"Terjadi sesuatu, bukan?"
Louise jelas SANGAT mengenalku, dan itu menyebalkan.
"Tidak," bohongku, "Bohong!" senggah Louise cepat, "Kata Emily, tadi kau sedang bersama Grand Duke dan begitu kau kemari, wajahmu seperti orang mau menangis-"
"Aku tidak menangis," bantahku,
"Belum, lebih tepatnya." bantah Louise, dia memundurkan badannya, melipat kedua tangannya di dada, menatapku curiga.
"Kalian bertengkar? Kukira akhir-akhir ini hubungan kalian membaik." Louise jelas punya mata dan telinga di Dukedom Belogoat, dan aku bisa menebaknya, aku melirik Emily dan para pelayan lainnya yang mengelilingi kami.
"Kami tidak bertengkar, dan hubungan kami sama seperti sebelumnya," aku mengambil cangkir tehku, membahas masalah rumah tanggaku ke Louise adalah hal terakhir yang ingin kulakukan,
Ingat, dia si biang gosip yang telaten mencari berita, biarpun dia temanku, aku tetaplah mangsa yang empuk untuk headline korannya,
Lagipula sekian lama dia muncul, bukannya ada hal yang lebih penting, "Kupikir kau tidak akan datang hari ini?" tanyaku,
Louise juga mengambil cangkir tehnya, "Kupikir juga begitu, tapi aku tidak bisa lama-lama di NERAKA ITU, penentuan pewaris keluargaku sebentar lagi, dan aku ingin tarik nafas sejenak-"
Aku mengangguk mengerti,
Louise bukan anak rumahan, dia tidak bisa lama-lama bernafas dengan udara yang sama dengan ibu dan kakak-kakaknya.
Meski ditentang hampir oleh seluruh keluarganya, Louise ingin menjadi pewaris gelar Count, walau itu artinya dia harus bersaing dengan empat kakak laki-lakinya, "Para BAJINGAN itu, tidak melakukan apapun kecuali berjudi dan mabuk-mabukkan," keluhnya.
Hidup di era ini, membuat jenis kelamin Louise menjadi penghalang terbesarnya,
Ibunya ingin dia menjadi seperti anak perempuan bangsawan lain, kau tahu, menikah dan memiliki anak, tapi sayangnya, Louise terlahir dengan sifat keras kepala dan pembangkang, dia tidak ingin terikat dengan pria manapun, dan ingin hidup sesuai keinginannya.
Diluar dari itu, Louise adalah pebisnis dan editor yang luar biasa, dia tekun dan memiliki tekad yang kuat, yah, walaupun itu kadang merepotkanku, "Kau sudah memiliki ide untuk novel berikutnya?" tanya Louise,
Aku mengangguk, dan menyerahkannya beberapa gambaran kasar ide cerita yang kutulis akhir-akhir ini,
Loise mengambilnya, dan membacanya sekilas, "Ursula," panggilnya setelah selesai, "Apa kau tidak ingin mencoba genre yang lain?" tanyanya,
Eh, "Kenapa memangnya?"
Novel terakhirku masih terjual dengan baik, penggemarku memang tidak sebanyak penggemar novelis lain, tapi mereka cukup setia, respon mereka juga cukup baik di karya terakhirku. Aku tahu, karena setiap novelku terbit, aku akan menyuruh Emily ke kota dan memantau langsung keadaan di toko buku.
"Kelebihanmu adalah gaya penulisanmu yang rapi dan tertata, untuk ide pun kau lumayan, meskipun tanpa pengalaman, tapi..." Louise mengosok-gosok dagunya,
"Tapi?" tanyaku,
"Tidak ada perkembangan," jawabnya jujur,
"Tulisanmu persis seperti kepribadianmu, TERLALU BERHATI-HATI, kau tidak ingin mengambil resiko, iya sih, kita pernah mengambil genre yang berbeda saat pertama kali kau mulai menulis,"
"Hanya karena gagal beberapa kali, kau menolak melakukannya lagi, padahal tidak ada salahnya mencobanya lagi." jelas Louise.
Aku tahu dia sedang membahas novelku, tapi entah kenapa itu malah mengingatkanku dengan kejadian waktu aku bersama Iaros tadi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Please Choose Me
FantasyBab 1-24 [Please Divorce Me] [Terbit] [Tidak lengkap, lengkapnya hanya ada di buku] Mulai Bab 37-42 [Please Choose Me] [Terbit] [Tidak lengkap, selengkapnya hanya ada di buku] [Original Story by akumenulisa] [Bukan Novel Terjemahan] [Dimohon untuk t...