26. Under The Moonlight

1.3K 133 12
                                    

Halo winny's! Gimana puasanya? Apa kabar kalian semua? Maaf kalau sekarang aku jarang update. Aku lagi hiatus untuk sementara waktu krn sibuk RL.

Dirty Proposal juga sebenarnya ingin aku rombak alur ceritanya. Tapi, aku mikir pasti bakalan aneh krn udah terlanjur juga kan, dengan jalan cerita ini.

Abis lebaran, DP akan tamat menyentuh bab 30'an. So, jangan lupa komentar dan kasih bintangnya ya! Itu semua energi buat aku menulis.

Happy reading!


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.









"Jadi maksudmu—kau bisa mendekati Aera dan menghancurkan hatinya lagi?" Hoseok menghela napasnya, membayangkan firasat buruknya menjadi nyata—bukan solusi yang bagus. Ia tahu benar, bagaimana sifat Jungkook—tidak mungkin, sahabat yang telah ia anggap seperti adiknya sendiri tega merusak kebahagiaan oranglain. "sudah kubilang, ini keliru Jungkook. Jangan baca isi pesan dari Sellyna yang berusaha menjebakmu. Kupikir, wanita itu sudah mulai berubah. Aera pun belum sepenuhnya sembuh dari luka, akibat hubungan kalian." lanjut, Hoseok.

"Aku juga belum, Kak." jawab, Jungkook dingin.

"Belum, karena kau sibuk menyiksa dirimu sendiri." geram, Hoseok—alisnya menukik tajam.

Seharusnya, Jungkook menjawab—ya, benar. Atau, paling tidak mengatakan sepatah kata. Tetapi, kata-kata itu tercekat di lehernya. Jungkook hanya bisa memandang Hoseok dengan tatapan mata putus asa. Semua memang sudah selesai. Tidak ada gunanya lagi, Jungkook mengungkit masa lalu atau pun membalaskan dendamnya. Pada akhirnya, semua akan sia-sia. Jungkook dan Aera melukai satu sama lain terlalu dalam.

Perasaan yang terpancar dari Jungkook terasa berbeda, Hoseok dapat melihatnya begitu jelas. Kedua netra pria itu meredup, seolah Jungkook benar-benar ditelan rasa bersalah. Entah dengan cara apalagi, Hoseok memperingati Jungkook.

"Dari apa yang kulihat selama ini, aku memanglah sangat kejam."

"Bagus, akhirnya kau menyadari kesalahanmu yang satu itu." sudah kepalang kesal, Hoseok membalas ketus. "berhentilah, Jung. Cukup menyalahkan sesuatu yang telah berlalu. Jalani apa yang ditetapkan Tuhan untukmu."

"Kalau aku tidak mau?" Jungkook malah membantah, seketika membuat Hoseok spontan memukul keras punggungnya, "iya kak, iya! Aku bercanda, jangan menatapku seperti itu—kau menyeramkan tahu!"

******

Tatapan mata Taehyung yang diarahkan kepadanya, meski hanyalah sekilas—mampu menarik perhatian Aera. Ketertarikan yang begitu mudah merusak sistem pertahanan tubuh, Aera. Agaknya, terdengar berlebihan—tapi itulah kenyataannya.

Sebagai langkah awal, Aera tidak mau—Taehyung menguasainya. Mungkin, tidak untuk malam ini.

Jika, Taehyung menginginkan sesuatu yang lebih darinya, haruslah datang dari kedua belah pihak—mengutamakan persetujuan, saling menghormati. Tak ada lagi menutup-nutupi keinginan demi menjaga gengsi. Well, seringnya Aeralah yang mementingkan gengsi di atas segalanya.

Cukup lama di antara mereka yang enggan membuka suara—senyap, ditemani suara musik. Satu detik di sana, Taehyung menahan tangan Aera—jari-jemarinya yang lebih besar dibandingkan jemari Aera, perlahan menggenggam. Hanya berlangsung lima detik, sebelum akhirnya dilepaskan.

"Mau apa?!" Aera terkejut setengah mati, ketika Taehyung maju ke depan, mendekat.

Taehyung tertawa kecil, "Mau apalagi? Jangan berlebihan, Aera. Aku ingin membantumu membuka sabuk pengaman."

