Mengetuk-ngetuk pulpennya di atas meja, sambil sesekali meniup poni-berapa kali lagi, Gaeul harus melihat pemandangan menyedihkan Aera? Seolah sahabatnya itu, tengah sibuk memikirkan kalimatnya beberapa saat lalu. Membahas masalah Aera kali ini cukup membuka mata Gaeul, tapi sayangnya Aera keras kepala bukan main.
"Segeralah menikah dan memiliki anak. Hanya itu cara satu-satunya, supaya calon ibu mertuamu tak lagi mempermasalahkan wanita itu. Setiap pagi kau juga sering mual." ujar Gaeul, ia beranjak dari duduknya menghampiri Aera, "lepas dari Jungkook, kau---,"
Gaeul tentu saja tak berniat berhenti bicara, pintu ruangan Aera tiba-tiba terbuka, sekretarisnya datang lalu berkata. "Maaf mengganggu waktumu Nona Kim. Di luar ada Tuan Ryu."
"Ryu Jungkook?" alis Aera berkerut, penasaran. Pikirannya langsung teralihkan.
"Ya, beliau menunggu anda di lobi utama."
Tanpa Aera sadari, dirinya tersenyum hingga Gaeul merasa aneh. Aera tak banyak berucap, ia menoleh dan melayangkan senyuman manisnya pada Gaeul. "Kunci keberuntunganku datang." gumamnya.
"Kau cari mati, bagaimana kalau Taehyung tahu?"
"Aku dan Jungkook memang berakhir. Apa aku tidak boleh menjadi sahabat dekatnya?"
Tatapan mata Aera mengundang bulu kuduk Gaeul berdiri. Haruskah ia memberi tahu Taehyung sekarang?
******
Ryu Jungkook menyugar rambutnya, kala Aera dan suara ketukan sepatu tinggi itu menyapa mendekat. Tak lupa, dengan senyuman kelewat memikat ia lempar untuk Aera. "Dalam rangka apa Ryu Jungkook datang ke kantorku?" Aera langsung bertanya pada inti.
Jungkook tertawa kecil, tawa manis yang jarang dilihat oleh Aera. "Menggoyahkan hati mantan istriku, mungkin?"
Pribadi dengan blazer hitam dan rok senada di atas lutut itu tak bergeming, Aera mencerna kata demi kata yang terucap dari Jungkook, pun memperhatikan gestur serta bola mata bulat Jungkook.
Setelahnya ia menangkap maksud di balik kalimat itu. "Oh ya? Lalu, apa yang bisa membuatku goyah?"
Kim Aera tidak pernah berubah-Jungkook, nyaris kelepasan bicara pun buru-buru berdehem. "Lupakan. Aku hanya bercanda, noona."
Akhirnya, Aera tertawa-dia senang sesekali menggoda Jungkook. Namun, suara tawanya tak berlangsung lama. Batinnya berteriak frustasi, 'Sialan. Sejak kapan Taehyung muncul begitu cepat?!'
Detik jam bak berhenti saat Taehyung memegang pundaknya. Kedatangan Taehyung yang tiba-tiba ini, sebelumnya telah Jungkook prediksi. Mana mungkin, Taehyung diam saja melihat wanitanya terang-terangan digoda sang mantan suami.
Kedua adam tampan itu bertatapan, satu garis senyuman samar Jungkook terbit. "Lama tak bertemu, Tuan Kim." jelas hanyalah sapaan basa-basi.
"Hem..." Taehyung menjawab malas-malasan, mengabaikan kehadiran Jungkook di depan matanya, "Aera, ayo makan siang berdua. Aku rela mengemudikan mobilku secepat angin, demi dirimu."
Ingin rasanya Aera mencubit perut Taehyung, dia begitu malu menghadapi sikap kekanakan Taehyung. Apalagi, mendengar tawa Jungkook.
"Aera, ayolah..." Taehyung bahkan merengek, menyeret pelan tangan Aera. Benar-benar menguji kesabaran.
"Noona, tidak apa-apa. Aku bisa menunggu di sini." Jungkook mengalah, tersenyum begitu manis, memancing rasa kesal Taehyung meluap.
"Aera, kau tidak akan bertemu Jungkook diam-diam di belakangku kan?" segala bentuk kecemburuan Taehyung utarakan, seperti anak kecil yang mainannya direbut.
Menghela napas beratnya, Aera mengisyaratkan Jungkook pergi sejenak. Dia perlu memberi Taehyung pengertian. Terkadang, cemburunya Taehyung sangat manis, kadang juga bisa sangat menyebalkan.
Beruntung, Jungkook mau mengerti. Terlihat benar pria itu lebih dewasa. Taehyung dan Jungkook memang punya cara tersendiri, dalam merebut hati Aera.
