11. Selfish

1.7K 144 20
                                    

Mungkin sekarang Aera seperti pemeran wanita yang pernah ia tonton. Menjadi penurut bukan dirinya sekali. Aera lebih suka mendominasi daripada membiarkannya hanya menerima. Dia bukan wanita bodoh yang terjebak, dalam permainan "Dominan dan Submissive." apalagi, diperintah-perintah layaknya budak.

Bagaimana menjelaskan keadaan yang ia alami? Aera saja lelah, nyaris putus asa. Membenci dirinya sendiri yang bodoh ini. Taehyung terus mempermainkannya, atau lebih tepat disebut—memainkan tubuhnya. Usapan sensual serta kedua tangan kekar itu memeluk tubuhnya. Aera benar-benar tak mengerti lagi, betapa berengseknya Kim Taehyung bertindak sesuka hati.

Salahnya sendiri memang, ia yang meminta Taehyung melakukan kenakalan itu. Aera sendirilah yang memancing Taehyung melakukannya. Kasarnya, memohon benih Taehyung ditanam dalam rahim wanita itu. Inginkan hamil, berlari dari jeratan lain. Dan membuatnya terjerat pada neraka yang sesungguhnya.

Pun permintaan seorang Taehyung mutlak. Tidak bisa dibantah, tidak bisa ditarik kembali. Selamanya, Aera terjebak. Menyerahkan diri. Terjerat.

Suara lirih Aera ia redam, kendati tidak tahan lagi mengeluarkan semuanya. Sampai isi kepala kosong. Habis di korek, sangat bodoh. Menikmati dan terus menikmati. Di belakang tubuhnya, Taehyung bergerak perlahan. Pria itu takut kehilangan Aera. Takut, Aera kembali kepelukan sang pemilik. Belum resmi bercerai, hal yang memancing sisi egois Taehyung muncul.

"Tae—" Aera meremat seprai, memanggil nama Taehyung di sisa energinya yang tersedot habis, "tolong jangan... Tae, berhenti."

"Aera, nikmati dan jangan banyak bicara!" di saat sibuk mengejar kenikmatannya, Taehyung tentu tidak mau bicara. Pun dikuasai amarah. Ia enggan memuja Aera seperti biasa.

"Urghh, Taehyung-ah! Sial, keras sekali!"

"Suaramu juga keras!" Taehyung kesal sendiri jadinya, hujaman disana bertambah keras, "Fuck!"

"Kau pikir aku—" Aera semakin pening, Taehyung begitu gila, bergerak liar. Juga penyatuan di bawah sana yang terdengar menggelitik telinganya.

Apa yang terjadi di masa depan, Taehyung tidak akan pernah berhasil memprediksi takdirnya. Atau, merencakan takdir yang diinginkan. Mengubah takdir, tentu diperbolehkan. Hanya saja, apakah takdir yang diubah diterima oleh semesta?

"Aera-ya..." napas Taehyung tersengal, peluhnya berjatuhan. Memeluk Aera erat, berbisik rendah. Menyalurkan hangat yang baru di jemput keduanya bersama, "aku menunggu jawaban yang pasti. Aku benci menunggumu dan diriku sangat membenci—kebohongan."

"Kau egois." Aera menepis tangan Taehyung, "aku bukan benda yang tidak ada perasaan!"

"Ya. Aku memang egois. Semua itu karenamu." jawaban Taehyung sangat dingin. Tetapi, ia tak mau menjauh. Tetap di sisi Aera. Enggan meninggalkan, seusai berbagi kehangatan.

Menjadi seorang pendosa yang memohon untuk di puaskan. Keheningan itu tercipta lima detik, sampai akhirnya Aera berniat menjauh. Duduk, mengatur napasnya seraya mengambil bajunya yang tergeletak di ranjang.

"Jangan ikuti aku!" Aera menunjuk Taehyung, "atau aku akan membencimu selamanya!"

"Kau kenapa jadi marah-marah?!" dahi Taehyung berkerut tak suka. "menyesal memilihku? Aera kau kekanak---,"

"Aku sudah belajar untuk mempercayaimu lagi. Tapi, aku mulai berpikir. Apakah aku sungguh ingin kembali padamu? Perubahan sikapmu yang membuatku bingung! Aku seperti tidak mengenali siapa dirimu, Taehyung."

Kedua netra Taehyung redup. Bergetar, ia sendiri juga kebingungan. Mengapa dirinya begitu egois? Memperlakukan Aera bak tahanan cintanya.

Sejatinya, Taehyung jatuh cinta dan terobsesi. Rasa tersebut menjadi satu kesatuan rasa, yang ada di hatinya. Sehingga, timbul rasa ingin memiliki yang kuat. Bahkan—rela memakai cara licik. Demi kebahagiaannya. Bukan kebahagiaan Aera. Egonya membesar sebab takut kehilangan.

Membunuh perasaan hangat lain. Mengalahkan cinta yang sebenarnya. Taehyung kini amat merasa bersalah.

