Setelah keluar dari perpustakaan, aku melihat Devika yang berada di luar.
"VIK," ucapku keras.
"Eh Quel, bikin jantung gue kaget aja lo!" kesal Devika.
"Yeee lagian lo ngapain coba di sini, dikit lagi kelas mau mulai, yuk masuk."
Aku menarik tangan Devika untuk memasuki kelas.
"Eh gue mau ke toilet dulu ya, lo masuk duluan aja nanti gue nyusul kok," ucap Devika yang malah membuatku bingung.
"Lo mau ngapain?" tanyaku penasaran.
"Ya ke toilet biasanya mau ngapain? Aneh deh lo," kesal Devika.
"Dih jutek amat."
Aku pun tidak memikirkan hal tersebut dan langsung pergi menuju kelas sendirian. Saat melihat sekeliling, aku tidak sengaja menemukan Davyn yang terduduk merenung, entah kesedihan apa yang menimpanya.
Aku berniat untuk menemuinya, namun saat melangkah, ternyata perempuan yang berdua dengannya saat sedang latihan malah datang.
"Ah kesel dah gue," ringisku sambil memegang kakiku yang terluka.
"Ngapain lo di sini?"
"Astagfirullah." Aku terkejut dan melihat Kak Jaxon yang sudah berada di belakangku.
"Gue bukan setan," kesal Kak Jaxon sambil merapikan rambutnya.
"Yang bilang dia setan juga ga ada," bisikku sepelan mungkin.
"Lo ngajak ribut mulu, ya."
"Yaudah Kak, saya mau ke kelas." Aku pun berniat untuk berlari, tapi...
"Lo gak malu jidat lo benjol gitu?" tanyanya sarkas.
Aku segera melihat melalui cermin kecil yang selalu kubawa, ternyata benar, kepalaku benjol karena tadi kejedot lemari.
Hari ini sudah double maluku dan itu semua gara-gara Kak Jaxon.
"Makanya yang bener jadi orang," sarkasnya lagi yang membuatku sedikit geram.
"Kak ini semua tuh gara-gara Kakak." Aku sudah tidak sabar dan menumpahkan kekesalanku.
"Emang gue Kakak lo apa," ucap Kak Jaxon sinis sambil menatapku tajam.
"Dasar rusuh." Aku geram sekali dan langsung meninggalkan Kak Jaxon sendirian.
"Awas malu lo di kelas HAHAHAH," tawa Kak Jaxon yang membuatku sangat kesal.
( ╹▽╹ )
"Devika ke mana sih? Gue cari di toilet ga ada, di kelas juga ga ada, ke mana si tuh orang."
Aku melihat sekeliling dan hanya menemukan mahasiswa lain yang sedang berjalan.
"Huh gabut banget gue." Aku memutuskan untuk membuka laptop dan belajar sebelum dosen datang.
Namun, tidak lama kemudian, aku melihat Davyn memasuki kelas dan terlihat murung, entah kenapa aku benar-benar penasaran dan ingin bertanya kepadanya.
Tapi rasa takutku lebih tinggi dibanding rasa penasaranku. Aku takut semuanya malah menjadi aneh. Apa yang harus kutanyakan kepadanya? Masa tiba-tiba bertanya keadaannya, so akrab sekali.
"Davyn lo kenapa? Eh nggak-nggak, lo ada masalah? Ah so akrab banget gue," ucapku lirih karena aku sedang latihan untuk menyapa Davyn.
"Mmm Davyn, cewek tadi siapa?" Aku langsung menggelengkan kepala karena hal tersebut terlalu privasi.
"Ah susah banget sih," ucapku frustasi. Tanpa kuduga teman sekelasku menatap aneh.
Aku pun hanya tersenyum malu dan pura-pura tertidur.
"Malu-maluin banget sih gue," ucapku sambil menelungkupkan kepala.
"Pagi anak-anak," sapa Pak Rehan yang sudah datang.
"Pagi, Pak."
Aku masih bingung mengapa Devika belum balik juga? Ke mana saja dia? Tasnya pun masih ada di sini.
"Saya langsung beri tugas saja kepada kalian, nanti kalian research tentang konsep prewedding yang baik dan benar, setelah itu, laporannya langsung kirim ke Bapak dan masing-masing kelompok ada tiga orang, deadlinenya Jumat, jika telat pengurangan nilai," ucap Pak Rehan panjang kali lebar yang langsung membuatku sangat lemas.