Selepas Jungkook pergi, Aera yang sedari tadi diam, menunjukkan sedikit api amarahnya. "Serius, Kim? Ternyata kau sungguh kekanakan. Kenapa kau bersikap seperti itu di depan Jungkook?"
Taehyung tidaklah tahu, betapa frustasinya Aera seharian memikirkan hubungan mereka. Betapa ia takut kehilangan Taehyung, meski pria itu sudah melamarnya.
"Tunggu, kenapa kau yang jadi marah-marah padaku?"
"Ya. Aku sangat marah padamu." Aera mengepalkan tangan, "tolong mengerti keadaanku---,"
"Baiklah, apa kesalahan yang kuperbuat selain kekanakan?" sepertinya, Taehyung mencoba menyelesaikan masalah mereka dengan kepala dingin. Terbukti, pria itu langsung mendekap tubuh Aera.
Entah mengapa, Aera tampak jauh lebih sensitif. Dia tidak tahu, apa penyebab ia menangis sewaktu Taehyung memeluknya. Apakah terlalu takut kehilangan?
"Kita bicara di mobilku saja." perlahahan, Taehyung beralih memeluk pinggang Aera. Firasatnya berubah jadi buruk.
******
Marah bukan solusi yang bagus, tetapi menahannya makin menyesakkan dada. Aera bingung ingin memulai percakapan ini dari mana. Taehyung memandanginya dengan tatapan lembut, mengerti apa yang detik ini mengganggu pikiran Aera.
"Apa ini tentang Sellyna lagi?" Taehyung menghela napas berat, tangannya terulur mengusap jejak air mata yang tertinggal di pipi Aera, "kita tidak usah datang jika---,"
"Bukan itu masalahnya." Aera menekan nada suaranya, dia begitu resah dan malu di satu waktu. Menarik napas dalam, melanjutkan dengan suara terbata, "aku seperti orang asing di antara kau dan Sellyna. Aku merasa diriku bukanlah apa-apa dibandingkan dia yang melahirkan Gilly."
"Yang penting di mataku kau sangat istimewa. Berhenti berpikiran yang bukan-bukan, Aera."
"Ini tidak semudah-aku..." Aera terbata-bata, sulit merangkai kata. Kepalanya pening, ia siap meneteskan air mata lagi jika Taehyung tak memeluknya.
Dari apa yang Taehyung dengar, dia pun mengerti-Aera takut ibunya lebih memihak Sellyna, takut semua ini akan berubah.
"Sshhh, jangan menangis." Taehyung berupaya menenangkan.
"Aku begitu takut kehilanganmu."
"Aku tahu, Aera."
Aera makin menyembunyikan wajahnya di dada Taehyung, berlindung di sana. Tangannya pun mendekap erat, takut Taehyung pergi. Mereka berdua duduk di kursi tengah, sehingga memudahkan untuk berpelukan walaupun di dalam mobil.
Cukup lama, Taehyung memeluk dan menepuk punggung Aera. Hingga, Aera mau mendongak dan melihat wajahnya dengan mata merah sehabis menangis.
"Ada lagi sikapku yang membuatmu marah?" Taehyung bertanya teramat lemah lembut. Karena terharu, Aera memeluknya lagi.
Memejamkan mata sembari mencium aroma parfum Taehyung, adalah hal yang sering kali Aera rindukan. Ada waktu di mana, Aera membayangkan momen yang kelak terjadi di masa depan. Salah satunya, menjadi seorang ibu.
"Maafkan aku yang terkadang masih kekanakan. Aku pun begitu takut kehilanganmu, Aera."
"Aku juga minta maaf. Seharusnya aku tidak marah---," Aera seketika membeku kala Taehyung menunduk, mengecup keningnya. Terlebih lagi, Taehyung belum menjauh, ingin tahu reaksi Aera dari dekat, "k-kenapa tiba-tiba?"
Taehyung tersenyum hangat, ujian cinta ini membuatnya kuat dan tak ragu memilih Aera. Dalam keheningan serta rasa cinta yang kian bertambah, ia berujar meyakini.
"Itu seperti perasaanku Aera. Perasaan yang datang tiba-tiba, dan tidak mudah hilang. Kumohon, percaya dan bertahanlah di sisiku sampai akhir."
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Dirty Proposal ✓
Fiksi PenggemarPerjanjian licik serta bagaimana cara mengejar semua yang diinginkan. Semata dilakukannya agar orang yang dia cintai-kembali bersamanya. Kim Taehyung menganggap Aera, semesta. Semesta yang menjanjikan cinta. Kenangan masa lalu yang masih tersisa. Me...