"Sayang, m-maaf. Maafkan aku ya?" ketika kesabaran Aera habis, Taehyung akan memohon maaf.

Kata maaf berkali-kali, yang sering Aera dengar. Lalu, mudahnya—Taehyung berbuat kesalahan yang sama. Lagi dan lagi. Aera tak menuntut apa-apa. Yang dia mau—hanyalah kebahagiaan.

******

Seumur hidupnya, Taehyung belum pernah begitu frustasi—mengejar seorang wanita. Terlebih, mantan kekasih yang jelas masih istri oranglain. Pun pagi hari yang indah, tidak mendukung suasana hatinya yang buruk. Aera tidak ada di sampingnya. Sisi kanan ranjang itu kosong.

Taehyung baru akan berteriak, tetapi suara teriakannya redam. Berganti dengan helaan napas panjang, kala melihat Aera baru keluar dari kamar mandi. Berpakaian rapi, harum, dan cantik. Taehyung pasti sebentar lagi bertanya, batin Aera.

Itu mengapa, Aera terlebih dahulu mencuri start. "Mengertilah untuk sebentar saja. Aku pulang, bukan mengkhawatirkannya. Hanya menjaga sikapku. Sebelum bercerai dengannya. Tentu saja, secara baik-baik agar nama baikku tidak rusak."

Kim Aera sulit sekali ditebak. Taehyung berdehem, "Tunggu aku mandi. Kita pulang bersama."

"Taehyung, itu akan sangat aneh. Jangan sampai orang berpikir buruk tentang kita."

"Memangnya apa selain buruk? Bukankah kita berdua sangat jelas, memiliki hubungan? Aku simpananmu." sambil beranjak, Taehyung mengambil baju handuknya di punggung kursi. Memakainya terburu-buru, "sejujurnya, aku tidak suka menjadi pria kedua. But, it's okay. Dimatamu aku tetaplah yang pertama."

Melatih kesabaran menghadapi mulut Taehyung, Aera tersenyum manis. "Mau kukoreksi? Kau itu pertama bagiku. Sedangkan aku? Yang pertama tapi selalu dilupakan. Kau pergi ke satu wanita saat diriku tidak ada."

Tepat. Taehyung detik itu pun tak dapat membantah—tatapan matanya kosong, telinga mendengar dan hatinya terasa teriris di dalam. Lidah tajam Aera pintar membalasnya. Selalu. Hal yang Taehyung suka, Aera wanita cerdas. Tidak mudah dibodohi, meski terkadang juga—larut termakan rayuan manis Taehyung.

Pria Kim lantas berjalan menghampiri Aera. Dua langkah lebih dekat, mencuri satu ciuman singkat di bibir Aera. Membekukan pergerakan Aera, yang saat ini tengah mebentengi diri.

"Aku pergi, bukan atas kemauanku sendiri. Berpikirlah, Aera. Aku sengaja membuatmu cemburu." kata Taehyung menatap penuh dominasi, "sengaja agar kau selalu menginginkanku. Selalu ingin aku yang menghancurkanmu. Kenikmatan, semua yang kau rasakan tidak kau dapatkan dari suamimu itu.

Kau wanita yang aku cintai dan pernah aku lepaskan. Pernahkah kau berpikir? Mengapa aku pergi dan tidak memperjuangkanmu? Ya, Aera. Kukira kau bahagia dengan Jungkook.

Namun, kenyataan yang kulihat? Sama sekali tidak. Kau wanita kesepian yang merindukan kehangatan dan sentuhan. Well, akulah yang setia menyentuhmu."

Tersulut amarah, Taehyung tampak menghela napas kelewat berat—ia memalingkan wajahnya begitu Aera meneteskan air mata.

"Bajingan." lirih, Aera.

"Bajingan ini yang mencintaimu." Taehyung tak mau mengalah, jika memulai perdebatannya. Sepenuhnya, kalimat yang ia katakan—benar.

Pun air mata yang menetes itu, Aera hapus. Semakin ia lemah, Taehyung senang menjatuhkannya. Tertawa, dan Aera tunduk. Aera di sini juga membenci kekalahan. Walau, ia mencintai Taehyung. Dirinya bukan wanita lemah dan bodoh.

"Aku tidak tahu lagi, harus berkata apa. Taehyung, yang aku mau—"

"Yang aku mau dimengerti?" sela, Taehyung. "kau bilang aku egois. Kau pun sama. Belajar mengerti perasaanku! Dan aku tidak perlu repot menjelaskannya lagi! Seseorang yang mencintai, tak membutuhkan penjelasan Aera. Jatuh cinta, datang tiba-tiba. Perasaanku murni dari hati. Bahkan sebelum kau bersama oranglain. Aku lebih dulu bersamamu."

Napas Aera tercekat, ia mundur ke belakang. Takut sewaktu Taehyung mencekal erat pergelangan tangannya. Serangan cemas datang menghampiri.

"Hadapi keluargamu. Kita buat pengakuan. Agar semua ini selesai, Ae."

[]

Dirty Proposal ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang