌿

2.9K 466 150
                                    

Playlist: Something to Believe In - Laura Marano, Perfectly Imperfect - Declan J Donovan

.

.

.

Minhyung melirik Donghyuck di sampingnya. Lelaki itu tidak mengeluarkan sepatah kata pun semenjak mereka memasuki mobil dan berkendara menuju Seoul. Dengan tatapan mengarah ke luar jendela, Donghyuck mengabaikan Minhyung sepenuhnya. Di sisi lain, Minhyung yang tengah menyetir tidak bisa berbuat banyak. Malam sudah turun, waktu sewa mobil sudah habis, dan ia pasti kena dendaㅡakan semakin bertambah sebanyak jam yang terlewat begitu waktu sewa jatuh tenggat. Ia berusaha mencapai Seoul secepat mungkin, mengembalikan mobil sebelum harganya mencapai angka yang tak lazim hanya untuk menyewa sebuah mobil.

Minhyung sadar bahwa diamnya Donghyuck dipengaruhi oleh apa yang terjadi hari ini. Di pagi menjelang siang hari, ketika ia tiba bersama Jeno di depan pintu kediaman Nyonya Lee, dengan desas-desus tetangga di kanan kiri, Donghyuck membuka pintu dengan wajah pucat. Keduanya dipersilakan masuk, pun langsung berhadapan dengan Nyonya Lee yang duduk bersilang kaki di ruang tengah. Donghyuck sampai kehilangan cara untuk memperkenalkan Minhyung kepada sang ibu ketika melihat raut masam di wajah wanita itu.

"Kenapa kau tidak ke dapur dan membuat minum, Donghyuck?" tegur Nyonya Lee. "Jeno bisa membantumu menata buah-buahan dan manisan itu ke piring. Iya, kan, Jeno?"

Jeno, dengan bingkisan berisi bunga, buah-buahan, serta makanan manis pun menganggukkan kepala, walau tatapan tidak enaknya mengarah pada Donghyuck.

"Ya, Nyonya," balas pemuda itu, lalu mengikuti langkah ragu-ragu Donghyuck menuju dapur. Sebelum mereka benar-benar meninggalkan ruang tamu, suara Nyonya Lee kembali terdengar.

"Silakan duduk, Minhyung ssi."

Setelah itu, mereka tidak mampu mendengar apa pun lagi tanpa terlihat jelas-jelas menguping.

Donghyuck mengerang begitu memasuki dapur. Kedua tangannya terangkat ke sisi-sisi kepala sambil kaki mondar-mandir cepat.

"Mati aku, mati aku, mati aku!" racaunya.

Jeno, yang merasa Donghyuck menjadi tanggung jawabnya di ruangan itu, lantas mendekat setelah meletakkan segala benda yang memenuhi tangan ke atas meja makan, beralih meraih kedua pundak si lelaki Omega.

"Hei, Donghyuck, tenang ...."

"Bagaimana aku bisa tenang?" Donghyuck menyalak sambil mengentak tubuh, berharap pegangan Jeno akan terlepas. Namun, pemuda itu tidak melepaskannya, hanya melonggarkan pegangan. "Dia di luar sana bersama ibuku. Kau tahu apa yang dipikirkan ibuku sepanjang aku berada di sini, Jeno? Dia menganggap ini semua salah Minhyung, bahwa tak peduli apa yang kujelaskan, dia tetap memandang Minhyung sebagai sosok Alpha menjijikkan yang akan menggagahi Omega mana pun ketika sedang rut!"

"Lantas, mau bagaimana lagi?" tanya Jeno, acuh tak acuh. "Nyonya Lee adalah orang tua dan seorang ibuㅡibumu. Beliau akan melawan apa pun yang dianggap sebagai ancaman bagimu. Dan Minhyung menunjukkan bahwa dia berpotensi menjadi ancaman dengan menyentuhmu semasa rut. Apa salah kalau Nyonya Lee sekarang meminta pertanggungjawaban?"

Donghyuck memandangnya tak percaya. "Apa yang salah denganmu? Kau tahu ini bukan salah Minhyung. Tidakkah kau ingat apa yang dia lakukan kepadaku kemarin? Dia jelas-jelas menyerahkanku padamuㅡ"

"Di saat kau nyaris berada di ambang kegilaan. Ya," potong Jeno. "Kurasa kau tidak ingat jelas kejadiannya. Tidak heran, kau langsung heat setelah itu. Tapi, biar kuluruskan. Apa yang seorang Alpha lakukan terhadap seorang Omega sampai membuatnya gila? Menebar feromon dan memanipulasi hasrat serta pikirannya agar tunduk. Mau kau percaya atau tidak, hari itu dia berusaha memanfaatkanmu, memanfaatkan tubuhmu. Itu sebabnya kau beraroma seperti dirinya. Itulah sebab kau menjadi gila dan hanya ingin mengangkang di bawahnya. Tidakkah kau ingat bagaimana kau bergelayut di tembok dengan penampilan kacau dan tatapan sayu? Bagaimana kau menjerit seperti orang kesetanan ketika dia melemparmu padaku, memohon supaya dia mengambilmu kembali dan melanjutkan kegiatan apa pun yang sempat tertunda karena kedatanganku? Dan ingatkah kau sepanjang jalan kita meninggalkan apartemen, kau terus memohon agar kita kembali? Kau melakukan itu semua sambil meringik dengan selangkangan yang basahㅡ"

[✓] Metanoia [Bahasa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang