Hari ini aku libur kuliah. Tidak ada kelas sekarang, aku pun masih bercanda ria dengan Syifa.
"Kak, ceritain ihhhhhh," rengek Syifa sambil memegang tanganku.
"Aku mau ambil cemilan dulu ya, biar seru," ucapku sambil mengambil cemilan di bawah.
"Ih, Kakak mah."
"Nih makan dulu, Kakak mau ambil minumannya." Aku lalu berdiri hendak mengambil minuman. Namun, langsung dicegat oleh adik manjaku.
"Ih Kakaaaaak, cerita duluu," rengek Syifa.
Aku hanya tertawa melihat wajahnya yang sudah kesal.
"Iya iya, jadi aku suka sama yang kamu liat semalem, namanya Davyn. Ya awalnya sih dia suka sama temenku, tapi temenku gak suka."
"Yaampun Kakak, gak boleh deket-deket dosa," ucap Syifa mengingatkan.
Syifa memang sangat protektif denganku. Terlebih lagi ia adalah anak pesantren.
"Iyaaa, Kakak juga jaga jarak sama dia."
"Terus terus gimana lagi ceritanya?"
"Jadi awalnya aku kesel, yaudah aku kirim surat aja ke Davyn, tapi aku gak tau perasaan Davyn ke aku sekarang gimana."
"Yaampun Kak, masi jaman kirim surat," ledek adikku.
"Ihhh aku ga ada pilihan lain, punya nomornya aja nggak, lagian kalo pake surat lebih keren aja."
"Tapi menurutku nih Kak, kayaknya Kak Davyn mulai ada rasa, cowok mana sih yang mau nganterin cewek sampai rumahnya apalagi udah sore, terus arah rumahnya juga beda."
Benar juga sih arah rumahku dan Davyn memang berbeda jauh. Apalagi waktu sudah sangat sore.
"Kok kamu ngerti banget sih masalah percintaan."
Aku curiga Syifa ini punya doi di pesantren.
"Iya lah namanya juga Syifaa," sombongnya.
"Yeeee, udah ah aku mau ambil minum dulu." Aku langsung berlari membawa beberapa botol minuman.
"Kak, awas jatoh."
Baru dibilang aku langsung terpeleset di depan pintu kamarku. Padahal tidak ada air sama sekali.
"Awww," ringisku.
"HAHAHAHA makanya jalan pelan-pelan, Kak," tawa Syifa pun pecah seketika.
Aku langsung berdiri saja dan naik ke atas kasur.
"Nih minumnya."
Rasa senangku lebih banyak daripada rasa sakitku. Jadi, aku tidak memedulikan kakiku.
"Oh iya Kak, aku kan sebulan di sini, nanti ajak aku jalan-jalan ya Kak, muter-muter aja."
"Iyaaaaaa santai aja, kamu mau ke Merkurius juga aku jabanin."
"Ogah kejauhan, oh iya motor Kakak mana?"
"Hehe di Campus, keabisan bensin, makanya kemaren aku terpaksa dibonceng Davyn."
Tidak terpaksa sih, lebih tepatnya memang pengen. Cuma ya, malu-malu aja.
"Ah, sengaja kali bensinnya diabisin buat bisa dibonceng sama Kak Davyn," ejek Syifa sambil mendelikkan matanya.
"Yeee enak aja, ya nggak lah itu emang bener keabisan bensin." Aku hanya membela diri saja. Walau sebenarnya ucapan Syifa ada benarnya juga.
Aku memang jarang sekali melihat bensin. Jadi, sangat sering kehabisan bensin tiba-tiba. Hampir kali ini ada Davyn karena biasanya aku mendorong motorku sampai ke rumah sendirian. Tidak jauh sih, paling kalau biasanya hanya di perempatan jalan yang tidak jauh dari rumahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Side (End)
RomanceAir mataku satu per satu mulai menetes deras, aku berusaha untuk menghapusnya agar tidak jatuh terlalu banyak. "Gak usah salahin diri lo, lo gak salah, yang salah gue, gue yang salah mencintai seseorang." Aku pun langsung pergi menuju kamar mandi da...