Bagaimana mungkin Taehyung masih bisa memengaruhi seperti itu? Aera sebal sendiri, wanita itu memutar bola matanya, tangan bersedekap. Kakinya, sengaja mengetuk—membuat gestur seolah ia bosan.

"Kenapa tidak membiarkanku membukanya sendiri?"

"Karena aku sengaja ingin melihatmu kesal dan malu-malu." Taehyung tersenyum manis.

Bisa ditebak, apa reaksi Aera setelahnya bukan? Bukan merasa senang, ia menantang Taehyung—mendorong dada pria itu agar menyingkir dari hadapannya, menggunakan satu jari telunjuk yang dihiasi pewarna kuku merah.

Rayuan manis itu tak mempan bagi Aera, pun Taehyung memprediksi sejak awal—Aera tetaplah Kim Aera yang sulit dirayu.

"Aera, kau bilang—"

"Bisa diam tidak? Ambil makanannya di jok belakang. Aku sudah lapar, kedinginan juga! Aku tidak mau mendengar roman picisanmu itu!"

Taehyung gemas sekali rasanya. Bukan, gemas melihat Aera marah—gemas dalam artian seorang Taehyung itu berbeda. Untung saja, Taehyung berbaik hati tak mau memperpanjang konversasi lagi. Menuruti perintah kekasih hatinya yang bermulut tajam, tapi cantik. Ya, poin kesekian yang Taehyung gilai dari Aera.

Sayangnya, Taehyung mudah berubah pikiran. Paper bag yang berisi makanan di tangannya, ia sembunyikan di punggung sewaktu Aera hendak mengambilnya.

"Kim!"

"Ya ampun, bisa-bisa telingaku rusak kalau diteriaki terus-menerus." cibir, Taehyung, "alasan yang bagus, Aera. Kau belum lapar dan sengaja mengulur waktu."

Aera mematung—sial, gerak-geriknya terbaca sekali. Aera balas menatap Taehyung dengan sorot mata menuduh, "Ini—siapa yang mengulur waktu? Bukankah kau sendiri, Tuan Kim?"

"Nah ya sudah kalau begitu. Ini pilihanmu. Biar saja, aku tidak mau mengantarmu pulang—kita menginap saja di sini." Taehyung mengernyitkan dahi, berpura-pura marah.

Menarik napas dalam, Aera pun memaksakan dirinya tersenyum begitu manis. "Tujuan utama kita ke tempat ini, makan malam sambil melihat pemandangannya di sini. Bukan pemandangan itu yang—aish!"

Mati-matian, Taehyung menahan tawa. Tak tega juga, menggoda Aera. Lagi pula, ia tadi sebatas mengancam yang tidak serius.

Taehyung, memanggil dengan nada lembut. "Kim Aera..."

"Apa?!" Aera kesal sekali rupanya.

Begitu lama, Taehyung menantikan momen ini. Momen yang tepat untuk mengungkapkan segenap perasaannya. Aera juga tak pintar menebak, kala Taehyung merogoh saku jasnya, mengambil kotak perhiasan kecil dari dalam sana.

Senyuman hangat beserta tatapan mata yang teduh, menggambarkan isyarat yang bermakna. Pantas saja, Taehyung menyembunyikan makanan itu dan mengulur waktu. Selama perjalanan menuju tempat ini, Taehyung pun hanya diam—sibuk merangkai kalimat untuk ia ucapkan nanti.

Taehyung mempersiapkan dirinya dengan baik, melamar wanita yang ia cintai di bawah sinar rembulan.

Sedangkan, Aera terpaku—bola matanya berkaca-kaca. "Taehyung, kau ini bodoh sekali sih!" kesalnya, "Mengapa tidak langsung bicara?!"

"Kau sudah memahamiku, Aera. Buktinya kau tahu kan? Aku sudah jelas mau melamarmu." jawab, Taehyung—tampak santai, tapi jantungnya sejak tadi berdebar-debar. "hei, aduh jangan menangis. Belum apa-apa, kok air matanya mau menetes begitu? Nanti, maskaramu luntur, Aera."

"Makanya katakan sekarang juga." tuntut, Aera—tangannya terulur menarik jas Taehyung saking sebalnya.

"Memangnya itu penting? Kau tidak mungkin menolakku kan?"

-bersambung-

Dirty Proposal ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang