Halo! Aduh, ngeditnya setengah ngantuk :') Semoga kalian suka sama bab ini, ya. Untuk semua pembaca baru, aku ucapkan selamat datang dan selamat bergabung dalam komunitas kecil pembaca Metanoia. Semoga bisa mengikuti perjalanan ini sampai akhir, ya. Dan untuk para beta readers, bantuan kalian untuk bab ini amat sangat berarti. ❤️
Selamat membaca! ❤️
.
.
.
Donghyuck terjaga. Malam menanjak naik dengan udara yang semakin bergerak turun. Sambil meraih kardigan yang tersampir di kursi, ia perlahan meninggalkan ranjang dalam gerak hati-hati, tak ingin membangunkan Minhyung yang masih tertidur lelap.
Gerbang London mulai terbuka bagi musim gugur. Donghyuck menghirup napas dalam, merasakan tusukan udara jernih malam di paru-parunya. Sudah satu minggu berlalu sejak ia menginjakkan kaki di sana, lengkap dengan cincin perak yang kini melingkari jari manis tangan kirinya, pemberian Minhyung sebelum mereka angkat kaki dari Korea. Meski belum terikat dalam sumpah pernikahan, Minhyung menggunakan cincin itu sebagai bentuk janji bahwa Donghyuck adalah miliknya hingga saat itu tiba. Cincin itu juga turut menyenangkan hati Nyonya Lee, lambang keyakinan bahwa putra Omega-nya berada di tangan yang tepat.
Donghyuck sendiri tidak tahu apa maksud nyata dari cincin itu selain daripada sebuah alat untuk mengikatnya. Namun, ia tak sanggup membohongi diri bahwa berbaring di sisi Minhyung setiap malam memberinya rasa tenang. Meski malam ini menjadi pengecualian.
Ia tidak bermimpi buruk, tidak lagi selama beberapa waktu ke belakang. Ia hanya tidak bisa tidur, dan berbaring dalam gelap membuat kepalanya sakit. Donghyuck kembali mengingat apa saja yang telah terlewat hingga mengantarkan kakinya menuju London yang serba asing. Meninggalkan sesuatu yang ia kenal baik, yang juga turut menjadi alasannya mati tiap detik.
Sebelum meninggalkan Seoul, Donghyuck berhasil menemukan sosok di balik semua berita tak bertanggung jawab tentangnya. Semua itu berkat Renjun dan Henry, juga Minhyung yang datang dengan bukti tambahan. Hanya Donghyuck yang hadir dengan pikiran dan tangan kosong, tidak punya senjata apa-apa untuk melawan sosok yang jelas-jelas menodongkan api ke arahnya.
Donghyuck masih mengingat jelas bagaimana tatapan terkejut Jeno ketika Renjun dan Henry membawanya ke hadapan pemuda itu, meminta Donghyuck melakukan apa pun kepada sosok yang telah membuatnya menderita. Jeno menatap Donghyuck tak percaya, dan ia sendiri tak ada bedanya. Satu-satunya kalimat yang keluar dari mulut Jeno hari itu adalah, "Aku tidak akan mungkin melakukan itu padamu."
Namun, apa sungguh begitu? Ketika Donghyuck menyakiti hatinya ribuan kali. Akankah Jeno sanggup memperbaikinya, lagi dan lagi, hingga tak punya dendam yang cukup untuk menyakitinya barang setitik? Donghyuck bahkan ragu atas asumsinya sendiri, tetapi melihat sosok lain yang dihadapkan padanya kala itu membuat ia mengeluarkan pertanyaan kedua. Kenapa?
Berbanding terbalik dengan Jeno yang kebingungan, sosok pria di sampingnya tampak ketakutan. Tubuhnya gemetar, terlebih saat bertemu mata dengan Henry yang bahkan tanpa sadar menguarkan aroma mengancam, sedikit membuat Donghyuck dan Renjun merasa tak nyaman. Kemudian, Minhyung datang, menambah kekalutan dalam ruangan dengan feromon Alpha dominan yang bahkan sanggup membuat kekuatan Henry terbantahkan. Dan satu-satunya yang menerima tatapan kemarahan darinya hanyalah sosok pria di samping Jeno.
"Kau! Aku sudah memperingatkanmu," geram Minhyung, membuat sosok itu semakin meringkuk sambil menggumamkan beragam maaf.
"Dan yang satunya lagi, kau yakin dia tidak bersalah?" tanya Henry, mengarahkan dagu pada Jeno.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Metanoia [Bahasa]
Fanfiction[SUDAH TERBIT] Lee Donghyuck tidak mengenal cinta. Konsep itu sudah tidak lagi relevan dalam hidup sejak ia melihat kehancuran keluarganya. Sebagai seorang Omega laki-laki, yang menjadi tujuan hanyalah bagaimana cara supaya bisa hidup sejahtera tanp...