Kalian tahu? Jumat itu dua hari dari sekarang dan kenapa Pak Rehan ini selalu seenaknya saja kalau memberikan tugas? Apalagi ini kelompok, dia kan gak tau kalau kita ada masalah atau tidak. Dasar seenaknya saja.
"Baik, Pak," ucap mereka serempak, walaupun aku tahu mereka sebenarnya sama muaknya denganku.
Namun sekarang yang aku pikirkan adalah di mana Devika? Apakah dia baik-baik saja? Bahkan Pak Rehan pun tidak menanyakan kabar Devika sama sekali. Dosen macam apa dia.
Karena sudah putus asa, aku berniat untuk menanyakan teman yang ada di belakangku.
"Eh lo liat Devika gak?" tanyaku sok akrab, padahal kita belum kenal satu sama lain.
"Gak tau," ucapnya singkat.
"Yee jutek banget si," gerutuku di dalam hati.
"Makasih," kesalku.
( ╹▽╹ )
Setelah pelajaran Pak Rehan selesai, aku pun langsung mencari Devika di sekeliling campus, namun belum apa-apa sudah capek. Aku berniat untuk duduk saja.
"Gimana sih Vik, katanya lo mau nganterin gue pulang," bisikku.
Sebenarnya aku sih tidak terlalu mempermasalahkan pulangnya, namun aku benar-benar takut kalau Devika kenapa-napa. Aku juga sedang menenteng-nenteng tas Devika sekarang. Makin beratlah bebanku.
"Eh lo tau gak sih, kalau si Davyn naksir ama si Devika?"
Aku tidak sengaja mendengar percakapan teman-teman Davyn yang berjalan di depanku.
"Serius lo? Tapi emang sih Devika cakep banget woy, gue aja naksir sama dia dan lo tau gak sih senior kita juga ada yang naksir sama si Devika," jawab temannya.
Fun fact, Devika memang cantik dan famous di kampusku, aku bahkan pangling melihatnya, tanpa disadari oleh Devika sendiri memang banyak sekali cowok-cowok yang menatapnya, bahkan kemarin aku tidak sengaja melihat cowok memberikan surat ke Devika secara diam-diam.
Namun, karena Devika memang sangat cuek tentang cowok, dia hanya menganggapnya lelucon.
"Kayaknya gue lebih cocok jadi tokoh figuran aja deh," ucapku di dalam hati.
Entahlah, sekarang aku menjadi tau diri bahwa Devika dan Davyn memang cocok. Davyn juga salah satu cowok famous di angkatanku, jadi tidak ada salahnya kalau mereka terlihat seimbang.
Miris sekali aku, belum berjuang sudah jatuh, namun apakah aku benar-benar menyukai Davyn? Sekarang aku menjadi gelisah, otakku campur aduk, antara Devika, Davyn, dan tugas Pak Rehan.
"DEVIKA LO KE MANA SIH," ucapku kencang sambil merebahkan kepala ke kursi.
Kalau dipikir-pikir stres juga seperti ini, masa kisah cintaku langsung kandas begitu saja. Namun, di satu sisi jika memang Devika juga memiliki perasaan yang sama dengan Davyn, aku langsung menyerah saja karena memang aku lebih membutuhkan Devika dibandingkan Davyn.
"First love gue ngapa gini amat dah," ucapku kesal.
Aku berusaha untuk menelepon Devika, namun tidak diangkat. Aku bingung mau membawa tas Devika ke mana. Sedangkan ke rumahnya saja aku tidak pernah. Di sini pun sepertinya tidak ada tetangganya Devika, mereka semua memang tidak ada yang mengenal Devika secara dekat.
"Aduh pusing gueee."
Akhirnya setelah lama berfikir, aku memutuskan untuk pulang dan membawa tas Devika ke rumahku.
Assalamualaikum guyss, kalian pernah gak jatuh cinta tapi doinya suka sama yang lain? Nyesek gak sih, apalagi yang disukain orang terdekat kita, dahlah mundur.

KAMU SEDANG MEMBACA
Another Side (End)
RomanceAir mataku satu per satu mulai menetes deras, aku berusaha untuk menghapusnya agar tidak jatuh terlalu banyak. "Gak usah salahin diri lo, lo gak salah, yang salah gue, gue yang salah mencintai seseorang." Aku pun langsung pergi menuju kamar mandi da...